Rabu, 22 Agustus 2018

Mbah Wali Update Status

Malam itu Mbah Wali didaulat, lebih tepatnya ialah dipaksa menjadi seorang bupati. Sontak Mbah Wali mengeluarkan ribuan jurus silat lidah untuk menolaknya, namun tak berhasil, tak ada satupun masyarakat di kabupaten yang kasihan kepadanya. Mbah Wali tetap diangkat menjadi bupati.

Sepulangnya dari rapat akbar itu Mbah Wali galau. Belum masuk rumah, Mbah Wali duduk merenung sendirian di teras rumahnya. Apa yang harus dilakukan untuk kabupaten yang baru ia bentuk bersama teman-temannya itu. Mbah Wali buka gajet lalu update status.

"Tuhannn, aku galau!"

Mbah Wali mendapatkan ilham, seperti mendapat jawaban. Ia mencoba menerawang jauh ke ribuan taun yang lalu. Tetang kisah hijrah Nabi Muhammad dan pembentukan negara Madinah, beliau tidak membangun perekonomian ataupun infastuktur. Namun langkah yang pertama ialah beliau mempersaudarakan kaum muhajirin dan anshar. Mbah Wali pun update status lagi.

"Thank You Tuhan. Aku sudah menemukan jawabanya. Yah... langkah yang pertama untuk kabupaten baru adalah mempererat tali persaudaraan antar penduduknya"

Waktu sudah hampir 13 bulan. Sungguh malang nasibnya. Kasihan Mbah Wali, sekarang kabupatenya mulai dikenal di saentero negeri ini. Cilaka dua belas, yang muasalnya tak mau menjadi bupati, perlahan Mbah Wali mulai menikmati, bangga, dan sombong menempati kedudukanya. Mbah Wali galau jilid dua. Ia kembali update status.

"Tuhan apa yang harus aku lakukan?"

Kali ini Mbah Wali memperoleh jawaban melalui takwil mimpinya. Ia harus mengundurkan diri, mundur hingga terperosok ke jalan sunyi. Ia juga sudah tak mungkin mampu, sebab untuk kabupaten yang sudah mulai berumur, yang dibutuhkan ialah bukan hanya soal persaudaraan lagi. Tapi harus lebih dari itu. Persaudaraan adalah ibarat biji yang ditanam, lalu tumbuh menjadi pohon rindang, daunnya meneduhkan dan buahnya bisa dipetik sesuai kemanfaatan.

Di status instagramnya Mbah Wali sok tegas. Begini katanya.

"Bagaimanapun caranya aku harus mundur, harus digantikan oleh yang lebih pantas. harus!"

Pukul dua belas malam. Mbah Wali bersemedi diruang rindu, lalu memejamkan kedua bola matanya. Ia sudah benar benar resah, ingin secepatnya lengser dari tahta tertinggi di kabupaten. Sial, saat semedi tadi ternyata Mbah Wali bablas tertidur pulas. Bahkan si semprul itu bangun kesiangan, subuhnya pun beriringan dengan dhuha.


*Mohamad Samsul Hadi