Rabu, 04 Oktober 2017

Manusia Alay (Murod-Alim #11)


"Ini sudah kali keberapa lim? "
"Enem Rod"
"Juangkrik Gomat"

Murod ngedumel  pada Kang Rahmat,  masalahnya Kang Rahmat punya kebiasaan yang kami bahkan warga sedikit kurang senang ke dia. Kebiasaan itu adalah ketika Kang Rahmat di suruh memimpin do'a penutup, setiap ada acara di kampung, eh dia malah ceramah panjang lebar. 

"Kapan lagi ada acara di kampung Lim?".
"Ummmh, malam ini ada Rod?".
"Yang ngasih tausiah siapa? Gus Muh apa Kyai Khasan?".
"Gus Muh kayaknya, Abah kan lagi ke Tegal Rejo, ada undangan khataman alfiah disana"
"Sempurna"

Murod menyeringai. 

"Kamu mau ngapain? "
"Mau ke Gus Muh"
"Ngapain? "
"Ya mau nemuin Gus Muh".
"Ya mau ngapain nemuin Gus Muh"
"Ya mau ketemu,  nemuin Gus Muh itu buat ketemu,  kalo ga ketemu namanya bukan nemuin"
"Bentar-bentar,  ini aku yang bodo apa kamu si?"

Murod malah cekikikan. 

"Seorang pesulap tidak akan dihargai saat triknya terbongkar Lim? "
"Kamu mau maen sulap nanti malam? "
"Ndak"
"Lho?  memang kamu pesulap? "
"Bukan"
"Wedus"

Malam harinya mushola sudah dipenuhi warga, muharomanpun digelar, penampilan hadroh para santri memang tidak pernah mengecewakan sebagaimana pengajian-pengajian sebelumnya, tapi ada yang berbeda malam ini. Murod datang dengan penampilan keren, seperti seorang Kyai Muda. Ia mengenakan busana putih-putih dari sarung, koko hingga pecinya,  yang kontras hanya warna hijau sorban di pundak kirinya. Dia duduk didepan diantara para asyatidz dan tokoh masyarakat, sedangkan aku dibelakangnya persis. 

"Pangapunten, Gus Muh mboten saget rawuh, kulo sing dados badale"

What the.... sejak kapan Murod menjadi seelegan itu? Terus Gus Muh kemana? 

"Tibalah saat yang dinanti-nanti, mauidhoh hasanah yang akan dibawakan oleeeeh Gus Muhammad putra Kyai Khasan. Maaf ralat, beliau di badalkan dengan Kang Murod, waktu dan tempat kami haturkan."

Pembawa acara selesai membacakan, Murod naik Panggung.

"Kang Alim, siniiih"

Soleh berbisik meminta aku mengikutinya, sudah ada Maman dibelakang ternyata. 

"Ko pocong yang ceramah bang? aman nih?"

Aku cuma mengangkat bahu. 

"Terus Gus Muh mana Kang?"
"Itu juga saya tidak tahu Leh, Man. Tapi yang lebih saya khawatirkan adalah apa yang akan disampaikan Murod, kalau dia nglantur, repot nanti urusannya"

Kami bertiga sepakat dan hanya mengangguk-angguk, beberapa warga memang mengenal Murod sebagai orang baik, tapi lebih banyak yang menganggap dia sebagai biang kerok, alias pembawa masalah.
Murod mengawali tidak langsung dengan salam, tapi dengan dua fatihah, fatihah pertama adalah untuk Rosulullah, keluarga dan para sahabat. Fatihah kedua untuk rijalul ghoib yang ada di tempat ini, baru setelah itu salam dan muqodimah pada umumnya. Matanya menyisir ke seluruh penjuru majlis, menatap wajah-wajah para pengunjung. 

"Untuk kalian para manusia-manusia alay"

Ampuuun, kumat si Murod. 

"Gimana Bang, masih aman ga bang?"
"Pasrah Man"

Pengunjung terperanjat dengan kalimat pembuka Murod, kasak-kusuk mulai terdengar. 

"..Kita semakin jauh dan lupa bagaimana sosok Rosulullah yang sebenarnya. Dan yang kita konsumsi adalah informasi-informasi tak jelas, yang membuat kita semakin pikun di usia muda. Dunia maya, sosial media, bahkan aplikasi-aplikasi obrolan seolah mendadak menjadi deretan kitab-kitab kuning yang harus kita kaji dan percayai. Sholat jarang, ngaji malas, ndarus tidak pernah, tapi saat ada pembahasan agama ko mendadak menjadi ustadz?"

