Senin, 30 Maret 2020

Obat Covid-19


Sedulur Medang Poci Maiyah, sejenak mari kita sinau sedikit tentang bio-spiritual, istilah agar kita tak memisahkan semua ilmu-ilmu berstruktur barat dari sumbernya : yaitu Allah.

Demam, dan umumnya merasa tak enak badan, adalah kondisi yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh merespons infeksi. Itu adalah sunnatullah, ketika ada sesuatu yang 'tak beres' tubuh melapor ke 'pikiran', bahwa ada sesuatu yang perlu dibersihkan. Nah, tulisan ini mungkin seputar itu : kebersihan. Seperti mesin motor misalnya, atau handphone, ketika ada sesuatu yang eror, atau tak berjalan semestinya, umumnya kita merasa ada yang perlu diperbaiki. Sebelum ke inti tulisan, demam dan tak enak badan adalah gejala ketika tubuh mengeluarkan sitokin, zat kimia yang melawan habis-habisan patogen (bakteri, virus, organ transplantasi, dsb) dari dalam tubuh. Daya imun tubuh menjadi semacam 'tentara Allah' yang bekerja menjaga tiap makhluknya yang berjasad dari dalam diri. Tugasnya adalah mengenali, kemudian melawan, membuang atau bahkan menghabisi semua patogen yang masuk ke dalam tubuh. Asysyadu kholqon am man kholaqna? Tak perlu kau ke luar bumi menjelajah angkasa, karena di dalam tubuhmu juga ada kedasyatan kekuasaan-Nya. Lalu, apa yang menjadikan daya imun tubuh dikalahkan patogen? Apa yang mempengaruhi kuat atau lemahnya imun tubuh manusia?

Tulisan selanjutnya bukan tentang biologi.

Covid-19 probably adalah obat kekotoran zaman ini. Masjidil Haram ditutup, haji dan umroh dilarang (untuk sementara waktu), bukankah itu adalah 'kode' tentang doa-doa guru-guru kita yang kecewa dengan 'pemilik' rumah Allah itu? Teknologi super canggih yang ditemukan para manusia cerdas pandai di barat sana, tapi oleh virus kecil itu mereka dipermalukan. Ibarat tubuh, atau mesin motor yang kotor, itu harus segera diperbaiki. Tapi karena manusia sudah terlampau merasa sakti, DNA-DNA Fir'aun milenial yang bermutasi di jaman akhir ini terlalu dungu. Mereka tak merasa bahwa dirinya ada yang rusak, eror, harus segera diperbaiki. Maka istilah-istilah yang kita pakai untuk Covid jenis ini pun sebenarnya adalah penyakit-penyakit kita sendiri.

Mau sampai kapan manusia bumi ini merasa semua ilmunya terpisah dari Sang Pemilik semesta? Sampai kapan dokter-dokter dan semua orang cerdas itu tak membawa, enggan nggondeli jubah kanjeng nabi, menolak mensujudkan semua ilmu dan semua ikhtiarnya pada Allah? Harus dengan bukti apalagi? fa bi ayyi-ala-i robbikuma tudziban, sampai teknologi setinggi apa engkau akan menolak bahwa dengan virus kecil pun kalian tak berdaya apalagi dengan Kekuatan-Ku? Tahun 2020 kalian ternyata ditampar virus kecil yang menjadikanmu sadar, bahwa cuci tangan, wudhu, dan mandi adalah hal yang harus kalian pelajari dan langgengkan? Katanya sudah sampai ke bulan, tapi kok cuci tangan saja masih salah?

Kemudian ada istilah menjaga jarak sosial (social distance), jaga jarak fisik, tak boleh salaman, masjid ditutup, sholat di rumah, 'kode-kode' (ayat-ayat) sejelas itu kita tak paham? Gelar terpelajarmu untuk apa selama ini : Tuhan akhirnya 'marah', seakan berkata pada kita. Sudahlah, jaga jarak sosialmu, kalian berdekatan tapi hati kalian berjauhan, bercerai berai, tahzabuhum jami'an wa qulubuhum syatta. Jaga jarak fisik, karena bahkan suami istri pun setelah mereka bergaul masih menyimpan curiga dan prasangka antar sesamanya. Tak perlu basa-basi salaman, karena hatimu ternyata penuh dengan penolakan. Masjid ditutup dnn sholat di rumah masing-masing, karena kita sholat, kita berjamaah, tapi setelah sholat kita lupa bahwa ada follow up dari sholat kita itu. Bekerja, belajar, berbagi, dan terus membersihkan diri. Fa wailulil musholin, semua itu adalah penyakit-penyakit yang kita tidak merasa sakit karenanya. Kemudian dari itu tak pernah belajar memperbaiki diri, membersihkan diri, luar dan dalam, sampai Allah harus menurunkan 'obat' yang manusia serentak menyebut mereka musuh : Bersama melawan Corona.

Bukan berarti mendikotomi, tapi kita orang-orang timur harus sadar diri. Bahwa tugas kita lebih berat dari mereka yang membanggakan teknologi dan penelitian ke luar diri. Kesaktian orang-orang timur ada dalam pencarian ke dalam diri. Wa fil ardli ayaatul lil muuqinin wa fii anfushikum, tanpa menolak bahwa teknologi juga adalah sunnatullah yang perlu kita pelajari juga. Bisa jadi, Covid-19 ini justru adalah obat untuk sekaratnya zaman ini. Sedangkan obat untum Covid-19 ini, seperti di atas, virus apapun akan dilawan, bahkan mungkin ditundukan, 'didamaikan', bagi tiap manusia yang sudah mendamaikan diri dari sisi dalamnya. Man arofa nafsah, faqod arofa robbah, daya imun manusia equivalen dengan kedamaian batinnya. Semakin damai ia, semakin patogen takdzim padanya. Bagaimana mungkin nusantara yang pernah menjadi guru dunia kini justru bermakmum pada barat yang bahkan cuci tangan saja baru mau belajar?