Senin, 20 April 2020

Kesatria Karantina: Poci Maiyah's Lullaby



Reportase Sinau Bareng Online Poci Maiyah April 2020
Oleh: Lingkar Gagang Poci Maiyah


Genderang telah dipukul, terompet telah dibunyikan, suaranya terdengar ke seluruh antero dunia. Orang-orang mulai ketakutan, bersembunyi di balik tembok-tembok perlindungan yang rapuh dan mudah roboh. Suasana menjadi mencekam, sepi, sunyi dan gelap—seakan akan seperti sedang berada di zaman perang. Kesatria karantina datang tanpa senjata mengunci dirinya dalam goa. Para malaikat turun dari langit menyanyikan lagu penghantar tidur di setiap malam. Ksatria karantina tertidur lelap dalam goa yang jauh dari istana raja dan terasingkan dari peradaban manusia selama berbulan-bulan lamanya.

Kesatria karantina melintasi waktu. Bulan, bintang dan matahari menemaninya dalam ketidaksadaran mimpi. Siang dan malam terlelap, memaksanya menelusuri lorong-lorong sunyi dalam dirinya, untuk menemukan seberkas cahaya yang akan menghantarkannya kedalam kedamaian cinta. Kesatria karantina adalah mereka yang mengunci hatinya untuk membenci, mengunci pikirannya untuk berprasangka buruk, mengunci perilakunya untuk berbuat jahat.

Meskipun tertidur mereka tidak hanya diam, mereka berjalan dalam diam. Diamnya adalah berjalan dan berjalannya adalah diam. Dalam lamunan penghantar tidur yang panjang mereka merindukan kemesraan dan hangatnya kebersamaan di dunia. Salah satu dari mereka terbangun dari tidur dan berkata dengan gagah bak seorang pendekar yang berani mati "Sudahlah, kita sinau bareng hari ini. Tak usah khawatirkan keadaan. Seperti biasanya saja ngopi, ngumpul bareng mengobati rasa kengen".

Namun tetap saja sinau bareng Poci Maiyah tidak bisa dilakukan di Monument GBN seperti biasanya, bahkan kegiatan Mother (Maiyah On The Road) yang rutin dilaksanakan setiap seminggu sekali pun tidak bisa dilakukan seperti biasa untuk mengurangi penyebaran virus corona. Poci Maiyah seakan diwajibkan untuk tetap tertidur selama pandemi corona. Namun semangat yang membara dari para jama'ah membuatnya tertidur dalam keadaan terjaga. Mata fisiknya tertutup dari dunia tapi mata hatinya terbuka di alam sana. Bergerak mengarungi samudera cinta—dalam diam Poci Maiyah melangkah dengan kelembutan.

Virus corona tidak menjadi alasan bagi para sedulur maiyah untuk tetap melakukan sinau bareng. Gus Luay mulai mewanti-wanti jika malam ini Poci Maiyah tetap melakukan sinau bareng, namun tidak seperti biasanya yang dilakukan di Monumen GBN. Poci Maiyah akan melakukan sinau bareng secara online. Meskipun sebelumnya Poci Maiyah sudah memiliki suatu system sinau bareng online di grup WhatsApp yang di namakan 810 (Wolu Sepuluh), tapi Kang Hermansyah mencoba mengusulkan system sinau bareng yang baru. Ia mengusulkan untuk melakukan sinau bareng menggunakan aplikasi Zoom Meeting yang memungkinkan untuk bisa video call dengan banyak orang. Ia memberikan banyak masukan serta teknis pelaksanaannya agar tetap bisa melangsungkan sinau bareng secara online. Yi Fahmi dengan segera sigap membuat Meeting ID di aplikasi Zoom Meeting. Namun ada beberapa permasalah lagi untuk para jama'ah yang mengeluh jika Hp-nya kentang, tidak bisa mendownload aplikasi Zoom Meeting, kebanyakan dikarenakan kapasitas penyimpanannya sudah penuh. Yi Fahmi pun segara berinisiatif untuk melakukan sinau berang di Zoom Metting yang nantinya akan distreaming lewat Facebook Komunitas Poci Maiyah. Alhasil setelah sekian lama utak atik, Yi Fahmi segera membagikan Meeting ID dan Passwordnya kepada para jama'ah di grup WhatsApp Poci Maiyah.




