"Ko bisa sampai kaya gini si roood
roood. Muharrom muharrom gini bukannya malah tirakat kenapa malah jadi kaya
gini roood".
"Ebay kamu yim, byaza aja, hehehe. Aduh duh jangan di teken
juga ndesh".
Muka Murod bonyok, bibir sisi kanan bawahnya sobek, pipi kanannya melar lebam biru, dan mata kirinya bengkak hampir tertutup
separuh, mata kepalan tangan kanan-kirinya mengelupas, babak belur pokoknya. Untung ada Kang Mus
yang entah memungut Murod darimana. Geram, marah, jengkel kenapa ada yang
berani mengusik sohibku satu ini.
"Ini gimana Kang ceritanya, dia keluar bareng sampean? dia bikin ulah
sama siapa? umm, engg, anu, emm, pokoknya saya terima kasih njenengan sudah menyelamatkan Murod".
"Aku cuma ketemu di pesawahan mas
Lim, niatnya mau ke Pondok Yatama
di sana, terus ada rame-rame. Mas Murod
malah lagi duduk nyandar pohon dikerumuni warga, minum air mineral, sudah babak belur".
"Berarti njenengan tidak tahu
kronologinya mas?".
"Udud yiim, uduuud". Murod bangun, bersandar di tembok lesehan
warung Yu Sumi. Kami berdua miris melihat wajah Murod, dia malah cengengesan minta rokok, padahal
bajunya sobek-sobek dan ada cipratan darah banyak di sarungnya. Murod tidak peduli dengan pandangan kami, malah mengambil rokokku. "Kowreeek, kowreeke ndi?"
"Jian raimu, sudah bonyok tetap saja banyak tingkah"
"Sing pwenting UDIN, udud dingin"
Satu batang sudah di bibir lebamnya, dan terpaksa pula aku membantu dia menyulut
rokok tersebut. Dia menghisapnya dalam-dalam dan ngesesssss mengeluarkannya.
"Kiye tembe suwargaaa, hehehe. Uhuk-uhuk"
"Modiar raimu rod, udah babak belur masih saja
cencang-cenceng" Murod tidak menggubris, malah asyik sendiri menyanyikan tembangan sluku bathok.
Kang Mus menarik bajuku, isyarat ada yang mau disampaikan, aku mengikuti Kang Mus. "Kata salah satu warga, Mas Murod
gelut Kang"
"Masya Allaaaah, ngapain juga dia, kalau Kyai Khasan sampe dengar Murod bisa
kena hukuman berat karena itu Kang"
"Nah itu bagianmu yang menjelaskan ke
Kang Masku. Kata warga, Mas Murod
berantem sama preman kampung situ, awalnya mereka cuma bertiga, tidak tahu gimana masalahnya, tiba-tiba ribut sama Mas Murod, dan si Parjo langsung menyerang Murod"
"Parjo??? yang biasa ngajakin tawuran anak kampung
itu? yang kalau main bola sering
ngajakin berantem santri kang? Parjo
itu?"
"Iya, parjo itu"
"Gendeng, edan, kenthir, ngapain juga murod bikin masalah
sama Parjo"
"Nah itu dia! Parjo nyerang Mas Murod, tapi si Parjo malah yang dibikin main-main
katanya, tidak ada satu pukulan atau tendanganpun yang berhasil mendarat di
tubuh Mas Murod. Dua temen Parjo
lari, waktu Parjo sudah kehabisan nafas
mas Murod langsung serang balik, pas ulu hati tepat dan jatuhlah Si Parjo" Aku bingung, lantas bagaimana Si Murod sampai babak belur
seperti ini.
"Disitulah Mas Murod lengah, dan tidak
bisa lari katanya, karena dibelakangnya
ada dua santri kecil seumuran anak SD. Dua orang teman Parjo yang lari ternyata
bawa empat orang lagi, Mas Murod
dikeroyok. Mas Murod ndak bisa
lari, akhirnya milih ngadepin mereka
semua, blas belum ada orang, cuma satu saksinya karena kebetulan bapak itu lagi
ngarit".
