Catatan Singkat Sinau Bareng Poci Maiyah Januari 2020
Oleh : Lingkar Gagang Poci
Oleh : Lingkar Gagang Poci
Sekelumit
ekspresi beliau sepertinya sudah sangat kelelahan, ada nanar mata sedikit putus
asa dan ingin meluapkan amarah pada sorot matanya. Tapi, siapapun yang berada
pada posisi beliau, mungkin akan sangat mafhum kenapa itu bisa merasukinya.
Hujan
cukup kerap, beberapa jamaah sudah tiba, persiapan belum juga beres,
soundsystem entah kenapa menjadi sulit settingannya, ditambah beberapa penggiat
nyaman duduk menunggu , dan waktu menunjukan semakin larut di ruang sempit
rutinan pada malam itu. Melihat atmosfer ini saja sudah cukup membuat canggung
dan menambah panik. Apalagi jika kemungkinan besar beliau juga belum makan, ini
bisa sangat berbahaya. Karena manusia yang meluapkan amarah bisa jauh lebih
mengerikan ketimbang gorila yang dirusak sarangnya.
Tapi
Robb begitu sayang terhadap pemuda yang disebut "Beliau" di catatan
ini. Bagaimana tidak? Ada istilah unik di Maiyah berbunyi "Jika engkau
belum bisa menyelesaikan masalah di sekitarmu, minimal jangan menambah-nambah
masalah."
Dan
terlihat sepertinya tidak ada yang menggoda beliau dengan cara absurd (meludahi
mukanya semisal) untuk sampai meledak amarahnya. Dan bisa jadi, inilah yang
membuat beliau mulia di Sisi Allah.
Karena
saya rasa, ikhtiarnya tidak menjadi sia-sia dengan hadirnya jumlah jamaah yang
tidak kunjung habis semakin berlarutnya malam. Cukup aneh, dengan kondisi hujan
tapi kuantitas jamaah malah semakin ramai. Ada yang mengenakan jas hujan, ada
yang rombongan membawa mobil, ada yang baru saja melepas jas hujannya langsung
membantu meracik kopi untuk para sedulur lainnya. Ah, beliau hanya seorang
pemuda dengan postur yang sederhana juga. Jomblo yang sedang belajar berlatih
menempuh jalan Cinta, menikmati laku rohman serta menyelami makna rahmah.
Namanya Wisnu.
Mungkin
makna namanya sedang berdenyut dan menyala perlahan malam itu untuk mengutuhkan
siklus perjalanannya. Seperti Dewa Wisnu dalam mitologi kuno yang berperan
memelihara dan melindungi segala ciptaan Brahman, seperti itu juga Beliau, Mas
Wisnu pada malam itu.
Selaian
Mas Wisnu terlihat pemuda lainnya sedang menyeduh kopi membuat malam yang dingin
itu terasa hangat. Dingin menjadi ilusi dan kehangatan menjadi kenyataan paling
murni. Ada cinta, lewat seduhan kopi yang mereka buat. Dengan seduhan kopi para
jamaah mulai merasakan kehangatan cinta mereka. Meskipun malam belum usai
meredakan tangisnya.
Beberapa jama'ah terlihat menggigil kedinginan menggunakan
jaket tebal, salah satu pegiat datang di hadapannya, menghidangkan kopi yang
telah dibawa. Jama'ah tersebut tersenyum bahagia. Memimum kopi yang telah
berada di tangan kanannya, wajahnya ceria seperti terkena cahaya mentari di pagi
hari, lalu berkata, "Terimakasih
ya untuk kopinya..."
Seduhan
kopi yang ia bawa, membuat hangat tubuh para jama'ah yang meminumnya. Begitulah
cinta bereaksi sebanding dengan ekspresi cinta yang telah diberi. Ekspresi-ekspresi
cinta yang mereka berikan adalah bentuk sederhana dari ungkapan cinta yang bisu
tanpa mengharapkan pengakuan. Melalui ketulusan hatinya, selimut-selimut cinta
tercipta. Menyelimuti jama'ah yang telah duduk melingkar di malam hari itu,
melalui selimut tersebut kehangatan terasa dalam tiap-tiap jiwa yang ada.
Adalah
mustahil bagi manusia untuk memberikan sesuatu yang tidak mereka punya.
Seseorang tidak akan bisa memberikan cinta, jika dia tidak memiliki cinta dalam
dirinya. Maka begitu mereka sesungguhnya telah menemukan cinta tersebut dalam
dirinya karena telah mampu memberikan cinta yang mereka punya kepada
orang-orang yang di sekitarnya.
Kedua Pemuda tersebut adalah Mas Oman dan Mas
Bashit yang selalu singap membuatkan kopi di setiap maiyahan. Mereka-mereka
adalah pemuda yang menempuh jalan cinta, yang telah mampu berperan bermanfaat
bagi orang-orang di sekitarnya, apa yang mereka lakukan adalah sebuah bentuk
estetika yang indah yang mampu membuat orang-orang yang dekat dengannya merasakan
keramahan, kasih sayang, dan kelembutan hati, merekalah para penempu jalan
cinta sebagaimana yang pernah dikatakan Mbah Nun “Lakukan apa yang kamu
kerjakan didunia ini karena untuk perjalanancintamu kepada Allah”
Dan Judul
tema pada malam itu yang merupakan pertanyaan singkat berbahasa Tegalan"Koen Bisa Apa?"
seakan telah terjawab melalui perlakuan, perbuatan, dan segala apa yang
telah mereka kerjakan. Mereka telah menjawab pertanyaan tersebut tanpa
menggunakan kata, namun sangat terasa meresap hangat ke dalam jiwa, karena pada
dasarnya menyatakan cinta adalah hal yang mudah tapi pernyataan cinta itu
butuh bukti dan fakta.