Poci Maiyah akhirnya mulai terbangun dari tidurnya dengan mata tertutup, duduk di atas batu melantunkan dzikrullah seperti seorang petapa sufi yang sedang mencari pencerahan batin. Cahaya terpancar dalam hatinya. Mengantarkan para pegiat dan jama'ah untuk tetap melaksanakan sinau bareng secara online. Jama'ah maiyah yang memiliki aplikasi Zoom Meeting mulai bergabung dalam satu video call di Zoom Metting dan beberapa jama'ah yang tidak memiliki aplikasi Zoom Meeting menontonnya melalui streaming Facebook. Sinau bareng dimulai dengan tawasul yang dipimpin oleh Gus Luay lalu dilanjutkan dengan sholawat yang dilantunkan oleh Yi Fahmi.

Suasana saat itu terasa begitu mesra seperti biasanya, canda tawa dan kebahagiaan selalu menyelimuti di setiap pembahasan. Satu per satu pembahasan mulai dibuka, akal para jama'ah Poci Maiyah telah menangkap cahaya dan hatinya memancarkannya. Poci Maiyah mulai membahas self healing dalam menghadapi media-media yang sering menyebarkan issu corona secara berlebihan. Beberapa media seringkali menggunakan diksi yang terkesan menakut-nakuti publik, pemberian judul berita seperti "Melonjaknya Angka Pasien Positif Corona" memicu dampak psikologis berupa ketakutankan dan  kecemasan pada publik. Di sinau bareng kali ini kita belajar untuk mengolah dan memilah dalam menerima informasi terutama di sosial media. Setidaknya kita bisa tetap tenang pada saat adanya wabah corona. Tenang tapi tetap waspada.

Bahkan salah satu jama'ah Poci Maiyah menuturkan pengalamannya di Tanggerang saat waktu awal pemberitaan adanya penyebaran virus corona. Mula-mula masyarakat merasa sangat takut oleh berita-berita yang beredar, suasana menjadi sepi dan aktifitas masyarakat mulai berhenti. Namun di karenakan simpang siurnya berita yang selalu berubah-ubah dan tidak ada kejelasan dari pemerintah mengenai data-data orang yang positif terkena corona. Masyarakat di sana pun akhirnya seperti mengabaikannya, mereka mulai beraktifitas kembali seperti biasa. Kondisi-kondisi masyarakat di sekitaran JABODETABEK ternyata tidak terlalu mencekam seperti yang diberitakan oleh media, hanya beberapa kota saja yang terlihat sepi dan tak ada aktifitas sama sekali, terutama di Jakarta Pusat. Di beberapa wilayah lainnya terkesan masih tidak terlalu mencekam, masyarakat masih banyak yang lalu lalang di jalan. Pemberitaan yang ada di media memang terkesan sangat berlebihan, publik seakan dibombardir setiap hari dengan berita-berita yang menakutkan. Ini lah yang membuat kita harus pintar-pintar dalam menerima berita. Jangan sampai ketika kita membaca berita malah mengurangi nilai-nilai spiritualitas kita.