Kasak-kusuk mulai reda, beberapa pengunjung yang sedari tadi memainkan ponselnya mendadak berhenti, memasukan smart phone mereka ke saku dan fokus mencerna apa yang Murod sampaikan. 

"Untuk kita semua para manusia alay, yang terlalu banyak tertawa juga mengeraskan hatinya. Jika hanya karena pekerjaan dan sekolah, yang kebanyakan ahad adalah hari libur kita. Atas dasar apa kita membenci hari senin? padahal Rosulullah lahir di hari tersebut. Jika iya tentang guyon, atas dasar apa kita menghitung prosentase hujan dan kenangan? sedang 100% semuanya adalah rahmat. Padahal Rosulullah berbahagia berbuka puasa hanya dengan satu kurma, dan itupun dibagi dua dengan Aisyah, tapi kita? bahkan untuk seluruh makanan di meja terkadang kita menghina.
Allahumma Sholli 'ala Sayidinaaaaa Muhammad.."
"Shollu'alaih"

Seluruh pengujung menjawab sholawat Murod. Soleh mantuk-mantuk mencerna kalimat-kalimat Murod. 

"...Untuk santri-santri alay di majlis ini, baik putra maupun putri. Tidak perlu terburu-buru untuk mencari tahu siapa jodohmu, jika mereka bilang jomblo itu tidak keren, maka jawablah bahwa muthola'ah kitab, hafalan mufrodat, tasrif,kaidah nahwu hingga ushul fikih, dan menambal kitab yang belum sempurna dimaknani jauh lebih keren ketimbang menghabiskan waktu untuk itu.
Jangan jadikan do'a sebagai candaan jangan, bukankah kita akan marah jika nama kita dijadikan sebagai bahan cemoohan, nama adalah do'a. Maka berdo'alah dengan baik;
-Ya Allah jika dia jodohku maka pertemukanlah dalam keadaan baik yang juga membaiki kami dan keluarga kami, jika dia bukan jodohku Hanya Engkau Ya Allah yang bisa menjauhkannya, sejauh-jauhnya, hingga aku tak perlu mengenalnya-
Dan yang kemudian merasa sakit hati karena terlanjur jatuh cinta, ingatlah bahwa sakit hatimu tidak lebih berbahaya ketimbang hidup Rosulullah yang selalu terancam bahaya setiap harinya. Fokuslah pada istikomahmu berjama'ah, karena sepulang nanti di rumah itu akan lebih berat.
Maka saya disini tidak untuk mewakili abah kyai, tapi mewakili seluruh santri putra di nusantara ini, untuk berkata kepada semua santri putri bahkan seluruh perempuan di negri ini, bahwa kami para santri mungkin hanya di kenal dengan 'Enggih Kyai', sarung lusuh, atau peci hitam yang sampai berubah kusam. Tapi sungguh bahwa Rosulillah Sollallahu'alaih wassalam adalah junjungan yang akan selalu kami cintai, taati dan ikuti sauri teladannya.
MAKA, PESONA MAS SANTRI MANALAGI YANG AKAN KALIAN DUSTAKAN???

wAllahul muwafiieq ila aqwamiethariiq, wasaalamu'alaikum wr wb..."

Sorak sorai dan tepuk tangan riuh seketika. 

"Gilaaa, kereeeen si Pocoong, kereeen"

Tanpa sadar Maman ikut bertepuk tangan. Murod turun panggung, sudah ada Kang Rohmat di barisan depannya, tiba-tiba Murod mendekatkan kepalanya ke Kang Rohmat. Berbisik. 
"Kang, bagian sampean do'a. Kalau sampean ceramah, saya pulang langsung, inget lho Kang, do'a!!! cukup do'a"

Kami bertiga saling pandang mendengar bisik-bisik Murod ke Kang Rohmat. Kemudian MC memperkenankan Kang Rohmat untuk berdo'a. 

Ah, mungkin karena memang sudah kebiasaan, lagi-lagi Kang Rohmat ceramah, wajah semua santri menunduk sungkan dengan para penduduk. Tapi ada yang berbeda kali ini. Murod berdiri, berjalan kedepan panggung dengan cencang-cenceng, hilang sudah aura keren sebelumnya di mata kami. Murod mendongak ke arah kang Rohmat. 

"Kongkon ndonga malah ceramah. ENYONG BALIK!!!  SOLLU 'ala sayyidinaaaa Muhammad"

Murod mencincing sarungnya, pulang, bersamaan dengan jawaban sollu 'alaih para penduduk dan tepuk tangan. 

"Gimana man? masih aman? mau tetap di sini" tanyaku ke Maman
"BODO AMAAAT!!!!"

Maman Pergi meninggalkan kami.


*Muhammad Fatkhul Bary Lu'ay