Senin, 29 April 2024

BEYOND HUMANITY



Mukodimmah Poci Maiyah Mei 2024
Oleh: Abdullah Farid

 

Sebuah simulasi pikiran : Jika seseorang dikejar harimau lapar, sedangkan jauh di depannya adalah jurang, dan di sisi kanan-kirinya adalah sungai penuh buaya lapar, maka apa yang akan ia lakukan? Dan haruskan ia mempertahankan hidup?

***

Beyond Humanity digambarkan sebagai perjalanan yang melampaui batas-batas manusia dalam konteks cerita post-apokaliptik yang melibatkan bertahan hidup dan transformasi. Pergeseran dari apa yang dianggap manusiawi menuju hal-hal yang lebih tinggi atau tidak terduga. Evolusi karakter utama, tantangan moral, atau bahkan eksplorasi perubahan dalam hubungan antara manusia dan dunia yang berubah drastis. Ini bisa menjadi tanda perjalanan karakter untuk mencari makna di luar apa yang dianggap kemanusiaan dalam kondisi ekstrem.

"Beyond Humanity" adalah konsep luas yang bisa mengacu pada beberapa ide : 

Transhumanisme, Singularitas Teknologi, Eksistensialisme, Transisi Spiritual, dan Transvaluasi Humanisme.

Kelima konsep tersebut membahas evolusi manusia dan pandangan tentang peran kita dalam alam semesta. Transhumanisme berfokus pada peningkatan kemampuan manusia melalui teknologi, sementara Singularitas Teknologi mempertimbangkan dampak kemajuan teknologi yang mengarah pada kecerdasan buatan yang mungkin melebihi manusia. Filsafat Eksistensialisme mempertanyakan makna kehidupan manusia dan kemungkinan evolusi di luar batas-batas saat ini, sementara Transisi Spiritual mengusulkan kemungkinan kesadaran yang lebih tinggi atau hubungan dengan entitas spiritual. Terakhir, Transvaluasi Humanisme mengevaluasi ulang pandangan tradisional tentang manusia sebagai pusat moralitas dalam alam semesta.

Jadi, apa yang kira-kira bisa dituangkan Poci Maiyah sebagai penawaran terhadap kondisi beyond humanity di negeri ini, malam ini?

(1)

Entropi / (Majma'al Bahroin)

Secara sederhana, entropi adalah perubahan yang tak pernah berhenti. Kondisi selalu menjadi, dari segala sesuatu. Contoh sederhana ketika kita menuangkan air dingin dengan air panas, maka kondisi dingin itu akan kacau, mencari keseimbangan baru dari air panas yang kita tuangkan itu. Sampai menemukan keseimbangan baru, yang bukan sebagai keseimbangan statis (diam), melainkan keseimbangan dinamis (terus berubah). Sebab, dari perubahan yang terus menerus itu, lahir suatu keindahan. Marojal bahroini yaltaqiyan... dan yakhruju minhuma lu'lu'u wal marjan.... Dari entropi, bertemunya dua sistem yang terus menerus : benar-salah, baik-buruk, adil-dzolim, mulia-hina, dan sebagainya, lahirlah kebijaksanaan.

Memahami entropi dapat menjadi awal pijakan kita untuk lebih menghargai keindahan dan kerapuhan alam semesta, khususnya ; manusia, serta mendorong kita untuk menjalani hidup dengan penuh makna dan tujuan.

(2)

Tiga Otak Ciptaan Tuhan

Sedulur Poci Maiyah yang sekarang usianya 30-an tahun, hampir pasti mengenal flopy disk atau disket. Disk / "flashdisk" sebesar tempe goreng yang hanya bisa menyimpan ±1,44 megabyte. Kini seukuran kuku bayi tapi dengan daya simpan data ratusan ribu / jutaan kali dari disket, itu ibarat otak manusia dalam konteks memori (ingatan saja).

Otak manusia, seakan hanyalah 'replikasi' dan juga 'alat sambung' menuju otak kedua, yaitu 'udara'. Dalam dunia internet, itu disebut Cloud Storage atau penyimpanan cloud. Tentu saja, kata cloud disini adalah bahasa slang, bahasa gaul, bukan makna sebenarnya sebagai awan. Tapi, ada hipotesa, dalam konteks yang lebih luas, otak manusia yang diibaratkan memori card offline, disambungkan dengan cloud storage internet yaitu udara. Ada riset yang menyatakan bahwa, orang-orang yang bisa membaca pikiran, biasanya anak kembar, mereka terhubung di otak kedua ini, yaitu udara. Secara agak halusinasi, cara ahli paranormal membaca pikiran pasiennya bukanlah dengan membaca "memori offline" atau ingatan dalam otak tubuh, melainkan dengan udara yang digunakan untuk mengakses ingatan orang tersebut. Dan para ahli spiritual, biasanya adalah orang-orang yang mengalami perjalanan dan pertahanan hidup ekstrim.

Itu otak kedua, lalu, apa otak ketiga-nya?

