“Tugas
kita sebagai santri atau pelajar hanyalah menuntut ilmu dengan
sungguh-sungguh,
bukan sibuk mencari kesalahan guru-guru kita atau mencari pembenar bagi
diri
kita, kau ingat peristiwa Kang Murod saat di pesantren dulu? Itulah
sebabnya
saya tak pernah setuju dengan yang ia katakan, ia terkelabui oleh ke
waro’an
Kiai Khasan, dan kini ia pun harus menanggung resikonya, kenapa dulu ia
tak
betul-betul meminta maaf kepada Kiai Khasan, bukankah itu perkara yang
mudah. Kepintaran bukanlah jaminan kesuksesan seseorang leh.”
"Benar kata Kang Alim, santri hanya bertugas menuntut ilmu! tapi
tentang Kang Murod? au ah"
Soleh terlihat masih merenungkan kata-kata
Kang Alim sore itu, tapi kemudian tak
ambil pusing, karena masih banyak pekerjaan yang harus dikerjakannya. Malam ini
adalah Khaul pertama abah yai Khasan,
semua santri harus sigap, khususnya bagi santri-santri
senior seperti Soleh, jangan
sampai ada tamu-tamu yang datang tapi malah terabaikan.
***
"Assalamualaikum Gus Muh"
"Bi qudrotillah, alaikasalam Kang Alim. Sedang bebas tugas? "
"Tidak ada yang lebih utama selain
penghormatan kulo teng abah Gus, urusan
lain sudah dikondisikan dengan para staff"
"Alhamdulillah kalo begitu, dan luar biasa untuk orang sibuk sepertimu
tetap menyempatkan hadir"
"Ah tidak sibuk Gus, kesibukan ini juga berkat do'a almarhum Abah
dan Njenengan"
Gus Muh berseri-seri wajahnya, bagaimana tidak bahagia? jika ada salah satu
alumninya yang kini Allah sedang
mengamanahinya jabatan namun dia tidak khilaf ataupun lupa, malah semakin kuat jiwa kesantriannya.
"Nah,
kamu nikmati suguhan-suguhannya dulu Lim, masih banyak tamu, aku tinggal tidak apa-apa? "
"Tidak apa-apa gus, ah anu gus, emm, anu."
"Tafadhol, sampaikan saja, ada kebutuhan yang ingin kamu sampaikan?"
"Mboten Gus, cuma mau tanya, Murod dimana? "
"Oalaaah, dia sudah hadir dari dua hari kemarin, katanya sore ini mau ke makam abah dulu, curhat bilangnya, hahahaha"
Soleh tersenyum merepson jawaban Gus Muh.
"Kalau begitu saya pamit menemui Murod
dulu Gus"
"Ma'asalamah"
Alim meninggalkan ndalem Pondok. Kemudian
berganti busana yang telah dibawakan supir pribadinya. Ia lepas stelan jas yang
ia kenakan berganti sarung, kaos, peci
hitam dan sandal jepit untuk menuju makam Kyai Khasan.
Setibanya di pintu makam, setelah uluk salam bagi para ahli qubur Alim malah senyam-senyum sendiri. Jalan setapak
yang becek bekas hujan tertutup rapi dengan pasir-pasir sepanjang menuju
makam, sehingga peziarah yang akan kemakam
tidak khawatir terpelest atau kotor karena cipratan becek.
Suara tahlil mulai terdengar dari Pusara
Kyai Khasan, ternyata sudah ada beberapa orang yang sedang berziarah, pandangan
mata Alim menyisir mencari sesuatu, dan kemudian menghampiri seseorang yang
duduk memandang makam dari luar area peziarah.
Tubuhnya kekar sedang, tidak
kurus apalagi segemuk Alim, mengenakan
celana hitam, kaos putihnya terlihat
dekil penuh bekas pasir dan noda becek,
ia mengenakan caping petani, dengan cangkul berdiri disampingnya,
memandang makam dengan ekspresi bloon sambil mengepulkan asap samsoenya.
Ketika sudah berdiri didepan pria tersebut sebelum Alim mengucapkan
salam si Pria malah dahulu berkata, "ASUUU, aja nutupi mad, kantem kon"
Alim tertawa terpingkal-pingkal, namun
sadar ia berada diarea makam, tawanya segera ia redam dan duduk di samping pria
tersebut.
"Bojomu mana? tidak diajak? Lanang cap apaaaaaa kamu ini,
masih sering berantem? laki-laki ga jelas! "
"Beda urusan to Rod, aku kan baru dikarunia anak pertama, jadi kasihan anaku kalo harus diajak
pergi-pergi jauh"
"Lha diajaknya kesini tu biar dapat
berkah pondok, malah kamu
hindar-hindarkan, kasihan jadi anakmu
ternyata"
"Ah embuh, ngomong sama kamu ga da seriusnya, males aku"
"Hihihihi, gimana-gimana, ada kabar apa?"
"Lho aku yang harusnya nanya gimana ke
kamu"
"Lho lho lho, ko balik nanya!"
"Ya justru kamu yang harus ditanya,
bukan aku. Gimana, udah ketemu santri-santri? ketemu Soleh?"
