Senin, 30 Maret 2020

Lockdown Adalah Pertanyaan, Coronavirus Adalah Jawaban Yang Diam


"Semua pergerakan manusia adalah sebuah pertanyaan dan semua jawaban yang akan diterima selaras dengan pertanyaan yang diajukan" merupakan sebuah perkataan dari Rumi yang baru saja aku pahami.

Beberapa bulan akhir ini kita dikhawatirkan dengan menyebarnya coronavirus di berbagai daerah dan meningkatnya jumlah orang-orang yang telah positif terinfeksi covid-19. Hal tersebut membuat kita khawatir, takut, dan cemas untuk melakukan aktivitas keseharian kita. Bahkan semenjak pemerintah Kota Tegal mendapati ada 1 pasien yang positif terkena corona, Walikota Tegal, Deny Yon Supriyono langsung memutuskan untuk menutup semua akses ke wilayah Tegal menggunakan beton selama empat bulan. 49-50 titik akan ditutup menggunakan beton. Penutupan tersebut dilandasi atas rasa kekhawatirannya terhadap penularan coronavirus kepada warga Tegal, dikarenakan sebagian besar warga Tegal banyak yang merantau di luar kota terutama di Jakarta. Terhitung telah ada 495 orang yang telah positif corona di Jakarta. Jika orang-orang perantauan pulang ke Tegal memungkinkan bisa membawa dan menularkan virus ke orang-orang sekitar.

Berita tentang lokal lockdown yang di terapkan di Kota Tegal benar-benar menyebar dengan sangat cepat dan ramai di sosial media, melihat pemerintah Kota Tegal adalah yang pertama melakukan tindakan tersebut.

Kita telah melihat bahwa coronavirus adalah suatu masalah yang serius yang dihadapi oleh masyarakat global. Dalam salah satu postingan Facebook yang di kirim oleh Leo Pamungkas, ia mengirimkan tulisan dari salah satu filosof yang berpengaruh di zaman ini, Yuval Noah Harari yang telah di terjemahkan dalam Bahasa Indonesia. Yuval Noah Harari adalah Penulis buku Sapines, Homo Deus dan 21 Lesson for the 21st Century. Tertulis dalam salah satu tulisannya di Finansial Times, 21/3/20.

"Kemanusiaan menghadapi krisis global. Bisa jadi krisis terbesar dalam generasi kita. Keputusan pemerintah dan masyarakat yang diambil untuk beberapa minggu ke depan sangat mungkin bakal menentukan keputusan di tahun-tahun mendatang. Keputusan tersebut akan memberi bentuk bukan hanya tentang kesehatan kita, tapi juga ekonomi politik dan kebudayaan. Kita harus bertidak cepat dan meyakinkan sekaligus memperhitungkan konsekuensi jangka panjang akibat tindakan ini."

Bahkan menurut Yuval Noah Harari ketika kita telah memilih beberapa alternatif bukan hanya sekedar menangani sebuah ancaman namun lebih lagi tentang dunia apa yang akan kita huni? Setelah badai berlalu, kemanusiaan akan tetap bertahan, beberapa besar dari kita akan tetap hidup tetapi kita akan menghuni sebuah dunia yang berbeda.

Menyikapi Corona sudah dua minggu terakhir ini Mbah Nun juga rutin mengirim tulisan-tulisannya di website caknun.com. Terhitung sudah ada 26 tulisan yang telah ia tulis seputar corona. Pada Tulisannya yang berjudul Sholat Malam dan Rasa Bersalah. Mbah Nun menuliskan

"Di Maiyahan saya sering menanyakan kepada Jamaah siapa pelaku utama perubahan? Allah menyatakan “innalloha la yughoyyiru ma biqoumin hatta yughoyyiru ma bianfusihim”. Allah tidak mengubah nasib suatu kaum sampai kaum itu mengubah nasibnya sendiri.

Ummat manusia menyelenggarakan perubahan sejarah dengan membangun peradabannya dengan karakter Iblis, ilmu Dajjal dan budaya Ya’juj dan Ma’juj — maka Allah mengabulkannya dengan memuncaki setiap tahap perubahan yang dilakukan oleh manusia. Dan tatkala hari-hari ini semua penduduk bumi cemas, panik dan paranoid oleh Coronavirus, tak seorang pun bertanya: “Apakah kita selama ini salah sebagai manusia? Apa salah kita? Apa dosa kita? Apa dismanajemen kita? Apa pengingkaran kita atas keseyogyaan hidup?” "

Tulisan tersebut selaras dengan apa yang dikatakan oleh Yuval Noah Harari bahwa setelah badai corona ini berlalu kita akan menghuni dunia yang baru. Coronavirus memang telah merubah banyak kebiasaan masyarakat, bahkan mungkin telah sedikit berhasil untuk merevolusi mental masyarakat dunia. Masyarakat mulai mengambil alternatif untuk menyelamatkan dirinya, mereka mulai berfikir untuk mengutamakan kesehatan ketimbang kepentingan. Benar jika teman saya Abdullah Farid, salah satu jurnalis Poci Maiyah mengatakan jika Coronavirus telah mengajarkan umat manusia untuk rajin mencuci tangan.

