Ketenangan beberapa hari ini, karena
penduduk Kampung Mangun Rejo sedang terbebas dari ulah-ulah Si Parjo dan
kawanannya, tiba-tiba hilang. Dihebohkan
lagi dengan huru-hara warga yang akan memberlangsungkan pemilihan kepala desa. Maklum,
di kampung, Pemilihan desa bisa menjadi sangat eksentrik dan ekstrem,
apalagi jika yang muncul hanya ada dua calon. Secara otomatis pula penduduk akan terbagi menjadi tiga golongan; pertama fanatis si calon nomor 1, kedua
fanatis calon nomor 2 dan ketiga si netral yang lebih memilih tidak ikut-ikutan
rea-reo tersebut.
Antar golongan biasanya akan sama-sama
saling memusuhi, menghina atau bahkan perang dingin dan saling diam menatap
curiga. Mengunggulkan calonnya dan menjelakan lawan idola calon mereka. Padahal waktu itu Kang Murod pernah
menyampaikan padaku tentang fenomena-fenomena sejenis iitu diwarung ini : "Jangan jadi generasi multiple choice
leh! Yang mau milih aja kamu sudah disedikan pilihan-pilihannya, emang nyari sendiri ga bisa? yang mau milih
aja kamu didorong dengan berita-berita yang belum tentu benar, entah Si Calon ini satria piningitlah, ratu adil lah, al mahdi lah, emang ada jaminan informasi tentang itu benar? bahkat terkaitpun seringkali tidak. Dan yang paling parah, kamu disuruh milih diantara dua dengan logika keliru. Keliru
banyak, yaitu logika bahwa saat kita memilih nomor 1 otomatis nomor 2 jadi
buruk, memilih nomor 2 otomatis nomor 1
jadi buruk. Padahal yang benar
adalah, baik 1 & 2 selalu ada
kebaikan dan keburukannya di masing-masing pribadinya. Jadi sekarang kamu mau
pesen kopi apa teh? sore-sore gini enaknya apa leh?".
"Kopi aja kang".
"Kan generasi multiple choice kamu
itu".
"Lho kan pilihannya.... sampean pesen
apa kang?".
"Kopi satu sama Jahe satu Yu Sumi,
hehehe".
***
"Sendirian aja mas Soleh? Maman mana,
biasanya berdua ma dia?".
"Enggeh Kang Mus, Si Maman lagi ada
muthola'ah sama teman-teman angkatannya".
"Oooh".
"Kang Murod sama Kang Alim mana Kang?".
Si Qoswah, honda jupul putih tiba-tiba
berhenti didepan warung, tapi bukan Kang
Murod yang mengendarai, malah Kang Alim.
Beliau terburu-buru masuk, dan bersalaman dengan Kang Mus. "Kang, katanya Murod ditangkap, di balai desa mau digebukin warga, saya butuh
sampean nemenin saya kesana". Saya bingung, bukannya Kang Murod baru jadi
pahlawan Desa ini kemarin. Kang Mus belum menjawab, reaksi beliau hanya diam menunduk dan
beristighfar.
"Kamu segera kesana sama Soleh
lim, aku nyusul"
"Sami'na wa atho'na Kang, ayok
leh".
"Lho?
ko aku Kang?". Kang
Alim menjawabnya dengan menyeret kerah bajuku keluar, kami berangkat menuju balai desa. Dan masih
mendengung ditelinga memahami kalimat -mau digebukin warga-.
Disepanjang jalan banyak banner-banner
wajah calon kepala desa, dan balaidesa tempat kami tuju sudah ramai dengan
warga. Kang Alim memarkirkan si Qoswah, menembus kerumunan bersamaku,
tapi kami kesulitan masuk kedalam. Dan benar, Kang Murod ditangkap, bekas lebam wajahnya, masih belum hilang sisa dari
dagelan silat yang lalu. Dia duduk terikat tambang memutari dada dan perutnya, duduk di lantai, di tengah ruangan balai
desa. Disampingnya banyak tumpukan baner2 kecil dan besar bergambar wajah
calon-calon Kepala Desa, sobek-robek-rusak.
