Rabu, 03 Juli 2019

As Shidiq



Mukadimah Poci Maiyah Juli 2019
Oleh : Abdullah Farid 

Assalamualaikum, wr. wb.

Pertemuan bulan ini, Poci Maiyah akan mengajak sedulur-sedulur untuk piknik, rihlah, wisata, atau setidaknya ziarah. Qul sirru fil ardli fandhuru kayfa kana aqibatul minal mukadzibin. Yap, mukadzibin, para pendusta. Kita akan berjalan-jalan, melakukan petualangan spiritual dan intelektual sampai dini hari nanti, untuk semakin mengenal diri dan mudah-mudahan semakin mesra frekuensi keimanan kita pada Allah dan Rasulullah.

Lawan dari 'as shidiq', yang paling sederhana kita pahami adalah dusta, para pendusta, al mukadzibin. Apakah kita termasuk itu?

Sebelum berangkat berjalan-jalan, kita akan mengawalinya dengan empat terminal. Ash Shidiq yang dimaknai kejujuran (terminal pertama), ash Shidiq yang dimaknai 'yang membenarkan kebenaran rasulullah' (terminal kedua), ash Shodiq/shodiqoh yang dimaknai teman seiman, se-frekuensi (terminal ketiga), dan shodaqoh yang dimaknai memberikan apa yang kita cinta untuk Tuhan atau utusannya. Kita jelajahi dulu saja terminalnya satu-satu, sebelum bus poci maiyah berangkat. Mari...

Terminal pertama adalah ash Shidiq yang dimaknai kejujuran. Kualitas diri yang di jaman ini semakin direndahkan, seperti akhlak nabi yang lain, saking tingginya martabat manusia jaman ini. Ada kecenderungan peradaban yang semakin 'jereng', juling, yang menganggap akhlak nabawi adalah hal murahan, sedangkan bermegah-megahan dalam bentuk apapun diperebutkan. Tak bisa membedakan mana roti dan mana tai. Di maiyah kita belajar untuk menyederhanakan yang rumit, dan menyelami kesederhanaan yang ternyata dinamis, memiliki keruwetan ketika kita mendalaminya. Ada kejujuran yang justru menyelamatkan, tapi juga ada kondisi-kondisi tertentu yang jika kita jujur saat itu bisa celaka kita. Misalnya, jujur ketika masakan istri ternyata nggak enak, dsb. Ada kondisi-kondisi yang mengharuskan kita untuk bohong, bukan untuk menyelamatkan diri sendiri, tapi lebih besar dari itu. Misalnya ketika Mbah Nun menghadang rombongan truk di kalimantan sana berdialektika dengan bahasa yang sangat baik, demi tidak terjadinya perang yang lebih besar antara dayak dan madura. Ada kejujuran yang dikemas dengan bahasa yang bertele-tele, ada orang yang sengaja menerima kebohongan untuk menyelamatkan harga diri orang yang berbicara dengannya (seperti apapun engkau lukai aku, bohongi aku, hati ini tetap mencintaimu), ada juga kejujuran yang harus dimodifikasi karena aturan yang justru menuntut orang-orang di dalamnya untuk berbohong. Terminal satu, luas juga ya.

Terminal kedua adalah ash Shidiq yang dimaknai 'yang membenarkan kebenaran rasulullah'. Kisah ketika abu bakar 100% yakin dengan kisah isra mi'raj sang nabi. Melakukan perjalanan mekah-palestina hanya semalam, yang di jaman itu belum ada pesawat terbang, jet, atau ojek/onta online. Kabar menggemparkan yang menjadikan banyak orang mukmin meragukan kerasulan Muhammad Ibn Abdullah, sebagian murtad, dan hanya setengah jumlah orang mukmin saat itu yang masih menjaga keimanannya. Ahadzaladzi ba'atsallahu rasula? mereka yang murtad dan keimanannya goyah termakan omongan orang-orang kafir quraishi. Bahasa tegale, 'Nyong yakin sampean rasul, tapi ya aja mblandrangen nemen. Mekah-Palestina kok ya sawengi?'. Tapi juga masih ada yang tetap dalam keimanannya, dan mereka diimami oleh Abu Bakr yang kelak mendapat gelar 'ash shidiq', yang membenarkan kebenaran. Orang-orang dengan keimanan konstan, ajeg, badai atau kabar buruk seperti apapun, allah dan rasulullah tetaplah yang nomor satu dalam hatinya. Huwa anzalas sakinataw fi qulubil mukminin liyazdadu imana ma'a imanihim. Lalu, itu kan dulu. Memangnya kita juga bisa menjadi golongan orang-orang yang membenarkan kebenaran rasul di jaman yang seperti ini?

Terminal ketiga adalah ash Shodiq/shodiqoh. Teman seiman, sefrekuensi, yang dalam hal ini, tak mungkin kita datang di poci maiyah bukan karena (setidaknya) getaran frekuensi yang sama. Karena tak mungkin, frekuensi yang berbeda itu mau membaur berlama-lama bersama. Marojal bahroyna yal taqiyan, baynahuma barzakhu la yabghiyan. Akan selalu ada batas antara dua hal berbeda sekalipun berada dalam satu dimensi. Dan dalam jalan nabi, kita diajarkan bukan hanya untuk berteman, bersaudara sepintas lalu saja. Pertemanan kita adalah ikatan dunia akhirat, tak terbatasi waktu, tak terputus wilayah. Allahumaghfirlana wali-walidayna, wa lil mukminina wal mukminat al ahya'i minhum wal amwat. Meski memang tak bisa kita video call dengan mereka yang sudah di alam kubur. Susah.

Terminal terakhir adalah shodaqoh. Mengorbankan diri, memberi apa yang kita cinta demi allah dan rasulullah. Tak harus materi, karena ternyata meluangkan waktu untuk berdzikir setelah subuh, atau kapanpun kita mampu, itu juga shodaqoh. Tersenyum pada saudara, juga shodaqoh. Tapi tentu itu tak bisa kita samakan dengan kencleng jumatan yang melewati kita. Mensenyumi kencleng justru akan terasa tempang (Otaknya). Dan apa yang lebih besar dari jual-beli, memberikan apa yang kita cinta untuk allah dan rasulullah? Innallahasy taroo minal mukminina anfusahum wa amwalahum. Kita telah dibeli dengan pembelian yang sangat besar, tidakkah kita berpikir, jika kita ini milik-Nya, mengapa Dia harus membeli sesuatu yang sudah Dia miliki?

Nah, bus poci maiyah hendak berangkat. Kencangkan sabuk pengaman. Siapkan snack, karena ini akan lebih lama dan asyik ketimbang menonton Avenger : Endgame. Insya Allah Bismillahirrohmanirrohiim.