Selasa, 04 Agustus 2020

Semesta Ismail

Mencapai Derajat Cinta dan Ketaatan


Mukadimah Poci Maiyah Agustus 2020
Oleh: Lingkar Gagang Poci

Bismillah. Sebelum membaca mukadimah malam ini, mari kita berdoa bersama, "Ya Nur kulli syay Anta alladzi falaqa al-zhulumat nuruhu (Wahai Cahaya segala sesuatu, Engkaulah yang cahayanya membelah semua kegelapan)". Mudah-mudahan Allah memberikan cahaya pada kita sehingga jiwa kita dibersihkan sebersih-bersihnya. Amiin.


***

Kita akan melakukan sedikit simulasi. Khususnya untuk mengecek seberapa kotor jiwa kita. Lebih khususnya, selama kabar-kabar sampah media tentang corona memenuhi pikiran kita.


Siap ya?


Oke.


Lihat telapak tangan kita masing-masing.


Sudah? Oke.

 

Ayat Tuhan apa yang tersirat disana? Atau, sadarkah garis-garis di telapak tangan itu juga adalah cara Tuhan ingin berkomunikasi dengan kita? Telapak tangan lebih anti kuman/bakteri, lho. Lebih sakti daripada kulit punggung telapak tangan. Butuh bukti? Coba main sama ubur-ubur di laut.

 

Lagi.

 

Lihat sekitar kita.

 

Tembok, atap, langit, pohon, segala sesuatu, ayat Tuhan apa yang sedulur-sedulur bisa dapatkan dari sana?

 

Afala yatadabarunalqur'an am'ala qulubil aqfaluha.

 

Semakin kita terhubung dengan ayat-ayat itu, semakin bersih jiwa kita. Tapi, selain bersihnya jiwa,bukanlah usaha kita (itu murni fadhol-nya Allah), juga tak perlu lebay. Kekuatan bukanlah ketika kita mendapatkannya. Melainkan ketika kita mampu mengendalikan. Tak terikat sama sekali padanya.

 

Dan kebersihan jiwa, la yamasuhuillal muthoharun, hanya semesta jiwa yang telah disucikanlah, yang mampu mencapai-Nya. Kita akan belajar dari Ibrihim (ada lagunya, lho, dari nasyid tahun 2000an).

 

yaaaabatif'almaatu`marusatajiduniii in syaaa`allohuminash-shoobiriin

 

"Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar." (QS. As-Saffat 37: Ayat 102)

 

Di Maiyah, kita belajar banyak formula. Dalam ayat itu, ada koordinat ‘perintah Tuhan’, yang dikehendaki Tuhan, ‘yang dibolehkan Tuhan’, dan ‘yang dibiarkan Tuhan (istidroj).

 

Yang diperintahkan Tuhan adalah ketundukan/ketaatan total, hanifanmuslima. Yang dikehendaki Tuhan adalah kontinuitas dalam jalan-Nya, ihdinashirotholmustaqim. Yang dibolehkan Tuhan adalah kebutuhan dan nafsu-nafsu yang baik, innanafsa la-amarotubissu-i, illa ma rohimarobbi. Yang dibiarkan Tuhan adalah kemaksiatan, karena selain Dia punya Al Ghofur, Dia juga ingin menunjukan keadilan atas janji-Nya, faalhamahafujurohawataqwaha.

 

Ibrahim pun meletakan Ismail dihadapannya untuk disembelih. Ketika pisau terangkat hendak menyembelih, Allah langsung memanggilnya.

 

wanaadainaahu ay yaaa ibroohiim

 

"Lalu Kami panggil dia, Wahai Ibrahim!"

 

Tentu, Tuhan tidak sedang nge-prank Ibrahim. Meskipun Tuhan senang, dan sering bercanda, fitnes perasaan dengan hamba-hamba-Nya. Ibrahim menjadi ‘ibrah’ (pelajaran) pertamatentang derajat cinta dan ketaatan. Yang nantinya disempurnakan oleh Nabi Muhammad Sholallah Alaihi Wassalam.

 

Di suatu hadits, saksi atas dakwah Ibrahim, Musa, Isa, dan nabi-nabi yang lain adalah Nabi Muhammad. Beliau adalah keturunan dari jalur Ismail. Semesta Ismail mengajarkan kita untuk 'hijrah', dari derajat nafsu/keinginan, melangkah kepada ketuntasan kebutuhan. Memilih menjadi bagiandari cinta yang rasulullah bawa, yang semuanya terbingkai dalam jalan ketaatan/ketundukan total, hanifanmuslima.

 

 

qod shoddaqtar-ru`yaa, innaa kazaalika najzil-muhsiniin

 

"Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu. Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik."

 

innahaazaalahuwal-balaaa`ulmubiin

 

"Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata."

 

Fakta adalah permukaan. Realitas adalah keseluruhan permukaan dan kedalaman. Ujian terberat manusia pertama adalah ketika ia harus meninggalkan apa yang dikejarnya: Impian, ambisi, hasrat. Ketika derajat ini terlampaui, manusia baru menjadi manusia (karena memasuki derajat kebutuhan). Namun belum menjadi seorang hamba (abdullah). Karena (maqom) ‘abdullahadalah mereka yang telah meruntuhkan semua 'ego diri', 'keakuan', yang dengan otomatis, ia memilih cinta pada Tuhan ketika jalan untuk memeluk dunia terbuka lebar. Dan ketika telah sampai ke maqom cinta, ia secara otomatis akan dibukakan amanah Tuhan. Mengantarkannya dalam kordinat 'kholifah', Innija'ilunfilardli kholifah.

 

wafadainaahubizib-hin 'azhiim

 

"Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar."

 

Orang-orang beriman tak mungkin kalah, Qodaflahalmu'minun. Jika di dunia ini mereka tak mendapatkan kebahagiaan (yang dicari semua manusia), maka setelah mati mereka pasti mendapatkannya. Itu janji Tuhan. Seperti Ibrahim yang dengan tegar menerima 'prank' Allah itu, secara cash Allah ganti ketaatan itu dengan mukjizat. Ismail digantikan dengan hewan qurban yang besar.

 

wataroknaa 'alaihifil-aakhiriin

 

"Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang        kemudian,"

 

Semesta Ismail : Keimananmu, tergantung sebesar apa pengorbananmu. Merelakan diri melepas semua keinginan, mencukupkan kebutuhan, lalu menerima daulat panji rasulullah untuk menjadi bagian dari cinta yang rasulullah bawa: rahmatanlilalamin.

 

salaamun 'alaaaibroohiim

 

"Selamat sejahtera bagi Ibrahim."

(QS. As-Saffat 37: Ayat 104-109)

 

Wa ala alaihi Ibrohim.

 

Qolbun salim. Ketika dunia memburuk, yang pertama harus diselamatkan adalah hati kita. “Alamya'nililladzina amanu antakhsya'a qulubuhum li dzikrillahi wa ma nazalaminalhaq”, belum datangkah waktunya, ayat-ayat Allah yang kita simulasikan di atas itu memanggil-manggil dan menyapa kita? Faayna ma tadzhabun? Engkau lari kemana, sedang Aku memanggil-manggilmu mendekat?