Tiba-tiba Kang Murod menggebrak meja, aku kaget, kulihat ekspresi beberapa kami
juga kaget.
"Kenapa lu Cong?"
"Rod???"
"Kalian tahu penyebab aku merusak baner-baner kemarin?"
"Saya ga perlu mencari tahu juga rod,
toh kamu biasa nganeh-nganehi"
"Njenengan tidak termasuk dari
-kalian- yang saya maksud Kang Mus" Kang Mus cuma tersenyum.
"Eksperiment sosial untuk desa
ini? tentang leadership dan cara memilih
pemimpin?"
"Yap, betul banget Lim"
"Tapi kenapa dengan merusak
baner-baner mereka Kang? apa benar-benar
harus ngibrohim seperti yang sampean bilang ke Abah Kyai?"
"Itu pertanyaan sulit Leh, tapi jawabannya adalah tidak harus!"
"Kalo tidak harus kenapa lu lakuin
cong?"
"Khusus kamu ga perlu saya tanggepin
Man"
"Sialan lu!"
"Terus apa berhasil eksperimenmu Rod?".
"Berhasil dong!"
"Apanyaaa? bagian mananyaaaa? mereka
tetap balik kaya semula ko? tanya kang Mus kalo lu ga percaya" Kang Mus mengiyakan Maman.
"Aku berhasil membuktikan kalau aku
salah"
"Eittdah, serah daaah seraaah, terseraaah lu cooong"
"Sabar man. Sante dulu,
Ngibrohim adalah titik awal, toh
walaupun aku dijemur dengan aturan yang sebegitu ketatnya, aku selamat bukan? aku masih hidup? "
"Gua ngarep lu dibakar sekalian
Cong, ga cuma di jemur sama Pak
Kyai"
"Nyunggi itu tidak sama dengan mikul!"
Kang Alim spontan melirik Kang Murod, tertarik.
"Gundul Pacul rod?"
"Lebih dari itu Lim, di jawa membawa itu bisa di identifikasi
dengan bermacam-macam diksi. Ada
nyangking, ngemban, nggendong, mbopong, manggul, mikul hingga nyunggi. Dan jika kita dalam keadaan diam diatas
kendaraan, sekaligus membawa sesuatu diatas paha kita, itu termasuk pada kategori
memangku."
Menarik, tapi apa hubungannya dengan hal-hal yang Kang Murod bahas tadi. Meski Maman yang paling mlongo dengan kata-kata itu, maklum, perbendaharaan kata jawanya masih minus.
"Beban itu di pikul, kesungguhannya
bernama memanggul, kasih sayang ada di
emban."
Kang Murod mengehela nafas, kami masih menyimak.
"Menyelamatkan ada di bopong, melindungi serta mendidik sekaligus bersamaan dengan melintasi
medan perang disebut menggendong, kekuasaan itu dipangku, dan
amanah adalah disunggi"
"Sebentar Kang sebentar, saya masih mencerna, mumet saya Kang"
"Kamu tidak dituntut oleh siapapun
untuk harus paham Leh. Nah meski sunan kalijaga menggunakan lagu gundul pacul
untuk menyindir seorang raja bernama.. emmm.. maaf, tidak jadi menyebutkan
nama. Aku tidak ingin bersinggungan dengan siapapun anak turunnya yang masih
hidup sampai hari ini. Terlepas dari itu semua,
ada sebuah dongeng tentang seorang pemuda yang sanggup merawat anak
burung diatas kepalanya, pemuda tersebut
bernama Palasara, dan dialah yang menciptakan dan membangun sebuah negri, yang kelak dikemudian hari akan menjadi
perebutan antara kurawa dan pandawa dengan cerita epik mahabaratanya dan
klimaksnya adalah peperangan legendaris yang disebut Perang Kurushetra. Negri
itu disebut Ngastinapura atau Astinapura."
Kami menarik nafas panjang mendengarkan
kata-kata Kang Murod yang sepertinya akan terus menghujani kami, bahkan Kang Mus yang kukenal tenang sekarang
sedikit gusar membaca arah ucapan Kang Murod.
"Dan siapa-siapa saja selain
Nabiyullah Sulaiman, Daud, Zulkifli yang Allah kehendaki menjadi Raja?".
"Yusuf". Kang Mus langsung
menjawab
"Dan apakah mereka semua menghendaki
diri menjadi Raja."
"Jelas tidak Rod, mereka meneguhkan Cinta Kepada Allah dan
mengabdi hanya kepada Allah"
"BRAVO LIIIM"
Kang Mus, Kang Alim dan Kang Murod berbinar-binar saat itu. Mereka melafalkan
tasbih bersamaan. Sedang Aku dan Maman masih plonga-plongo tidak paham.
"Stop! stop! stop muter-muter! Jadi eksperimen sosialmu berhasil ga Cong? terus apa hubungannya cerita itu semua dengan budaya Kepemimpinan yang ada di desa ini?"
Kang Murod meneguk kopinya, namun tidak meletakan cangkirny kembali di Meja, dia justru menunjuk muka Maman dengan cangkirnya, dengan lengan hajar aswadnya hari ini.
"Saat memangku kamu tidak boleh mengeluh meski kesemutan atau sampai di kencingi-diberaki, saat memikul kaki dan pundakmu harus terlebih dahulu kokoh, saat menggendong jangan hanya melihat kedepan tapi juga menjaga yang dibelakang punggungmu, saat membopong dan mengemban lengan-lenganmu harus lebih kuat dari pohon oak. Dan dari itu semua tujuanmu adalah yang jadi bagian paling penting, kamu bergerak bukan untuk memperoleh keberhasilan atau kemenangan. Tapi untuk proses menjadi sejatinya dirimu untuk cinta yang bisa kamu persembahkan kepada Tuhan! Hingga pada fase Nyunggi kamu akan kembali belajar tenang dalam istiqomahmu, dan seterusnya dengan apa-apa yang akan Allah taqdirkan didepannya. Sekali lagi, Nyunggi bukan Mikul, itu sama sekali berbeda"
Baru setelah itu Kang Murod meletakan
cangkirnya. Aku mulai sedikit paham
dengan apa yang disampaikan.
"Jadi Cong, gua masih ga paham. Lu sebenarnya cerita apa?"
Tangan kanan Kang Murod memegang pundak
Maman dengan ekspresi serius.
"Pangeran Palasara merawat burung diatas kepalanya."
"Terus itu apa Cong? "
"Iklan susu dancow di tipi jaman dulu
NYET!".
*Muhammad Fatkhul Bary Lu'ay