Kamis, 09 Januari 2020

Pemuda yang Menempuh Jalan Cinta

Catatan Singkat Sinau Bareng Poci Maiyah Januari 2020
Oleh : Lingkar Gagang Poci



Sekelumit ekspresi beliau sepertinya sudah sangat kelelahan, ada nanar mata sedikit putus asa dan ingin meluapkan amarah pada sorot matanya. Tapi, siapapun yang berada pada posisi beliau, mungkin akan sangat mafhum kenapa itu bisa merasukinya.

Hujan cukup kerap, beberapa jamaah sudah tiba, persiapan belum juga beres, soundsystem entah kenapa menjadi sulit settingannya, ditambah beberapa penggiat nyaman duduk menunggu , dan waktu menunjukan semakin larut di ruang sempit rutinan pada malam itu. Melihat atmosfer ini saja sudah cukup membuat canggung dan menambah panik. Apalagi jika kemungkinan besar beliau juga belum makan, ini bisa sangat berbahaya. Karena manusia yang meluapkan amarah bisa jauh lebih mengerikan ketimbang gorila yang dirusak sarangnya.

Tapi Robb begitu sayang terhadap pemuda yang disebut "Beliau" di catatan ini. Bagaimana tidak? Ada istilah unik di Maiyah berbunyi "Jika engkau belum bisa menyelesaikan masalah di sekitarmu, minimal jangan menambah-nambah masalah."

Dan terlihat sepertinya tidak ada yang menggoda beliau dengan cara absurd (meludahi mukanya semisal) untuk sampai meledak amarahnya. Dan bisa jadi, inilah yang membuat beliau mulia di Sisi Allah.

Karena saya rasa, ikhtiarnya tidak menjadi sia-sia dengan hadirnya jumlah jamaah yang tidak kunjung habis semakin berlarutnya malam. Cukup aneh, dengan kondisi hujan tapi kuantitas jamaah malah semakin ramai. Ada yang mengenakan jas hujan, ada yang rombongan membawa mobil, ada yang baru saja melepas jas hujannya langsung membantu meracik kopi untuk para sedulur lainnya. Ah, beliau hanya seorang pemuda dengan postur yang sederhana juga. Jomblo yang sedang belajar berlatih menempuh jalan Cinta, menikmati laku rohman serta menyelami makna rahmah. Namanya Wisnu.

Mungkin makna namanya sedang berdenyut dan menyala perlahan malam itu untuk mengutuhkan siklus perjalanannya. Seperti Dewa Wisnu dalam mitologi kuno yang berperan memelihara dan melindungi segala ciptaan Brahman, seperti itu juga Beliau, Mas Wisnu pada malam itu.

Selaian Mas Wisnu terlihat pemuda lainnya sedang menyeduh kopi membuat malam yang dingin itu terasa hangat. Dingin menjadi ilusi dan kehangatan menjadi kenyataan paling murni. Ada cinta, lewat seduhan kopi yang mereka buat. Dengan seduhan kopi para jamaah mulai merasakan kehangatan cinta mereka. Meskipun malam belum usai meredakan tangisnya. 

Beberapa jama'ah terlihat menggigil kedinginan menggunakan jaket tebal, salah satu pegiat datang di hadapannya, menghidangkan kopi yang telah dibawa. Jama'ah tersebut tersenyum bahagia. Memimum kopi yang telah berada di tangan kanannya, wajahnya ceria seperti terkena cahaya mentari di pagi hari, lalu berkata, "Terimakasih ya untuk kopinya..."

Seduhan kopi yang ia bawa, membuat hangat tubuh para jama'ah yang meminumnya. Begitulah cinta bereaksi sebanding dengan ekspresi cinta yang telah diberi. Ekspresi-ekspresi cinta yang mereka berikan adalah bentuk sederhana dari ungkapan cinta yang bisu tanpa mengharapkan pengakuan. Melalui ketulusan hatinya, selimut-selimut cinta tercipta. Menyelimuti jama'ah yang telah duduk melingkar di malam hari itu, melalui selimut tersebut kehangatan terasa dalam tiap-tiap jiwa yang ada.

Adalah mustahil bagi manusia untuk memberikan sesuatu yang tidak mereka punya. Seseorang tidak akan bisa memberikan cinta, jika dia tidak memiliki cinta dalam dirinya. Maka begitu mereka sesungguhnya telah menemukan cinta tersebut dalam dirinya karena telah mampu memberikan cinta yang mereka punya kepada orang-orang yang di sekitarnya.

Kedua Pemuda tersebut adalah Mas Oman dan Mas Bashit yang selalu singap membuatkan kopi di setiap maiyahan. Mereka-mereka adalah pemuda yang menempuh jalan cinta, yang telah mampu berperan bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya, apa yang mereka lakukan adalah sebuah bentuk estetika yang indah yang mampu membuat orang-orang yang dekat dengannya merasakan keramahan, kasih sayang, dan kelembutan hati, merekalah para penempu jalan cinta sebagaimana yang pernah dikatakan Mbah Nun “Lakukan apa yang kamu kerjakan didunia ini karena untuk perjalanancintamu kepada Allah”

Dan Judul tema pada malam itu yang merupakan pertanyaan singkat berbahasa Tegalan"Koen Bisa Apa?" seakan telah terjawab melalui perlakuan, perbuatan, dan segala apa yang telah mereka kerjakan. Mereka telah menjawab pertanyaan tersebut tanpa menggunakan kata, namun sangat terasa meresap hangat ke dalam jiwa, karena pada dasarnya menyatakan cinta adalah hal yang mudah tapi pernyataan cinta itu butuh bukti dan fakta.