Dalam sebuah rapat perusahaan saya mengatakan "Coronavirus mengakibatkan dampak psikologis yang besar pada masyarakat berupa rasa ketakutan, dan jika masyarakat berada dalam ketakutan makan ia tidak akan memikirkan yang lainnya kecuali dirinya sendiri, mereka akan sibuk menyelamatkan dirinya  sendiri. Itu berarti masyarakat tidak akan lagi konsumtif dan tingkat pasar kita akan menurun." Namun apalah pernyataan saya ini tidak benar-benar didengarkan. Beberapa masyarakat memang lebih memilih kesehatan ketimbang kepentingan namun jika kesehatan di sandingkan dengan ekonomi mereka akan kebingungan untuk memilihnya diantara keduanya. Konsep ekonomi yang digunakan masyarakat modern masih mengutamakan keuntungan ketimbang keselamatan bersama, sehingga efek yang di timbulkan pada akhirnya kita tidak bisa menempatkan diri untuk kapan kita tampil dan berdiam dalam pasar agar tidak masuk kedalam kekacauan badai yang besar.

Oleh sebabnya manusia harus mulai merenungi segala sesuatu yang telah di lakukan selama ini, satu sama lain harus saling sadar dan saling bantu, yang kaya membantu perekonomian yang miskin, yang miskin mengamankan kesehatan yang kaya. Perusahan-perusahaan harus memilih alternatif lain dalam bekerja agar kariyawannya merasa aman dan laju perusahaan tetap berjalan, bila perlu bisa berpuasa sebentar untuk meraup keuntungan. Masyarakat juga harus mulai menaati aturan, diam di rumah guna memperkecil angka penyebaran virus corona. Kita butuh saling percaya dan bekerjasama dalam menangani masalah ini. Kemanusiaan harus dibangun kembali dengan kepercayaan, baik pemerintah, tenaga medis dan jurnalis harus saling bersinergi dan berharmoni dalam menangani dan menyampaikan informasi mengenai penyebaran virus ini. Masa depan ditentukan di masa sekarang, keputusan pemerintah dan masyarakat untuk beberapa minggu ke depan adalah sebuah penentuan sekaligus langkah kecil untuk memulai perubahan.

Dan sebelum saya akhiri tulisan kali ini, mari sejenak kita kembali pada pernyataan Rumi "Semua pergerakan manusia adalah sebuah pertanyaan dan semua jawaban yang akan diterima selaras dengan pertanyaan yang diajukan". Bisa kita ambil kesimpulan jika semua alternatif yang kita lakukan hari ini untuk melockdown sebuah daerah, menerapkan Work From Home, dan menekankan masyarakat untuk di rumah saja adalah sebuah pertanyaan bagi manusia tentang ketidakpastian akan wabah corana, "Kapan wabah ini akan berhenti? Bagaimana sikap kita menangani masalah ini? Akankah kita semua akan selamat?" Manusia terus bertanya dengan kerendahatiannya kepada Tuhan dan jika semua pertanyaan itu dilandaskan pada keselamatan, kesejahteraan, dan kedamaian bersama maka jawabannya akan setimpal dengan pertanyaannya. Pertanyaan baik akan di jawab dengan jawaban yang baik maka niatkanlah segala upaya mulai hari ini untuk kebaikan bukan keuntungan, kesenangan, dan keselamatan individual. Dan bisa jadi coronavirus malah merupakan jawaban atas semua aktivitas manusia modern ini yang selalu ingin meraih keuntungan dalam jumlah besar dan mempercepat kerja industri. Bukankan setiap hari manusia sering bertanya "Berapa keuntungan yang kita dapatkan hari ini? Kenapa kita tak mengambil keuntungan sebayak-banyaknya selagi kita bisa? Bukankah kita bisa memanfaatkan semuanya untuk kesenangan kita?" Pertanyaan yang diajukan dalam setiap pergerakan manusia yang mungkin mereka sendiri tidak menyadarinya dan inilah jawabannya setimpal dengan apa yang telah mereka kerjakan. Tuhan sesuai dengan prasangka. WallahuAlam

Dukuhturi, 29 Maret 2020