Bismillah Ar Rohman Ar Rohiym, Ar Robbul alamiyna As Syaffi Al Kaffi La Yadlurru Ma'asmihi syai'un fil ardli wala fiyssamaai wahuwa As Sami'u Al 'Aliymu.
Washolatu wassalamu 'ala
Rosulillah Muhammad ibni Abdillah, yang semoga kami disegerakan untuk berziarah pada makamnya
dan dipertemukan dalam tidur-tidur kami.
Demi
cinta Tuhan kepada kita, dan demi cintaku kepadamu. aku katakan kata-kataku.
Kalau
sampai akhir hayatmu nanti
bahkan
kalau sampai kelak matinya cucumu, belum ada kepemimpinan yang menjamin sandang
panganmu, keamanan rumah tangga, serta nyawamu.
Maka
apakah masih berarti bagimu kalau aku katakan bahwa masih ada yang bernama
Tuhan.
Yang
aku mohonkan kepada-nya agar rizqimu terpelihara, ketentraman hidupmu terjaga,
Aku mohonkan semoga masalah-masalah yang menimpamu disediakan jalan keluarnya.
Maka
inilah maiyah , maiyahku, maiyah kami semua maiyah lingkaran kebersamaan kita
semua. -Mbah Nun
Sepertinya
tidak pernah habis kejadian-kejadian miris di Negri ini. Sejak reformasi hingga
tsunami. Meletusnya paku-paku bumi hingga longsor-longsor, dari pecahan-pecahan
bid'ah hingga ketakutan akan kata khilafah, virus pada akar tanah yang membuat
pertanian rusak hingga urusan permen dan perpu-perpu, bahkan dari hal sekelas
krisis garam hingga manusia yang dituduh maling ampli mushola dibakar
hidup-hidup. Inna lillah.
Pemandangan
politik menjadi semakin menjijikan tapi kekuatan masyarakat tidak memiliki daya
untuk melawan, ilmu untuk merumuskan apalagi upaya untuk terbebas darinya.
Konsep berkah/barokah ditindas habis-habisan oleh materilasme dan kapitalisme,
bahwa ukuran sukses hanya diniliai dari pakaian, makanan yang kita nikmati hingga seberapa mewah rumah yang kita diami.
Padahal dalam Islam, itu semua gugur sampai tinggal sisa ketaqwaan yang bisa kita
pertaruhkan sebagai penyelamat. Wa inna ilaihi.
Maka
dimana sebenarnya letak Tuhan, di semak belukar bernama Indonesia ini. Yang digadang-gadang
bahwa ruh Indonesia adalah Pancasila, dengan sila pertamanya: Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun
manusia-manusia Indonesia masih sangat sedikit melibatkan Tuhan didalam
dirinya, didalam setiap keputusan-keputusan. Baik dari hal terkecil, entah itu
keluar-masuk rumah atau saat bangun dari tidur. Bahwa selamatlah kita, Tuhan
tidak membuat kita lupa dalam detik krusial tersebut, seandainya kita dibuat
lupa, tamatlah segala yang sedang kita bangun untuk masa depan. Dan
bersyukurlah Tuhan tidak membuat kita lupa, atau dereng tinakdir gawe dewek
"LUPA/KLALEN AMBEKAN".
Hingga
keputusan-keputusan besar parlementer, dewan-dewan, majelis-majelis,
mahkamah-mahkamah, kebijakan-kebijakan pembantu rakyat untuk mengolah,
mengebor, menggali, merubah daratan,lautan, tambang-tambang kepada sang pemilik
sejati itu semua. Roji'un.
"man'arofa nafsahu faqod
'arofa Robbahu, waman 'arofa Robbahu faqod 'arofa nafsahu"
Barang
siapa mengenali dirinya sendiri maka (sungguh/benar) ia akan mengenal Tuhannya,
dan barang siapa mengenali Tuhannya maka (sungguh/benar) ia akan mengenali
dirinya.
Adagium
tersebut ditetaskan dalam maiyah Purwokerto 4 Agustus lalu oleh Mbah Nun,
sebuah adagium yang sangat terkenal bagi kaum santri, namun hanya sebatas pada
frasa pertama yang biasanya beredar, dan yang kedua menjadi semakin jelas
tentang siapa, juga apa manusia itu, dari mana, dimana dan akan menuju kemana.
