Kamis, 01 April 2021

BERUNTUNG

 



Mukadimah Poci Maiyah April 2021

Oleh: Abdullah Farid

 

 

Sungguh, beruntunglah orang-orang beriman

Orang-orang yang khusyu' dalam sholatnya

Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (tindakan dan ucapan) yang tak bermanfaat

Dan orang-orang yang menunaikan zakat

Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya

Kecuali pada istri dan budak-budak yang mereka miliki, maka itu tidak mengapa

Maka siapa yang mencari di luar itu, ia melakukan perbuatan yang melampaui batas

Dan orang-orang yang menjaga amanah-amanah dan janjinya

Dan orang-orang yang memelihara sholatnya

(Al Mu'minun : 1-9)

 

 

Hayya alal falah, panggilan keberuntungan, nyatanya tak menjadi panggilan yang orang-orang pada umumnya nantikan. Manusia merasa beruntung, baru ketika apa yang diinginkannya tercapai. Panggilan kerja, panggilan cinta  kekasih, panggilan order, kabar sms tembus 4 angka, panggilan BO, panggilan rejeki yang makin dipersempitkan hanya dalam hal uang. Maka panggilan Tuhan di atas itu menjadi semacam hal usang, dibandingkan handphone yang meski kuota sekarat, kita menanti panggilan-panggilan semacam di atas tadi.

 

Menurutmu, orang-orang beruntung itu yang bagaimana?

 

Di awal mukadimah, ada 9 ukuran, tanda, koordinat, yang bisa kita pilih, agar menjadi orang yang beruntung. Tapi, jika akarnya kita tak punya yaitu keimanan, batang, cabang, ranting dan buahnya akan percuma saja.

 

Awal 2020 lalu, saat pertama wabah corona dikabarkan dari Wuhan (yang sudah diramalkan jauh sebelum kejadian oleh para pedagang lauk pauk pinggir jalan "La Wuhan"  jangan ke Wuhan.) Jangan dianggap serius, sebagian orang merasa beruntung, karena virus itu tidak/belum ke Indonesia. Tanda iman seseorang masih amatir itu pandangannya tak utuh. Bagaimana mungkin, ada sekelompok manusia yang sedang berduka, tetapi justru kita merasa beruntung? Jika semisal mereka, orang-orang Wuhan, tidak ada yang mukmin pun, setidaknya itu adalah bela sungkawa kita sebagai sesama manusia. Apa pendapatmu, jika ada orang yang merasa beruntung di atas musibah orang lain? Merasa bersyukur, itu wajib. Tapi jika syukur kita harus lebih dulu melihat orang-orang yang bernasib ngenes, itu perlu diluruskan niat syukurnya. Ibarat pengantin, mana mungkin mereka merasa bahagia berlebihan, sedang di luar sana banyak orang yang susah dapat jodoh, gagal nikah, atau justru pacarnya jadi jodohmu sekarang? Lah, kok malah repot ya. Terkadang, menjadi awam memang lebih baik. Ilmu menuntut tanggung jawab. Tapi bodoh (tak mau belajar) bukan sebuah pilihan.

 

April ini, tanpa latah dengan April MOP. Gelaran kali ini akan mengupas tentang keberuntungan. Berharap akan ada keberuntungan untuk jamaah semua khususnya, dan umat manusia pada umumnya. Keberuntungan yang mencerahkan, yang tanpa mengalahkan, merendahkan yang lain. Keberuntungan yang, tak harus wah, yang penting terus menerus dan kalau bisa tanpa konsekuensi yang memberatkan. Karena bisa jadi, apa yang kita anggap sebagai keberuntungan, adalah musibah besar di hari esok. Seperti rahmat Tuhan yang diberikan pada manusia, pada hati yang tertanam iman itu jadi nikmat, sedangkan pada hati yang keras itu jadi istidraj. Terakhir, mari kita tundukan kepala kita, berdoa, untuk saudara kita di Makassar yang tengah diuji keimanannya. Berharap setelah itu, ada keberuntungan yang Tuhan berikan, pada mereka, pada bangsa ini.

 

Emmm... Tapi, kalau dapat nomer togel, termasuk keberuntungan bukan, ya?