Reportase
Poci Maiyah Desember 2019
Oleh :
Rizky Eka Kurniawan
Jum’at sore Ba’dha Magrib menjelang
Isya, Yi Fahmi yang sudah tiba di belakang Monumen GBN memberikan kabar bahwa
kondisi malam itu mendung, dan diperkirakan akan segera turun hujan lebat. Melalui
pesat singkat di grup WhatsApp, Yi Fahmi menyampaikan bahwa sepertinya Maiyahan
malam itu tidak bisa di gelar di Monumen GBN, karena perlahan gerimis yang
mulai mengguyur dan lokasi tersebut adalah monumen terbuka yang hanya
beratapkan langit. Setelah beberapa saat salah satu sedulur pegiat merespon
dengan menawarkan tempat di Galery Gedung Rakyat, dan ia langsung menghubungi
salah satu pengurus Galery tersebut dan mendapat respon baik. Alhasil dengan gerak cepat para sedulur lain
yang saat itu sudah tiba di belakang GBN untuk menata peralatan, bersiap-siap
untuk boyongan dari Monumen GBN
menuju Galery Gedung Rakyat dan menata tempat, peralatan dan sebagainya untuk
melangsungkan gelaran Sinau Bareng PM Desember.
Informasi segera disebar di
sosial media bahwa gelaran Poci Maiyah tetap dilakukan malam ini meskipun dalam keadaan hujan dan berpindah
tempat di Galery Gedung Rakyat Slawi.
Tak
disangka perjuangan sedulur-sedulur Poci Maiyah tak sia-sia, orang-orang tetap
datang untuk ikut Maiyahan meskipun mereka rela hujan-hujanan bahkan ada yang
sampai dari Pemalang, datang untuk maiyahan, begitu mesranya suasana semesta
malam itu saling mengerti untuk tetap mengadakan acara Maiyahan di malam ini, mereka
yang datang merasa seneng dan bahagia karena acara Maiyahan yang mereka
nantikan tetap berlangsung seperti biasanya.
Tadarus mukhodimah dimulai
seperti biasanya, lingkaran kasih sayang semakin hangat terasa setelah
pembacaan selesai, butir-butir hikmah mulai meresap di pikiran-pikiran para sedulur.
Kang Mustofa memulai pembahasan
dengan mempempersilahkan para sedulur maiyah untuk merespon isi dari mukodimah
malam ini, Mbah Nahar pun akhirnya angkat bicara mengulas mukodimah bertemakan Kordinat
Akar (Ngoyod) “akar bagi saya
adalah sesuatu yang tidak nampak dan jarang dilihat banyak orang, seharusnya
ketika kita melihat sesuatu itu secara utuh bukan hanya yangtampilsajatetapi
juga mencangkup sesuatu yang tersembuyi, sama ketika kita meihat Imam Syafi’i
sebagai ulama besar kita hanya melihat sesuatu yang tampak saja tanpa melihat
akarnyayang membuat Imam Syafi’i menjadi ulama, akar tersebua adalahperjuangan ayah
dan ibunya yang mampu menjaga dirinya makanan subhatdan mendidik anaknya dengan
baik sehingga mampu melahirkanseorang anak yang menjadi ulama terkemuka”. Akar
dalam pandangan Mbah Nahar adalah sesuatu yang menguatkan dan mepertahankan, Yi
Fami juga menegaskan bahwa akar merupakan sesuatu yang tidak terlihat tapi kuat,
bahkan dalam salah satu kalimat dalam kitab al-Hikam mengatakan “Jika
sesuatu tidak ditanam dalam-dalam bagaimana mungkin mengelurkan buah yang
baik?”dari sini kita mengetahui bahwasanya akar tidak hanya menguatkan
namun juga mempengaruhi tumbuh berkembangnya tanaman untuk menghasilkan buah
yang baik, tanaman (pohon) di sini dimaknai sebagai suatu tatanan utuh yang
membangun kehidupan dan akar merupakan salah satu bagian dari pohon yang terpenting,
meskipun tidak terlihat tapi ia berperan banyak untuk pertumbuhan tanaman. Akarlah
yang mencari air untuk menghidupi, akar pula yang menguatkan tamanan untuk
tetap tegak berdiri.
Tak lama setelah Yi Fahmi memberikan
sedikit penjelasan tentang akar salah satu sedulur maiyah yang bernama Mas Adhe
Prasetio dari Kabunan menanggapi, menurutnya akar memanglah bagian terpenting
dalam tumbuhan yang mempengaruhi tumbuh berkembangnya semua bagian tumbuhan
termasuk batang, ranting, dedaunan dan buah ,tetapi ada yang lebih penting lagi
daripada akar yaitu tanah, air dan tempat di mana tumbuhan tersebut tumbuh. Ketiga
hal tersebut memiliki peranan lebih yang lebih besar daripada akar. Mungkin
yang dimaksudkan adalah bahwa faktor luar juga termasuk hal terpenting dalam
kehidupan, air adalah sumber energi yang akan diserap oleh akar dan tanah
adalah tempat akar menjalar, tanpa kedua hal tersebut akar tak akan bisa
berperan. Mas Adhe menjabarkan bahwa air, tanah, dan temapatdimana tumbuhan itu
ditempatkan adalah salah satu takdir Tuhan yang berperan besar dalam tumbuh berkembangnya
kehidupan.
