Senin, 30 Desember 2019

Koen Bisa Apa?



Mukadimah Poci Maiyah Januari 2020

Oleh : Seh Subkhi


Tafakkaruu fi kholqillah walaa tafakkaru Fii dzatillah.
Allah SWT maha segalanya.

Coba renungkan di dalam tubuh kita sendiri apakah kita sendiri yang mengendalikannya, ataukah ada pengendali di luar kemampuan kita. Jika kita merasa menguasi, memiliki diri kita sendiri, mampukah kita mengatur sekedar kapan kita akan kencing atau buang air besar? Mampukah kita meniup mata kita sendiri yang kelilipan? Atau lebih jauh lagi, jika tangan kanan gatal, apakah ia bisa menggaruknya sendiri? Bagaimana dengan mata, apakah ia bisa saling berpandangan? Jangan dicoba, puyeng nanti.

Maka, wa fil ardli aayatul lil muuqinin, wa fii anfushikum afala tubshirun? Dia, Raja kita, yang bahkan tanpa kita berdoa pun memberikan semua yang kita butuhkan, menunjukan tanda-tanda (keberadaan-Nya) di segala penjuru bumi, dan dirimu sendiri. Afala tubshirun. Tidakkah engkau melihat? Yap, melihat. Maka di atas kita awali, tafakkaru fii kholqillah, wa la tafakkaru fii Dzatillah. Lihatlah, kemudian pikirkanlah, apa yang Allah ciptakan, bukan sok-sok-a atau gal gil ingin melihat Allah, kemudian memikirkan-Nya, Dia seperti apa, di mana, semalam dapat berapa... (Lah kok nyanyi? wkwk). Jangan ikuti langkah setan yang memalingkan kita dari ciptaan-Nya, kepada Dzat-Nya. Kita bisa apa?


KOEN BISA APA???

Misal ;
1. Bisa Menggali tanah kuburan.
Menggali tanah, bukan sebuah pencarian/pekerjaan untuk diri sendiri melainkan suatu amaliah untuk orang lain, dan itu pun tak sepenuhnya mampu dilakukan oleh diri si penggali kubur sendiri. Bagaimana ia mengukur ketepatan panjang x lebar x kedalaman. Bagaimana agar pas tidak mengenai mayit yang ditimpa (misalnya), memperkirakan kondisi air tanah dan sebagainya. Ada usaha manusia yang harus segaris dengan kehendak Allah.

KOEN BISA APA???

2. Pun seorang penggali kubur, seperti semua manusia, bahkan makhluk hidup, ia harus menggali kemampuan atau bekal apa yang aku bisa untuk tetap layak diberikan hak hidup dan menjalani qadar Allah. Koen bisa apa? bukan pertanyaan merendahkan, melainkan pertanyaan mendasar yang bisa kita maknai (salah satunya), apa yang Tuhan khususkan untukku dalam hidup ini? Dan tak ada jawaban seperti :

Kek nyonk sih apa, ora bisa apa-apa
Nyonk tah makmum wong bodo sih
Nyonk yak ora ngerti nyonk bisa apa
Aku mah apa atuuuh... (Yak nembang maning..)

Jawaban seperti di atas adil, jika diucapkan ketika sedang berkeluh kesah, bermesraan dalam kesunyian bersama-Nya. Tapi dholim ketika diucapkan di hadapan manusia. Karena, ini kita pakai ilmu perbandingan, jika hewan atau tumbuhan, bahkan setiap partikel debu di semesta ini memiliki qodar, kemampuan khusus, mengapa manusia yang secara langsung pernah diajari Tuhan tak dititipi kapasitas apa-apa? Wa aladzi qodaro wa hada... robbana ma kholaqta hadza batiila...wa alamal adamal asma.


KOEN BISA APA?

3. Itu bisa kita maknai sebagai sinergi, kamu bisa apa dan aku bisa apa, mari kita lakukan kebaikan. Seperti yang sering Mbah Nun pesankan : Jangan berjalan di depanku, karena aku bukan pengikutmu. Jangan berjalan di belakangku, karena aku bukan pemimpinmu, berjalanlah di sisiku bersama menuju cinta-Nya.

Karena tak mungkin sesuatu dapat terselesaikan tanpa sinergi, kerjasama, persilangan jalan kebaikan, meski setiap manusia memiliki jalan hidup masing-masing. Matahari di siang hari, sedang bintang dan bulan di malam hari. Gunung menjulang menjadikan bumi tak goyang, dan laut yang dalam menyimpan begitu banyak yang manusia butuhkan. Tangan kanan harus bersinergi dengan tangan kiri, begitu juga mata, telinga, mulut dan sebagainya. Tidak ada orang bodoh mutlak, seperti halnya orang cerdas mutlak. Bahkan Rasulullah pun oleh Allah dikehendaki untuk lupa, sanuqri-uka fa la tansaa, illa masyaa allah. Maka dibukakanlah pintu saling mengingatkan, tawashou bil haq wa tawashou bish shobr wa bil marhamah. Kita mungkin cerdas di satu sisi, tapi memiliki kebodohan di sisi yang lain. Kita mungkin banyak hal yang bodoh dalam sekian hal, tapi pasti memiliki kecerdasan di hal-hal tertentu. Tuhan tak marah dengan kebodohan yang kita miliki selama terus belajar. Tapi Dia akan marah ketika kita mengerti, bahkan membaca dan memahami kitab-Nya namun menyembunyikan itu, apalagi untuk diri kita sendiri. Paham, tapi menolak untuk melakukan tanpa alasan yang adil.


أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتٰبَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?