'Arofa nafsahu, sebagai petunjuk pertama manusia
mengenali,menemukan,mempraktekan ilmu peta diri dalam kesehariannya, tentang
pengejewantahan kenapa ia bisa hidup hingga hari ini dan kemana ia akan menuju.
Mbah
Nun menulis: Manusia yang tahu banyak
tentang banyak hal. Manusia yang tahu sedikit tentang banyak hal. Manusia yang
tahu banyak tentang sedikit hal. Dan manusia yang tahu sedikit tentang sedikit
hal.
(daur
30: ilmu peta diri)Senada dengan biasanya beliau menjelaskan: tahu akan ketahuannya, tahu akan
ketidaktahuannnya, tidak tahu akan ketahuannya, dan tidak tahu akan
ketidaktahuannya. Namun bagaimana memahami makna-makna itu, di Daur 30 Mbah Nun
melanjutkan;
“bagaimana Markesot menilai dirinya sendiri
berdasarkan cara pandang Ilmu Peta Diri yang Markesot sendiri yang sering
memakainya untuk menjelaskan manusia dan masyarakat?”, Markesot pasti menjawab:
“Lihatlah seluruh hidup saya, maka akan kelihatan contoh manusia yang paling
gagal dari cara pandang itu”. (Daur 30)
Padahal
sosok markesot yang diceritakan, adalah manusia luar biasa yang memiliki
pengetahuan sangat dahsyat.
"Kalau
ingin kreatif jangan menomor satukan eksistensi. Kalau ingin menonjolkan diri,
yang ada adalah dirimu akan menjadi sesuatu yang MEMUAKAN hati orang. Kalau
ingin kreatif, ingin diberi hidayah oleh Allah yang harus dilakukan hanya satu,
beribadah. Ibadah itu mengabdi. Mengabdi itu melayani." (Hidup itu harus
pintar ngegas & ngerem-caknun)
Jadi
dimana letak manusia dalam meletakan "arofa
nafsah" nya, sedang mempelajari hal demikian adalah rangkaian proses
hingga ia mati.
Maka
"faqod" adalah koordinat eksistensinya, faqod yang di maknai sebagai
penekanan/stressing, tentang kesungguhan ia mengenali dirinya. Apa peranannya,
dimana maqomnya, kepentingan apa yang ia bawa, adalah titik axis yang akan
mengantarkannya pada 'arofa berikutnya atau tidak terhantar sama sekali karena
ketidak mahuannya.
Dan
dititik ini kita akan bergerak sesuai kapasitas masing-masing, mulai dari hal
terkecil , dari lokus minus semak belukar Indonesia, dari maiyah-maiyah, dari
POCI maiyah.
Kita
akan mulai memburu diri kita sendiri, tanpa berusaha menjatuhkan lainnya, tanpa
berusaha untuk menguasai apalagi menaklukan orang lain tapi diri kita
sendirilah yang harus kita taklukan.
"faqod
'arofa Robbah" akan menjelma sebagai penelanjangan total seorang manusia
berikutnya, bahwa ketika Allah sudah berfirman "QUL HUWA ALLAHU
AHADUN", maka tidak ada lagi apa-apa, tidak ada lagi tidak ada, yang ada
hanya Allah, Allah ada, ada Allah, Allah.
Bahwa
tanpa-Nya manusia sama sekali tidak memiliki kekuatan dan daya apapun untuk
berkehendak, apalagi berikhtiar. Maka kesadaran inilah, yang akan membawa
manusia dengan kuat dan selamat, untuk semoga bisa mengerti dimana letak
Ketuhanan di semak belukar Indonesia.
Agar
nanti semua menjadi terang dan siap, dengan penuh kesabaran, ketegasan, kelemah
lembutan, menuju satu kesadaran, kesadaran gegap gempita tentang KETUHANAN DI
RIMBA RAYA INDONESIA. wAllahu'alam
ditulis oleh: Muhammad Fatkhul Bary Lu'ay