Semakin malam pembahasan kata Ngoyod atau dalam bahasa Indonesia umumnya
disebut sebagai akar semakin memiliki banyak arti filosofis yang beraneka. sedulur-sedulur
maiyah malam ini lebih memaknani akar sebagai salah satu hal yang terpenting
dalam berlangsungnya kehidupan, namun Mas Jek juga ikut menjelaskan asal mula
munculnya tema Kordinat Akar (Ngoyod)
mulanya dalam satu pembahasan bersama sedulur-sedulur Poci Maiyah bawasanya ngoyod (akar) dalam tradisi masyarat
sekitar di berbagai daerah juga sering dimaknai sebagai suatu hal negatif, kita
sering mendengarnya ketika seseorang bermain terlalu lama atau sedang nongkrong
untuk sekedar bermain gaple, ngopi dan merokok di salah satu tempat dan
membuang banyak waktunya secara sia-sia orang-orang Tegal dan sekitarnya
biasanya menegurnya dengan perkataan sinis seperti“dolan sue nemen nganti ngoyod.”
Ngoyod di sini diartikan sebagai
seseorang yang tak mau beranjak dan membuang waktunya secara percuma untuk
bermain seharian dan lupa untuk pulang, namun dipembahasan kali ini Poci Maiyah
mengangkat tema Ngoyod sebagai
sesuatu hal yang positif, seusuatu yang pengertiannya bisa disamakan dengan
kata membumi, mendalam, mendasar. Beberapa kata tersebuat adalah kata untuk
mengungkapkan suatu pakem untuk tumbuh dan berkembangnya seseorang agar
kelakuannya tidak menyimpang dari nilai-nilai yang telah ditanamkan. Apabila
ditelusuri secara mendalam maka kita akan menemukan jika akar memang menjadi bagaian yang sangat
penting untuk berlangsungnya kehidupan tamanan, akar memiliki banyak peranan
untuk mencari air sebagai makanan tanaman, mengalirkan air keseluruh bagain
tanaman, menjadi penompang agar tanaman tidak tumbang. Meski begitu akar tidak pernah
menampakan kebaikan-kebaikannya keluar, akar selalu berada didalam dan terus
melakukan kebaikan-kebaikan demi keberlangsungan kehidupan.
Berikutnya Maa Jek juga merespons
pejelasan Mas Adhe yang mengenai tempat di mana tumbuhan ditanamkan juga sangat
berpengaruh dalam kehidupan. Mas Jek membagikan pengalamannya yang selama 6
Tahun hidup di Semarang, dia pernah meneliti suatu desa di perbukitan bersama
teman-temannya, tepatnya di Desa Karangwungu, Kabupaten Semarang, sebuah daerah
yang masih termasuk daerah pegunungan tetapi sulit mendapatkan air. Terasa aneh
jika seperti itu, biasanya daerah-daerah perbukitan memiliki sumber air yang
melimpah, namun daerah ini malah kekurangan air. Salah satu penyebabnya adalah adanya
program pemerintah yang melakukan reboisasi di daerah tersebut. Bibit-bibit pohon
ditanamkan dan lambat laun pohon-pohon tersebut menjadi besar, pohon tersebut
adalah pohon merkusi yang berasal dari Sumatra dan setelah diteliti ternyata
pohon itu adalah pohon yang menyerap air paling banyak di dunia, efek yang
ditimbulkan dari penanaman pohon tersebut adalah tumbuhan-tumbuhan lain menjadi
sulit untuk hidup. Beberapa tanaman karena tidak mendapatkan
jatah air yang cukup, air-air didaerah tersebut diserap banyak oleh pohon merkusi
yang menyebabkan warga sekitar juga kesulitan untuk mencari air, dari hasil
penelitian yang dilakukan mengungkapkan bahwa pohon tersebut tidak bisa
ditempatkan di suatu tempat yang tingkat turun hujan dan kadar air dalam
tanahnya rendah, ketidakseimbangan terjadi dalam desa tersebut karena tingkat hujan
di desa tersebut rendah sedangkan pohon merkusi adalah pohon yang menyerap
banyak air untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan begitu antara pohon dan tempat
untuk menanamnya harus disesuaikan, jika tidak maka ketidakseimbangan akan
terjadi dan merugikan banyak mahluk hidup di sekitar, pada akhirnya pohon-pohon
tersebut ditebang untuk memulihkan keadaan desa.
Dalam kehidupan bermasyarakat
juga sama, dicontohkan semisal ada santri yang memiliki akar pendidikan
pesantren dan menguasai banyak kitab ditempatkan di tempat yang terbilang
banyak melakukan keburukan, tempat yang masyarakatnya sering mabuk-mabukan,
berjudi dan perbuatan dosa lainya, untuk bisa diterima dimasyarakat santri
tersebut tidak bisa sepenuhnya membawa kehidupan pesanteran ke tempat itu,
masyarakat sekitar pastinya akan menggap dirinya sok alim dan melolak ia, perlu
ada sedikit penyesuaian dengan masyarakat tersebut tanpa harus keluar dari
nilai-nilai kebaikan yang telah ditanamkan dalam-dalam, tidak langsung
mengkafir-kafirkan mereka namun secara perlahan terus berbuat kebaikan dan
mengajak mereka pelan-pelan untuk berjalan di jalan yang benar. Itu sebabnya
seseorang harus memiliki banyak akar agar ketika ditempatkan di manapun ia bisa
meyesuaikan dengan tempatnya. “Ibarat bunga teratai dimanapun ia ditempatkan
di air yang jernih ataupun keruh, bunga teratai akan tetap mekar dengan penuh
keindahan”.