"KAMU KAN PELAKUNYA?!!! NGAKU AJA KAMU!"
Seorang bapak dengan tubuh cungkring
menuding-nuding Kang Murod. Kang Murod tidak menjawab, beberapa warga malah berbisik-bisik
simpati, 'lepasin aja harusnya, itu Murod yang nglawan kawanannya Parjo, kasihan dia, wajahnya saja masih memar-memar gitu'
"NGAKU KAMU!!!".
Kang Murod masih diam.
"NGAKUU KAMUUU!!!".
Tetap diam.
"NGAKUUU ROD!!!".
"UDIN PAK!". Kang murod menjawab
"JANGAN BAWA NAMA LAIN!! NGAKU KAMU!!!!"
"UDIN"
"UDIN SIAPA?!!!"
"UDud dingIN pak, baru saya mau ngomong"
Beberapa warga yang berkumpul malah
cekikikan.
"WEDDDDUSS RAIMU!!!!
Si Cungkring menyerah, kemudian mengambil sebungkus rokok di saku
atas kemeja Kang Murod, setelah Kang Murod mengisyarati tentunya. Mengeluarkan
sebatang, meletakannya di bibir Kang Murod dan menyulutnya. Dan adegan kampretpun terulang, Kang Murod nges-seeees panjang. Dengan tubuh
masih terikat tali. Sedang aku dan Kang Alim masih berusaha menerobos kerumunan
tapi tidak bisa. Kang Murod menjatuhkan rokoknya kesamping.
"Apa bukti saya yang melakukannya pak?"
Seseorang bergegas ke arah Pak Cungkring
membawa cangkul.
"INI APA?"
"Cangkul pak, terus?"
"YA INI BUKTINYAAAA!!!" sambil
menuding Kang Murod dengan cangkul yang dia pegang.
"Lho??
bapak gimana? ITU BUKTI APA CANGKUL?!!!"
"YA INI CANGKUL!! TAPI INI BUKTINYA!!!"
"CANGKUL YA CANGKUL! BUKTI YA BUKTI!
GA DA TAPI-TAPIAN! YANG BAPAK PEGANG ITU
CANGKUL APA BUKTI??"
Ya cangkul".
"YAUDAAAH!" Kang Murod malah membentak balik ke Pak
Cungkring, dan lagi-lagi beberapa warga
malah cekikikan.
Kemudian seorang pria
berbaju rapi, dengan setelan antara kemeja dan celana kain mendekati Kang
Murod, menggantikan posisi Pak
Cungkring.
"Mas murod, betul?"
Kang Murod memicingkan mata ke arah pria
tersebut.
"Bapak siapa?"
"Saya Jarwo sekdes desa ini, baru satu minggu mengganti carik yang
lama"
"Hoooh, iya pak,
saya murod"
"Ini cangkul mas murod kan? ada tulisan nama Murod di gagangnya"
Kang Murod tidak perlu memeriksa, dan mengangguk. Atmosfer balaidesa menjadi tenang tapi
mencekam dengan kehadiran Si Jarwo disini.
"Jadi benar mas Murod yang merusak
baner-baner calon kepala desa itu?"
Aku melihat kembali baner-baner di sebelah
Kang Murod sekali lagi, dan benar itu
baner calon-calon lurah desa ini, semua
foto calon rusak. Kang Alim cekatan, dia mengambil celah, aku mengikutinya dan
berhasil menembus kerumunan. Tapi waktu Alim mau mendekat, Kang Murod menatap tajam ke arah kami, menggeleng, dan memberi isyarat untuk tidak
mendekat. Jarwo melirik ke kami sebentar kemudian melihat ke arah Kang Murod
kembali.
