Catatan Singkat Milad 3 Tahun Poci Maiyah
Oleh : Lingkar Gagang Poci
Bertajuk 'Ng3rumat', Poci Maiyah mengadakan
miladnya yang ketiga tahun. Sabtu malam (28/2). Apa makna 'ng3rumat', turut menjadi pengantar yang asyik malam itu.
"Biasanya kata merawat identik dengan orang menanam. Saya melihat di poci
maiyah sibuk menanam. Seolah tak terpikir akan panen." "Bahkan saat
menyelenggarakan acara, anehnya tanpa ada proposal. Murni kesadaran diri, dari berbagai
jiwa. Namun, hasilnya melebihi perkiraan. Ini kan absurd." Tutur Mbah
Nahar. Di dalam Maiyah kita sama-sama saling menabur kebaikan. Maiyah adalah
nilai. Yang kan bermakna sesuai pribadi orang saat menerapkannya dalam
kehidupan.
Ng3rumat menurutnya hampir sama
dengan memelihara. Kalau memelihara hanya melestarikan dari kecil sampai besar,
merawat itu menyembuhkan. Namun merawat lebih ke tingkat lanjutan dari
memelihara. Analoginya seperti perawat. Iya menggunakan kata merawat. Bukan
pemelihara. Sebab itu identik dengan menyembuhkan, ada yang sakit sebelumnya. Nah,
ng3rumat adalah perpaduan keduanya. Kalaupun kita menanam padi tumbuhnya rumput, tetap ada kesempatan untuk memanen padi. Tetapi saat
kita menanam rumput, tidak akan pernah memanen padi. Begitulah analogi kebaikan. Apapun
itu, tidak ada yang sia-sia dari menanam kebaikan. Bila menyemai keburukan,
tidak mungkin muncul kebaikan. Ia menutup memaknai ng3rumat dengan nasihat
dari Syekh Ibnu Athaillah.
"Tanamlah dirimu di tanah kerendahan, sebab sesuatu yang tumbuh dari yang tidak ditanam tidak sempurna hasil buahnya."
Semakin bergulirnya waktu,
hujan yang sempat mengguyur GBN Slawi itu mulai meredakan sendu. Hanya sedikit rintik gerimis
yang merekah. Para
jama'ah
maiyah pun kian bertambah. Segelas kopi dan kenduri khasnya, tersaji dari
pegiat Maiyah yang menyapa ramah. Acara pun berlanjut saat Sabrang MDP mulai
menuturkan percik-percik nasehat indahnya. Apa itu ng3rumat? Seolah
warna pertanyaan itu kian bertambah pekat.
"Yang membuat kita
(homo sapiens) bertahan sampai sekarang dari pada spesies lain bukanlah karena
kepandaian, dan sebagainya. Tapi karena kemampuan
untuk bersosial. Ng3rumat orang
terdekat. Saling membantu satu sama lainnya." Mas Sabrang mengawalinya. Iapun menganalogikan pentingnya
saling membantu yakni ketika ada tiga orang tertangkap macan. "Saat ada 3
orang yang tertangkap macan, apa jadinya kalau hanya sibuk melarikan diri
sendiri, tanpa saling membantu? Kemungkinan tidak akan selamat. Akan berbeda
saat saling membantu, besar kemungkinan akan selamat semua." "Indonesia punya
potensi luar biasa untuk itu. Soekarno pernah mengatakan, 'bila yang lima
(pancasila) saya remas, maka akan menjadi gotong royong,'"
"Esensi gotong royong
itu luar biasa. Namun masalahnya adalah ketidakmampuan kita mengupdate
peradaban. Kita memaknai gotong royong pada umumnya hanya sebatas kerja bakti
antar tetangga, tidak sampai ranah DPR. Karena apa? Gotong royong akan ada saat
seseorang memahami musuhnya adalah masalah, bukan orang lain, dan itu tidak terjadi di
ranah petinggi kita."
Beliau pun mengatakan
bahwa dengan ilmu paling mudah untuk digotong royong. Semakin dibagi, akan
semakin pintar. Kian bermanfaat tak terbatas masa. Lain halnya kalau perkara
uang, jabatan, dan lainnya.
"Konsep sinau bareng
melandasi itu semua. Kita tidak bertanggung jawab menguasai semua ilmu. Tiap
orang saling mengisi. Punya kepandaian masing-masing." Beliau juga
menekannya betapa pentingnya merawat ruang publik. Ruang publik saat ini tak
jauh dari sosial media. Namun, sosial media yang kita saksikan hari ini, tak
menyediakan itu. Hampir seluruhnya hanya bicara popularitas, bukan kapabilitas.
Betapa banyak artis yang jadi DPR, padahal ia tak memiliki kapabilitas di
dalamnya. Kumpulan masyarakat akan hancur kalau tak mampu merawat ruang
publiknya. Semua orang jadi mudah berbicara terhadap apa saja. Menghilangnya
kepakaran di ruang publik. Gotong royong bukan jargon. Tapi jantungnya
Indonesia. Maka dari itu, mari bergotong royong dengan menjaga ilmu. Agar
terlihat mana yang kompeten dan yang tidak. Membawa Indonesia lebih maju."