"Astaghfirullah, aku ga terima asli
Kang, tapi ngapain juga Murod bikin
masalah sama Si Parjo? arrrgh! Yasudah yang penting Murod berhasil
diselamatkan Kang, itu sudah lebih dari cukup".
"Kebalik Mas Alim". Aku mengerenyit bingung.
Assalamualaikum.
"Wa'alaikumussalam" Kami menjawab salam Pak Pi'i, beliau salah
satu petugas kepolisian yang tinggal di kampung kami. Umurnya jauh lebih tua
ketimbang Kang Mus, dan masih familiy
dengan Yu Sumi. Pak Pi'i melongok ke
dalam, mencari sesuatu sepertinya, beliau datang berseragam lengkap ke tempat ini.
"Gimana lek Pi?"
"Bentar, Ponakanku mana? Murodnya mana juga Mus?"
Aku khawatir kalau-kalau urusan ini bakal
ruwet. Ada Pak Pi'i berarti bakal berurusan dengan pihak Kepolisian.
"Sumi masih di pasar lek, kalau Murod lagi rokokan didalam"
"Hahaha, cah edan! Sumpah Edan! Kalau orang lain pasti sudah mati"
Aku tersinggung dengan ucapan Pak Pi'i.
"Jangan ngucap gitulah pak, dia sohib baikku soalnya, umur dia harus
panjang"
"Lho? salah paham kamu Lim. Maksudku
kalau orang lain preman-preman itu sudah mati pastinya, aku datang telat saja, bakal repot ngurusi kasus ini"
"Maksudnya Pak, kok malah preman-preman itu?"
"Warga melapor ke rumahku ada
keributan, katanya ada tawuran, aku langsung menuju kesitu setelah kontak
kantor minta bantuan Lim. Sampai disana
malah pemandangan yang kulihat justru adegan film silat. Salahku juga malah
terbengong, tak kira siapa? ada pemuda
bermuka bonyok lagi ngelawan tiga orang sekaligus, ternyata pemuda itu Murod dan Salah satu dari
tiga itu Si Asu Parjo!" Aku menghela nafas panjang menyimak.
"Ternyata juga ada empat orang lainnya
kesakitan tersungkur, sumpah kaya film
silat. Murod jatuhin dua orang sekaligus
dengan cepat. Pertama yang satu terpukul telinganya, waktu dia bingung Murod
langsung jambak kepalanya dan dihantamkan muka satu itu ke dengkulnya, sangat
cepat. Satunya sama, waktu mau bantuin
temannya yang dihajar oleh Murod, malah Murod berbalik langsung pukul lehernya
sekali dan dilanjutkan berkali-kali, hancur mungkin sekarang tulang leher orang itu"
Pak Pi'i sangat bersemangat dan
antusias menceritakan kejadian yang dia
lihat, bahkan Pak Pi'i mempergakan adegan perkelahian itu dengan gesture
tubuhnya, dan aku yakin itu tanpa dia sadar.
"Kemudian yang terakhir si Parjo, yang
paling apes bisa dibilang, Murod kaya kesetanan, dia NYENGIR,
asli Nyengir pas mukulin si Parjo, bukan di bagian muka tapi di bagian perut berkali-kali berulang kali,
telat sadar dikit aja buat misah Murod, mati pasti si Parjo!!! Aku aja hampir kena pukul, tapi Murod langsung sadar, walaupun giginya masih terlihat jelas karena
dia masih nyengir. Baru setelah mobil
operasi datang kami bawa tujuh orang itu, Parjo pingsan. Dan aku titipkan Murod ke warga"
"Terus kelanjutannya sekarang gimana
Lik?"