"Benar Mas Murod yang merusak ini
semua? "
Kang Murod tidak lantas menjawab, tapi melihat wajah penduduk Desa
disekelilingnya. Kemudian berusaha bangkit, dan berdiri sejajar dengan Jarwo.
Mereka berhadapan satu sama lain, ini seperti pertarungan psychology antara dua
ahli siasat.
"Kenapa tanya saya Pak Jarwo? Kenapa tidak tanya orang yang ada digambar
itu?"
"Mana bisa gambar ditanyai?"
"Saya bilang tadi 'kenapa tidak tanya
orang yang ada digambar itu' saja, tanya
langsung ke mereka"
"Lho mereka kan tidak tahu urusan
ini"
"Itulah! kenapa mereka bisa sampai tidak tahu?"
"YA ITU URUSAN MEREKA,
YANG JELAS SIAPA YANG MERUSAK BANER-BANER
INI?" Pak Jarwo naik pitam, Kang Murod malah membungkuk, mengambil rokoknya yang tadi dia jatuhkan, dengan tangan kirinyanya dan mengisapnya kembali. Lho sejak kapan ikatan Kang Murod lepas,
Pak Jarwo mundur satu langkah, Pak Cungkring cuma melongo, bingung, melihat
tali yang mengikat Kang Murod sudah lunglai dikaki Kang Murod. "Justru harusnya merekalah yang lebih
paham urusan ini pak Jarwo, kenapa nanya saya?" Kang Murod santai mendekati, Pak Jarwo
semakin mundur, mungkin karena Jarwo sudah mendengar riwayat
pertarungan Murod melawan Parjo dan komplotannya. "Kalau mereka, orang-orang digambar itu, berani berJANJI
akan menyejahterakan dan menjaga KEAMANAN di desa ini, harusnya mereka juga BISA MENJAGA KEAMANAN
BANNER-BANNER MEREKA!!! kenapa malah tanya saya?" Pak Jarwo sampai jatuh terjengkang ke
belakang, dan aku kaget bukan kepalang.
Abah Kyai Khasan muncul dari belakangku
bersama Kang Mus dan Maman, warga
membelah seketika.Waktu kutanya Maman dengan isyart ko bisa bareng Pak
Kyai, Maman cuma menunjukan isyarat
tangan tanda dia yang nyetir mobil Pak Kyai. Selebihnya Maman cuma
geleng-geleng.
Abah Kyai mendekati Kang Murod, menjewer kupingnya yang sedang
cencang-cenceng didepan Pak Jarwo. "Aduuu duuuh adu aduuh, ampun bah, ampun, ampuuun". Menggeliat seperti bocah yang hilang
kesombongannya. Kyai Khasan masih menjewer Kang Murod, sambil meminta maaf
kepada warga dan menghimbau semua warga untuk kembali beraktivitas. Setelah
suasana tenang dan warga berangasur pergi, Kyai Khasan melepas jewerannya.
"Kamu ngapain? katanya kamu ngrusak
baner-baner pake cangkul? bener kamu yang ngerusak?"
"Eng
nganu bah"
"Opoo? "
"Ngibrohim bah"
Kyai Khasan mantuk-mantuk.
"Yaudah, ayok semua santri pulang. Mus, Man, itu si Murod diikat aja pake tali itu, bawa
naik mobil aja pulangnya, biar ndak
kabur". Maman yang semangat langsung ngikat Kang
Murod
"Mampus lu, mampus lu cong, semoga boyong abis ini lu
cong "
bisik Maman ke Kang Murod, kang Murod tidak
menggubris
"Eeeeh, ko ngoten bah?" rajuk Kang Murod ke Kyai Khasan
"Lho, katanya ngibrohim?!"
"Terus bah yai? "
"Yaudah, habis ini kepondok, tak bakar
kamu rod"
***
*Muhammad Fatkhul Bary Lu'ay