Selasa, 12 September 2017

Bertemu Rindu




#Reportase Mother (Maiyah On The Road) Jum’at 8 September 2017


Man ahabba syaian aktsara min dzikrihi
Barang siapa mencinta sesuatu pastilah ia banyak menyebutnya.

Ibarat seorang pecinta, Lingkar Gagang Poci adalah gadis pujaan yang telah disunting orang lain hati. Salah satu ciri pecinta adalah menyebut-nyebut nama sang kekasih, siang-malam terbayang, ingin selalu dekat sang kekasih. Seakan-akan  4 agenda rutin yang dijadwalkan kanca-kanca Poci (minggu pertama di GBN Slawi, minggu kedua dan ketiga Mother di rumah penggiat, minggu keempat di Gubug Sholawat Pesayangan milik Om Zen Mehbob) masih belum mampu hilangkan dahaga #rindubertemu, tak jarang agenda-agenda dadakan muncul, mulai dari nge-band bareng atau sekedar ngopi bareng. Belum lagi obrolan Group Whatssapp, setiap menit, setiap jamnya tak pernah sepi dari obrolan.

Saya jadi teringat salah satu quote Mbah Sudjiwo Tejo “Puncak kangen yang paling dahsyat itu ketika dua orang tidak saling menelepon, SMS, BBM dan lain-lain tetapi keduanya diam-diam saling mendoakan”.  Maka, sengaja selama satu minggu, selepas Maiyahan Poci Di GBN (01/09) saya kurangi berinteraksi dengan kanca-kanca  lingkar gagang Poci maiyah baik di dunia maya maupun dunia nyata. Sekedar untuk mengukur seberapa besar #rindubertemu saya dengan kanca-kanca.

Seperti woro-woro yang sudah disebar oleh kang Wisnu satu hari sebelumnya, rutinan Mother kali ini bertempat di Desa Dukuhwringin Slawi, rumah kang Fahmi, salah satu sesepuh pegiat Poci. Berbekal #rindubertemu yang sudah saya jaga selama satu minggu, jam sepuluh kurang seperempat bersama kang Isal berangkatlah saya ke tujuan. Sampai di lokasi disambut sang tuan rumah dan beberapa teman yang sudah melingkar dulu, kang Moka yang masih setia dengan adiknya kang Mustofa ups, dan tentu saja Genk Depok-kang Lut, kang Soni dan ada pula kang Sofi.

Malam itu mother bertabur cinta, seakan menyindir saya yang sedang berusaha merumuskan gelombang kemesraan seperti apa yang terjadi di Poci. Saya pribadi berinteraksi dengan kanca-kanca Poci belum genap 3 bulan, tapi ikatan emosional yang terbangun sudah sangat begitu kuat, seakan kami adalah teman sepermainan dari kecil. Adalah sebuah kegembiraan bagi saya bersanding ngobrol ngalor-ngidul, saling bully.

Kang Fahmi malam itu merespon pertanyaan kang Sofi, benang merah antara kecintaan seseorang dengan orang tua, anak, sahabat, pacar dan Allah adalah terletak pada bentuk kepasrahan pecinta pada yang dicintainya, orang tua pasrah memberikan semua hasil usaha lahir batinnya demi si anak, anak pasrah dengan apa yang dilakukannya semata-mata demi kebahgiaan dan keridloan orang tua, seorang sahabat pasrahkan waktunya demi senyum sahabatnya dan seorang hamba pasrah innassholaatiy wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi Robbil’alamin.

Pun di Lingkar Gagang Poci, Kang Nahar pasrah atas perannya sebagai orang tua di Poci dengan anak-anaknya yang bandel, Kang Fahmi meski dengan keterbatasan kesehetannya pasrah dirusuhi kanca-kanca Poci, Kang Luay pasrah dengan engergi yang ia curahkan baik tenaga maupun pemikiran-pemikirannya untuk Poci, Kang Wisnu pasrah atas tugasnya sebagai penyambung lidah sekaligus ruh Poci, Kang Isal pasrah dengan suara merdunya seringkali menjadi puncak keindahan di lingkaran Poci, Kang Aziz pasrah dengan puisi-puisinya yang menjadikan Poci lebih berestetika, Kang Moka pasrah menjadi si pemantik kebuntuan dengan lontaran-lontaran cerdiknya, serta bentuk kepasrahan-kepasrahan lainnya dari kanca-kanca Poci yang menjadikan sinergi di tubuh Poci.

Malam itu saya kurang sependapat dengan quote Mbah Tejo, bukan sekedar saling mendoakan saja saya akan sampai pada puncak kerinduan melainkan seberapa sering saya berjumpa, berinteraksi, berbagi #secangkirkopi, bermesraan dengan kanca-kanca Poci. Seperti halnya seberapa sering saya “berjumpa”, “ berinteraksi”, “berbagi”, “bermesraan”, dengan Tuhan dan Kekasih-Nya lah yang membawa sampai pada level bukan hanya #rindubertemu melainkan  #bertemurindu. 

Jangan sampai kita mandeg pada ”Zur Ghibban Tazdad Hubban”
Mari teruskan “Zur Katsiron Ladzid Jiddan” 

Wallahu’alam...

*Peppi Al-Ikhtiqom