"Kalau salah satu keluarga dari tujuh
orang itu ada yang menuntut Murod bakal panjang urusanny Mus, sekarang mereka
bertujuh di rumah sakit. Ah ya, saya perlu ngomong sama Murod, kalian disini dulu sebentar"
Pak Pi'i masuk kedalam menemui Murod, Kang Mus memilih menata warung sedang aku
sendiri bingung tak karuan, cemas dan
khawatir. Setelah beberapa menit Pak Pi'i keluar
dengan wajah cemberut.
"Gimana Pak?"
"Mus mana lim?"
"Lagi beli Gas pak, Murod gimana Pak?"
"Temenmu satu ini ko njengkelin ya?"
"Lho maksudnya pak?"
"Tak suruh cerita malah di balik
ngajarin saya, kan sinting. Katanya kalau nama dia muncul di BAP (Berita Acara
Perkara) dia bakal minta ijin Kyai
Khasan untuk tapa geni di polsek 40 hari 40 malam, dan bakal ngusilin seluruh
petugas kantor setiap harinya. Kan
jangkrik! Kamu tahu sendiri Murod kalo sudah jahil kaya apa kan?" Aku cuma nyengir kecut mengangguk. Pak Pi'i
pamit menuju kesibukannya kembali. Antara miris dengan kondisi Murod tapi juga
heran sejak kapan Murod jago kanuragan, lawan tujuh orang? sekaligus?
menang? Ah, yang terpenting saat ini aku harus melapor ke Kyai Khasan.
***
Keesokan paginya Murod yang masih bonyok
itu malah mencermahi Maman dan Sholeh. Padahal mereka berdua datang ke rumah
Kang Mus untuk membesuk Murod. Awalnya ntah bagiamana Si Maman terlihat bahagia
melihat keadaan Murod.
Mau ngomong apa lu Man?"
"Kaga cong! cuma mau bilang, kalau mau operasi plastik ati-ati, banyak yang palsu, ntar jadinya KAYA MUKA LU COOONG! hahahaha"
"Eitdaaah, mending gue Man, oplas, operasi plastik, lha Elu, lahirnya aja udah jadi kresek lu!"
"Nah kamu juga leh"
Soleh terperanjat kaget, dia masih malu atas kejadian beberapa hari
yang lalu dan memilih menghindari Murod, Aku dan Kang Mus, katanya dia mau nenangin hati dulu agar
identitas Kang Mus tidak bocor ke santri lainnya. Tapi hari ini dia muncul
dengan Maman karena kukabari kalau Murod sedang sakit dan beristirahat di rumah
Kang Mus. "Kamu sendiri kenapa tidak pernah
menelaah jawaban adzan, di lafadz hayya
'ala sholah, hayya 'ala falah, kenapa justru hanya di dua itu kita malah
menjawab LA HAULA WALA QUWWATA ILLA BILLAH, dan apa pula makna Hayya 'alal
Falah yang justru menjadi lafadz adzan?"
"Duh, salah lagi, aku udah diem sejak datang tadi lho Kang"
Murod berganti melirik Maman, "Gimane temen lu man, pesimis banget ngadepin idup, lanang kok galauan, semangat dong, yang
penting hepi, gitu kan man?" Dengan nada datar, rendah dan ogah-ogaham
Maman menjawab "Bodo amat cong! gua do'ain biar lu cepet boyong dari pondok
ini biar idup gua tenang lagi"
Murod malah terkekeh, Maman manyun, dan Soleh mikir keras mendengar pertanyaan itu, duduk khusyu' didepan
Murod yang masih bonyok.
Disebelah kanan Maman ada koran hari ini
yang Soleh beli pagi tadi. Dihalaman depan, headline berita utama koran
tersebut tertulis :
"7
ORANG PREMAN KAMPUNG DIBEKUK POLISI KARENA SERING MEMALAKI SANTRI PONPES
YATAMA."
*Muhammad Fatkhul Bary Lu'ay
*Muhammad Fatkhul Bary Lu'ay