#Reportase Mother (Maiyah On The Road) Jum’at 8 September
2017
Man ahabba syaian aktsara min dzikrihi
Barang siapa mencinta sesuatu pastilah ia banyak
menyebutnya.
Ibarat seorang
pecinta, Lingkar Gagang Poci adalah gadis pujaan yang telah disunting orang
lain hati. Salah satu ciri pecinta adalah menyebut-nyebut nama sang
kekasih, siang-malam terbayang, ingin selalu dekat sang kekasih.
Seakan-akan 4 agenda rutin yang
dijadwalkan kanca-kanca Poci (minggu pertama di GBN Slawi, minggu kedua dan
ketiga Mother di rumah penggiat, minggu keempat di Gubug Sholawat Pesayangan
milik Om Zen Mehbob) masih belum mampu hilangkan dahaga #rindubertemu, tak
jarang agenda-agenda dadakan muncul, mulai dari nge-band bareng atau sekedar ngopi
bareng. Belum lagi obrolan Group Whatssapp, setiap menit, setiap jamnya tak pernah
sepi dari obrolan.
Saya jadi teringat salah satu quote Mbah Sudjiwo Tejo “Puncak
kangen yang paling dahsyat itu ketika dua orang tidak saling menelepon, SMS,
BBM dan lain-lain tetapi keduanya diam-diam saling mendoakan”. Maka, sengaja selama satu minggu, selepas
Maiyahan Poci Di GBN (01/09) saya kurangi berinteraksi dengan kanca-kanca
lingkar gagang Poci maiyah baik di dunia maya maupun
dunia nyata. Sekedar untuk mengukur seberapa besar
#rindubertemu saya dengan kanca-kanca.
Seperti woro-woro yang sudah disebar oleh kang Wisnu satu
hari sebelumnya, rutinan Mother kali ini bertempat di Desa Dukuhwringin Slawi,
rumah kang Fahmi, salah satu sesepuh pegiat Poci. Berbekal #rindubertemu yang
sudah saya jaga selama satu minggu, jam sepuluh kurang seperempat bersama kang
Isal berangkatlah saya ke tujuan. Sampai di lokasi disambut sang tuan rumah dan
beberapa teman yang sudah melingkar dulu, kang Moka yang masih setia dengan adiknya
kang Mustofa ups, dan tentu saja Genk Depok-kang Lut, kang Soni dan ada pula kang Sofi.
Malam itu mother bertabur cinta, seakan menyindir saya yang
sedang berusaha merumuskan gelombang kemesraan seperti apa yang terjadi di
Poci. Saya pribadi berinteraksi dengan kanca-kanca Poci belum genap 3 bulan,
tapi ikatan emosional yang terbangun sudah sangat begitu kuat, seakan kami
adalah teman sepermainan dari kecil. Adalah sebuah kegembiraan bagi saya
bersanding ngobrol ngalor-ngidul, saling bully.
Kang Fahmi malam itu merespon pertanyaan kang Sofi, benang
merah antara kecintaan seseorang dengan orang tua, anak, sahabat, pacar dan Allah adalah terletak pada bentuk kepasrahan pecinta pada yang
dicintainya, orang tua pasrah memberikan semua hasil usaha lahir batinnya demi
si anak, anak pasrah dengan apa yang dilakukannya semata-mata demi kebahgiaan
dan keridloan orang tua, seorang sahabat pasrahkan waktunya demi senyum
sahabatnya dan seorang hamba pasrah innassholaatiy wa nusuki wa mahyaya wa
mamati lillahi Robbil’alamin.
Pun di Lingkar Gagang Poci, Kang Nahar pasrah atas perannya
sebagai orang tua di Poci dengan anak-anaknya yang bandel, Kang Fahmi meski
dengan keterbatasan kesehetannya pasrah dirusuhi kanca-kanca Poci, Kang Luay
pasrah dengan engergi yang ia curahkan baik tenaga maupun
pemikiran-pemikirannya untuk Poci, Kang Wisnu pasrah atas tugasnya sebagai
penyambung lidah sekaligus ruh Poci, Kang Isal pasrah dengan suara merdunya
seringkali menjadi puncak keindahan di lingkaran Poci, Kang Aziz pasrah dengan
puisi-puisinya yang menjadikan Poci lebih berestetika, Kang Moka pasrah menjadi
si pemantik kebuntuan dengan lontaran-lontaran cerdiknya, serta bentuk
kepasrahan-kepasrahan lainnya dari kanca-kanca Poci yang menjadikan sinergi di
tubuh Poci.
Malam itu saya kurang
sependapat dengan quote Mbah Tejo, bukan sekedar saling mendoakan saja saya
akan sampai pada puncak kerinduan melainkan seberapa sering saya berjumpa,
berinteraksi, berbagi #secangkirkopi, bermesraan dengan kanca-kanca Poci.
Seperti halnya seberapa sering saya “berjumpa”, “ berinteraksi”, “berbagi”,
“bermesraan”, dengan Tuhan dan Kekasih-Nya lah yang membawa sampai pada level
bukan hanya #rindubertemu melainkan #bertemurindu.
Jangan sampai kita mandeg pada ”Zur Ghibban Tazdad Hubban”
Mari teruskan “Zur Katsiron Ladzid Jiddan”
Wallahu’alam...
*Peppi Al-Ikhtiqom