Jika flashdisk atau hardisk adalah penyimpanan offline, itu seperti otak manusia, dan cloud storage adalah penyimpanan online, seperti otak kedua yaitu udara, maka cahaya adalah penyimpanan all line, apa prototipe-nya? Yaitu penyimpanan data holografik. Menyimpan data besar dalam cahaya laser. Jika cahaya adalah otak ketiga (jelas ini melampaui batas sains), dan cahaya adalah wujud zat-nya malaikat (dalam hadits, nabi berkata begitu), dan untuk 'tersambung' dengan cahaya harus mensucikan diri, la yamasuhu illal muthoharun, maka bisa jadi Qur'an adalah data holografik 'yang dipadatkan', dan dengan itu, untuk 'menyentuhnya' kita harus dalam keadaan suci.

Dan kita tahu dari sejarah, se-ekstrim apa perjalanan hidup nabi, sampai beliau di-mi'rajkan ke wilayah yang lebih lembut daripada malaikat atau cahaya. Ekstrem-nya perjalanan hidup beliau, salah satunya ada dalam hadits : Yang hidupnya paling menderita adalah para nabi dan rosul. Yang kedua, yang kesholehannya mirip. Dan yang ketiga, yang kesholehannya mirip (yang kedua).

Nabi Sulaiman dan Otak Kedua

Jika tiap huruf (hurf / حرف) ibarat jasad yang memiliki 'ruh' (tiap huruf punya makna/ruh), dan ruh adalah udara (راح - ريح), sedangkan udara adalah 'otak' kedua, yang berisi memori (ingatan) segala sesuatu termasuk manusia, maka huruf-huruf yang terangkai membentuk garis skenario kehidupan kita. Mungkin itu mengapa hidup sang nabi seperti Qur'an (menurut Aisyah), huruf-huruf Qur'an adalah memori 'ruh' dan cahaya nabi. Dan huruf-huruf (memori) itu tak bisa dicapai kecuali oleh hamba-hamba yang disucikan (La yamassuhu illal muthoharun).

Singkatnya, jika manusia bisa mengakses otak kedua yang berwujud udara (semesta wujud zat gas / peradaban ruh), maka manusia akan sampai pada ahwal Nabi Sulaiman dalam ayat (An Naml : 16) Wa uutiina min kulli syai'i. Nabi Sulaiman, punya akses ke database otak kedua, yang menjadikan dia mampu belajar apa saja, sebab semua ruh manusia beserta ingatannya, ada di udara (wujud zat gas). Dan kemarin, tiap ramadan khususnya, kita mendapat kesempatan untuk mengakses otak kedua dan ketiga. Kapan itu?

Al-Qadr ayat 4

Tanazalul malaikatu wa ruhu fiiha bi-idzni robbihim min kulli amr.

Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh  dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan.

Dan lagi-lagi, hampir pasti yang mendapatkan itu hanyalah orang-orang yang 'melampaui batas' dirinya sendiri. Hidup dalam dan berteman dengan badai, bukan sekedar badai pasti berlalu atau nanti datang lagi. Badai, sudah menjadi entropi yang ia nikmati sehari-hari.

Penutup Mukodimmah

Beyond Humanity dengan begitu banyak persoalan dan pengalaman kompleksnya bukan untuk mencari jawaban yang pasti.

Penting untuk diingat bahwa diskusi tentang moralitas dan nilai-nilai universal adalah kompleks dan multi-faceted (banyak dimensinya). Tidak ada satu jawaban yang benar atau pasti untuk semua pertanyaan ini. Namun, dengan mempertimbangkan persoalan-persoalan itu secara kritis, kita dapat mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang diri kita sendiri dan tempat kita di dunia.

Lalu, bagaimana dengan pertanyaan ini :

Jika seseorang dikejar harimau lapar, sedangkan jauh di depannya adalah jurang, dan di sisi kanan-kirinya adalah sungai penuh buaya lapar, maka apa yang akan ia lakukan? Dan haruskan ia mempertahankan hidup?

Jikapun hidup manusia seperti dongeng sisyfus, manusia yang dihukum dewa untuk menaikan batu besar ke atas gunung lalu menjatuhkannya, dan mengulanginya terus menerus seakan tanpa makna : atau sebahaya simulasi pikiran itu, maka ia harus tetap berjuang.

Sebab, hidup dan semua kompleksitasnya hanyalah tuntas kewajiban.

Pada akhirnya manusia akan lapar, akan gagal, mungkin mengalami penghinaan, sakit menahun atau bahkan mati. Tapi menikmati tiap entropi (sepertinya) adalah cara satu-satunya untuk bertahan hidup. Manusia tak akan bahagia seutuhnya, sebab, ketika kita tertawa gembira atau sedang makan enak, di belahan bumi lain ada orang-orang yang sedang dalam adaptasi hidup yang sangat berat, atau bahkan perang. Atau sebaliknya, ketika di belahan bumi sana orang-orang dalam dunia utopia, kita sedang berjibaku dalam negeri distopia.