Pembahasan terus berlanjut tentang pengaturan strategi untuk bertahan hidup di minggu-minggu kedepan. Beberapa orang telah banyak yang diphk/diliburkan dari tempat kerja dengan waktu yang tak menentu sehingga akan banyak orang yang akan mengalami masalah keuangan. Oleh sebab itu kita perlu untuk mengatur strategi mulai hari ini untuk mengelola dan mengatur pemasukan serta pengeluaran agar bisa tetap bertahan. Setidaknya komunitas kita bisa bertahan tanpa harus menginjak-injak orang lain, karena dalam situasi saat ini, dalam kondisi panik dan serba kekurangan, banyak orang lupa diri dan melakukan tindakan semena-mena, merampas harta dan menganiaya sesamanya. Beberapa strategi yang dibahas juga termasuk tentang penerapan perkataan ghondelan klambine kanjeng nabi. Pernyataan yang sering dikatakan dalam maiyahan, namun bagaimana caranya kita bisa menerapkan pernyataan tersebut dalam situasi seperti sekarang ini? Salah satunya adalah dengan mengikuti kebiasaan puasa Kanjeng Nabi. Setidaknya dengan kita berpuasa akan mengurangi pengeluaran keluarga. Kita bisa mengurangi beban keluarga di masa-masa seperti ini.

Lalu tentang pembelajaran untuk memiliki sikap altruisme, suatu sikap perhatian terhadap orang lain tanpa memikirkan dirinya sendiri. Seorang harus mulai berlatih menjadi altruis sejati yang lebih mementingkan keselamatan dan kesejahteraan bersama. Karena dalam hal ini kita perlu bekerja sama, bahu membahu dan saling menyelamatkan satu sama lain. Karena di tengah wabah seperti ini kesadaran orang-orang untuk saling mengamankan dan menyelamatkan mulai menurun. Manusia bisa menjadi serigala yang memangsa sesamanya. Sudah banyak yang melakukannya termasuk beberapa dari mereka yang memanfaatkan kondisi semacam ini untuk kepentingan dan keuntungannya sendiri, contohnya adalah beberapa orang yang menjual masker dan handsanitaizer dengan harga yang melangit, media-media yang menyebarkan berita-berita dengan diksi-diksi yang mencekam yang membuat orang menjadi semakin penasaran dan bergantungan pada informasi darinya. Media yang hanya mementingkan keuntungan semata, membuat banyak orang buta realita yang sebenarnya. Akan banyak contoh sebenarnya jika disebutkan, namun yang kita fokuskan kali ini adalah bagaimana cara kita untuk menjalankan cinta dan belas kasih terhadap sesama manusia.


Beberapa dari jama'ah Poci Maiyah adalah para pedagang yang masih berjualan di jalan untuk tetap memenuhi kebutuhannnya, namun ada penurunan jumlah konsumen yang membuat omset dagang menurun. Gus Luay memberikan solusi dengan memaparkan salah satu perkataan dari Arbert Einstein "Masalah modern harus diselesaikan dengan solusi yang modern". Jadi setiap masalah memiliki penanganan yang berbeda-beda sesuai dengan zamannya, untuk beberapa pedagang bisa mulai memasarkan barang dagangannya secara online dengan system DO. Adanya banyak toko-toko online dan jasa pengiriman barang bisa menjadi salah satu solusi untuk tetap membuat omset para pedagang tetap stabil.

Akhirnya Poci Maiyah telah membersamai para jama’ah untuk berlatih menemukan strategi dan sikap yang tepat menghadapi pandemi hingga moment-moment berkepanjangan ini telah berlalu dan meninggalkan banyak kenangan. Waktu telah berlajan, sinau bareng telah terselesaikan. Poci Maiyah kembali tenggelam dalam lagu penghantar tidur yang dinyanyikan oleh para malaikat, dan para jama'ah kembali pulang ke dalam goa menjadi kesatria karantina. Entah  kapan Tuhan akan kembali membangunkannya, untuk keluar dari dalam goa dan kembali menemui peradaban manusia.

Sebelum terlelap sebuah lagu terdengar merdu di telinga mereka :

Ketika cinta menjadi raja
Kebencian selalu setia menjadi selirnya
Dunia penuh dengan cinta dan pertikaian
Diselimuti kasih sayang dan kebencian

Hati bingung dan kesepian
Darah, keringat dan air mata menjadi tinta sejarah peradaban

Kekasihku kembali tidur di dalam goa
Menjadi ksatria karantina
Ia terdiam menunggu cahaya datang menjemputnya

Poci Maiyah’s Lullaby — Tegal, 18 April 2020.