Dengan
kelemah lembutan hati, kekuatan iman dan
kesungguhan cinta, saudara-saudara di Tegal-Brebes dan sekitarnya dihimpun
menuju sesuatu yang semoga bisa dimaknai dengan dimensi Mutahabbina Fillah.
Sekelompok
makhluk yang tak memiliki hubungan darah, tak saling mengenal, namun setia merapatkan shofnya setiap jemuah
pertama di awal bulan, diatas lantai dingin beratap langit GBN Slawi, tanpa
tedeng aling-aling. Saling bercerita, saling membagi pemahaman dan pengalamannya mereguk telaga mata air
bernama maiyah, demi cintanya kepada Robb Semesta Alam dan Kepada Pribadi
Terbaik Kanjeng Rosul Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam.
Melingkar
ko disebut merapatkan shaf? kenapa jika
iya? bagaimana pula jika tidak? bukankah
di Al Haram Tanah Bakka justru manusia menunduk bertawadhu dengan melingkar?
Tidak ada shof yang lurus, semakin mereka mendekat pada baitul makmur Ka'bah,
kiblat para malaikat dan seluruh galaksi yang sempat beralih ke baitul maqdis
yerussalem, namun beruntunglah kita umat islam karena Allah menitahkan Putra
Sayid Abdullah, Ayah dari Fatimah Az Zahra untuk kembali berkiblat pada Ka'bah,
dengan me-ling-kar. Dan Maiyah (waAllahua'lam) mengejewantahkan shof melingkar
ini justru sudah sangat lama.
Mbah Nun selalu mengingatkan bahwa masuk surga adalah cita-cita pribadi, sedang mengkampanyekan kebaikan, menebar kasih sayang, menyambung tali silaturrahim yang rusak, mempererat yang tersambung serta menjadi
muhajarin dan anshor adalah kewajiban setiap jiwa dalam satu waktu sekaligus. Maka,
sedulur-sedulur Poci Maiyah, dengan
penuh tawadhu tidak akan pernah berani menyatakan bahwa maiyah adalah miliknya.
Maiyah adalah hak setiap makhluk yang sama-sama mengembunkan rasa cinta kepada
Allah, Kepada Rosulullah dan kepada
manusia seutuhnya. Dan telah sampai ikhtiar kami menuju satu tahun ikhtiar
ini, adapun problematikanya kami maknai
sebagai demam tumbuh gigi, atau proses
menuju berjalan dengan kedua kaki setelah tertatih-tatih merangkak
Usia satu tahun bisa saja diartikan waktu yang
lama, namun juga bisa sebaliknya. Satu tahun adalah waktu yang baru kemarin, masih bau kencur. Ibarat
manusia, usia satu tahun adalah bayi yang masih mungil. Masih sulit berjalan
sendiri, butuh dititah-titah. Terjatuh dan bangkit kembali, orang tegal
menyebutnya dengan kata uuut illaaah.
Entah dari mana mulanya kata tersebut dikhususkan bagi bayi yang baru saja
belajar berjalan. Lain hal dengan orang dewasa yang ketika terjatuh kembali berdirinya adalah bukan menggunakan kata uuut
illaaah. Menurut sebagain masyarakat tegal, kata illah pada kata uuut illaaah
adalah pendek kata dari illah yang tak
lain adalah menunjuk pada makna Allah
(Rabb yang selalu hadir di setiap langkah kehidupan)
“Uuuut illah”, dimana illah disini mungkin diartikan bahwa tanpa pertolongan Allah si
anak tidak mungkin bisa berdiri kemudian berjalan sehingga dapat berlari
kencang. Usia
satu tahun itu artinya ia masih butuh dibimbing, di-ut-illah-kan
katika terjatuh, dijewer sebab terkadang masih sedikit menjengkelkan, masih
remang untuk menempatkan diri di keseimbangan hidup. Sebab itulah poci maiyah
masih akan terus
berusaha mencari cahaya, bersyukur jika ternyata Sang Maha Cahaya
lah yang datang menghapiri dan menerangi langkah-langkah poci maiyah kedepan.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَكُم بُرْهَٰنٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكُمْ نُورًا مُّبِينًا
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad dengan mu’jizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Qur’an)"
Maka bermula dari pertemuan Kang Samsul, Kang Ali, Kang Reza, Kang Nahar, Kang Azis, Kang Fahmi pada Jumat 27 Januari
2017 di Kedai Gold n Coffe di sebelah utara Masjid Agung Slawi. Yang atas izin Allah kemudian kami merencanakan adanya pertemuan rutin di
GBN setiap Jumat mala di minggu pertama setiap bulan. Pertemuan pertama diawali pada
jumat pertama bulan Februari 2017 saat itu belum tersebutlah nama Poci Maiyah. Kemudian
pertemuan kedua di jumat pertama bulan Maret 2017 yang saat itu dihadiri sedulur-sedulur yang
aktif di Kenduri Cinta, dan diputuskanlah pada pertemuan malam itu lingkar maiyah tegal
kita sebut dengan Poci Maiyah.
Kehadiran Om Zen juga turut menyemangati para penggiat
Poci Maiyah, setiap satu minggu sebelum acara GBN berlangsung Gubug Sholawat
menjadi pertemuan yang sakral dalam perjalanannya Om Zen bagaikan orang tua
para pegiat Poci Maiyah yang selalu meng uut illahi kami-kami para Pegiat Poci
Maiyah. Beberapa tema pertemuan yang telah dijalani para pegiat Poci Maiyah
antara lain : Rencana Pembuatan Simpul Maiyah Tegal, Pengukuhan Poci Maiyah ,
Mengulang Kembali Cahaya Cinta Maiyah, Sejarah Islam
di wilayah Pantura, Puasa Sepanjang Hidup, Salam-Salaman, Ketuhanan di Semak Belukar
Indonesia, Pintu Muhammad, Solusi Segitiga Cinta, Insya Allah Maiyah, “Ndadak, Nduduk,
Ndidik, Ndadekna” dan Nyah-Nyoh. Semua dikaji, semua diuji,
ditelaah, ditadabburi, adapun
hasil? semoga Allah senantiasa menjaga
kesucian rahasia para pecintaNya sehingga terhindar dari ujub atau rasa GR.
Maka untuk penutup
tulisan ini, semoga seluruh
sedulur-sedulur yang hadir berkenan untuk mendo'akan diri kita semua, saudara-saudara yang dilanda banjir pada
wilayahnya dan untuk negeri ini, untuk
Indonesia.
“Sekiranya hari kiamat hendak terjadi, sedangkan di tangan salah seorang diantara kalian ada bibit kurma maka apabila dia mampu menanam sebelum terjadi kiamat maka hendaklah dia menanamnya.”
*Lingkar Gagang Poci