Murod menghisap panjang batang rokoknya
"Belum lim"
"Ko belum? bukannya hari ini akhir
ijazah riyadohmu? dulu waktu kita
sama-sama sowan, setelah abah yai
memberikan ijazah untukku, dan kepadamu bukankah abah yai berpesan kalo pagi
hari di hari... "
"Ssssst. Ini! ini yang tidak aku
senangi dari kamu, ceplas-ceplos"
"Lha ko aku? kan kamu yang suka
ceplas-ceplos, aku datang aja sudah di Asu-asuni ko".
Murod melihat sekitar, beberapa peziarah
baru datang, menyapa mereka berdua yang duduk diatas rumput dengan pandangan
aneh, dan Alim-Murod malah nyengir
sambil membalas "mongggoh"
"Jangan keras-keras bahas itu
disini, aku belum mendapatkan mandat
apa-apa dari gus Muh, tenang wae, santai."
"Yo ndak bisa santai Rod, ini sudah tujuh tahun, tu-juh tahun sejak kita meninggalkan
pondok, dan cerita tentangmu sudah
menjadi fitnah yang didengung-dengungkan plus di dongeng-dongeng sampai hari
ini. Itu bebanku juga Rod, kenapa harus aku jelek-jelekan juga dirimu? seolah menurut mereka aku yang jadi pahlawan
dan kamu yang jadi penjahatnya, seolah
barokah adalah jabatan dan perkara-perkara matrliasitik"
Murod cuma melirik.
"Derita loooh, emang gua pikirin"
"Asu tenan cah iki. Kenapa kamu tidak segera konfirmasi ke Gus
Muh tentang ijazah riyadoh itu? bahkan yang,
emm, anu, emm, jujur aku penasaran Rod, ko Soleh sampai ga tau kamu sering sliwar-sliwer
di Pondok? kamu bisa ngilang sekarang"
"Lho, baru tau kalo aku sakti to? kudeet, kurang update"
"Jangkrik tenan cah iki. Balik ke topik, Jangan nyiksa aku to Rod, segera konfirmasi ke Gus Muh. Puasa
keterbalikan ini sudah saatnya disudahi, aku sudah punya anak Rod, khawatirku kalau-kalau nanti dia akan terkena
juga imbas fitnahnya. Dulu abah yai
masih ada, ada yang bisa kumintai
tolong, mintai wejangan tapi abah yai sekarang sudah..."
"USKUT!!! QULLI KHOIRON AW LIYASMUTH!!!"
Murod menoleh, membentak Alim dengan suara
pelan dan menderu, Alim kaget dan kemudian menyesali apa yang telah dia
katakan. Sedang mata Murod mulai
berkaca-kaca, air mata bisa seketika itu juga tumpah dengan hitungan
sepersekian detik.
"KAMU TIDAK ADA! KAMU TIDAK ADA SAAT ABAH YAI MENGALAMI
NAZAKHNYA LIM"
suara Murod rendah, tapi ada kewibawaan luar biasa yang muncul
dari suara bass itu.
"AKU DISAMPINGNYA! MEMANGKU KEPALA
BELIAU DENGAN LENGANKU, dan menyaksikan
betapa ia khawatir terhadapmu, khawatir
terhadap seluruh santri-santrinya bila-bila ada yang tidak bermanfaat
'ilmunya, khawatir terhadap masyarakat
di desa ini jika kembali bermaksiat seperti sebelum pondok berdiri. KAMU TIDAK
ADA LIM! ABAH KYAI KHAWATIR KITA MENJADI
ORANG YANG SOMBONG LAGI TERSESAT! DALAM LAFADZ ALLAH, BELIAU MENGKHAWATIRKAN
KITA SEMUA! SAAT ITU KAMU KAMU TIDAK ADA LIM! TIDAK ADA!!"
Tumpah sudah air mata Murod, pandangannya
masih tajam menatap Alim dengan air mata, Alim ikut menangis disamping murod atas
rasa kehilangan Guru yang mereka cintai.
Kresek
"Lho Kang Alim? sedang apa disinnn... "
Soleh memicingkan matanya lagi, melihat laki-laki disamping kanan
Alim, berpakaian lusuh, topi caping, cangkul disamping kanannya, tapi garis wajah, rahang serta matanya langsung membuat Soleh
mengetahui siapa orang itu.
"MASYA ALLAH!!! KANG MURODDDDD!!!! "
Alim mengusap air matanya, menatap
Murod, dan entah bagaimana tidak ada
tanda-tanda mata Murod meninggalkan bekas tangis. Murod berdiri, berbisik alhamdulillah
yang sepertinya hanya Alim dan Murod yang mendengar tahmid tersebut.
Pria itu melepaskan capingnya, terlihat jelas Pria Gagah didepannya adalah
Murod, menyodorkan tangan kepada Soleh mengajak bersalaman, dan mengucap apa
yang soleh masih ingat betul sepuluh tahun silam, ketika pertama kali Soleh
bertemu Murod;
"Apa arti Sholih bagimu?"
Oleh : Muhammad Fatkhul Barry Lu'ay
"Apa arti Sholih bagimu?"
Oleh : Muhammad Fatkhul Barry Lu'ay