#1 AMUKTIKU
"Detik-detik terakhir ini menjadikan
aji seketiku semakin lemah, sampai nanti semua kesaktian ini hilang tanpa
sukma, dan akan kembali menjadi wayang yang mencari tumbal lagi dalam mengasah
tanduk-tanduk halimunnya. Sing kesungkur sing bakal duwur, sing ngroso duwur
sing bakal ajur, sing sabar sing bakal anyar, tandur tandur, ojo mundur sedurung sekabehaning tata, nandur nandur, noto ning apik iku kudu mundur"
"Jangan berkata seperti itu Kakang
Mas, aku masih membutuhkanmu untuk
membukakan apa itu wicaksananing urip. Aksa juga masih membutuhkanmu sebagai
guru untuk mengenalkannya pada Sang Hyang Toyo"
"Iya Guru, aku masih tidak terima dengan apa yang
Kerajaan Pandar lakukan atasmu. Setelah
banyaknya Pengabdianmu atas Kerajaan itu, kenapa malah sekarang Guru di
singkirkan di buang, bahkan di jadikan tahanan rumah."
"Cukup Aksa, belajarlah dari Kakang Masmu Arya. Hidup tidak lebih adalah lingkaran waktu yang
bergelombang, dan setiap gelombang memilki
aliran kepesten sendiri, dan setiap
aliran kepestennya memiliki getaran tersendiri. Jika Memang Sang Hyang sudah menulis kepestenku seperti ini maka aku
harus menerimanya, maka biarkan aku
moksa dan tenang meninggalkan dunia fana ini."
Ismaja adalah seorang Jenderal yang telah
melegenda di tlatah Nusantara, kepiawaiannya dalam berperang membuat musuh-musuhnya terkagum-kagum dan
menjulukinya "Luk Petir Wasesa", Luk diambil dari lekukan keris, dan petir wasesa dimaknai sebagai pengendali
petir. Karena strategi-taktinya yang sulit dibaca dan serangannya yang
bergemuruh seperti ledakan Petir ketika bergerak di medan perang. Tubuhnya besar, tegap dan masih gagah meski sekarang
menginjak usia tujuh puluh musim kedua tahun Wilatika. Arya adalah manusia
pertama yang ia angkat menjadi murid, dan adiknya si Aksa adalah murid kedua yang diajarkan Ismaja apa itu
sejatineng urip. Usia Sang Jendral dengan Arya terlampau jauh seperti Kakek
dengan cucu terkecilnya, dibanding
Ismaja yang sudah makan asam-garam kehidupan,
Arya tidak lebih hanya seorang pemuda belia berusia dua puluhan.
"Kalo begitu kami pamit Kakang Mas,
semoga Sang Hyang membebaskanmu dari samsara untuk mudah menuju nirwana"
"Berhati-hatilah kalian berdua di
perjalanan pulang, Dirgahayu"
"Dirgahayu"
Aksa dan Arya melepas ikatan kudanya, dan meninggalkan bukit jalatunda tempat
dimana Ismaja, Guru yang mereka cintai
akan moksa.
"Kang Arya, apa kita akan diam saja melihat Guru kita diperlakukan demikian?"
Arya tidak menanggapi pertanyaan Aksa, ia malah semakin cepat melajukan Kudanya menembus hutan mandalawangi. Sedangkan Aksa tergopoh-gopoh mengejarnya.
"Kau pulanglah!! katakan kepada Ayahanda aku akan pulang setelah purnama ke tiga, ada urusan yang harus kuselesaikan"
"Tapi Kang Mas, aku ingin ikut"
"Belum saatnya, PULANG!!!! "
Arya menghilang dari pandangan Aksa, jarak untuk menuju Kerajaan Dharmawangsa, tempat dimana kakak-beradik itu tinggal masih membutuhkan perjalanan empat hari, namun bukan itu yang Aksa risaukan dari ekspresi wajahnya. Apa yang harus ia katakam kepada Ayahnya jika Kang Masnya menghilang selama itu.
****
Beberapa prajurit dan Ksatria memasuki
ruang singgasana Raja Pandar. Duduk di Singgasananya Raja Pandar baru, yang
menamai dirinya sendiri dengan Gelar Kertaningbumi. Tubuhnya gemuk gempal, namun betisnya kokoh seolah mampu tetap
berdiri meski gempa menggoncangkan keratonnya. Ismaja telah berhasil ia
singkirkan, dan sekarang ia merasa bahwa
ia berkuasa mutlak atas pasukan di kerajaannya. Namun kedatangan pasukan itu membuat Sang Raja mengernyitkan dahi.
Simpatisan Ismaja di kirim ke medan perang
untuk menaklukan Kerajaan Padri yang kokoh,
tidak lain tujuannya adalah untuk misi bunuh diri agar gugus pasukan
kesayangan Ismaja, Bimashakti, lenyap
ditelan bumi. Gugus Bimashakti, yang hanya terdiri dari 500 pasukan, yang selama ini melegenda dengan zirah perang
hitam, berbendera merah gula aren, dan
putih kelapa, dwaja merah-putih, di hiasi lambang mandala delapan arah mata
angin ditengahnya, saat ini kehilangan arah karena Jendralnya tidak ada.
Bimashakti sudah terpojok ke hutan, tinggal menuju ajal hingga pengepungan pasukan Padri tiba. Namun Sang Hyang berkehendak lain, seorang pemuda tiba-tiba muncul dan
melantangkan kalimat :
"WAHAI SEMUA SAUDARA-SAUDARAKU!
YANG MENCINTAI ISMAJA SEBAGAIMANA ORANGTUANYA SENDIRI!!!
AKU DIUTUS LUK PETIR WASESA AGAR KALIAN BANGKIT!!
MINTALAH KEPADA SANG HYANG AGAR DIPINJAMKAN KEKUATAN ESOK HARI, UNTUK DIGUNAKAN SAAT INI! DAN TUNJUKAN PADA DUNIA!!!BAHWA BIMASHAKTI MASIH MENJADI GUGUS PASUKAN TERKUAT DI TANAH JAWA!
INI AMUKTIKU!! BAHWA TIDAK ADA SATUPUN PUTRA-PUTRI KALIAN YANG AKAN MENJADI PIATU!! , ISTRI-ISTRI KALIAN AKAN MENADI JANDA!! , ORANG TUA KALIAN AKAN KEHILANGAN PUTRA TERCINTANYA DI GUGUS INI!! SETIDAKNYA,...."
Kelelahan Gugus Bhimasakti seolah sirna
seketika, bahkan yang terluka mendadak
hilang rasa sakitnya, mereka bangkit
kembali. Bertumpu dengn kaki lelahnya, dengan tombaknya, dengan pedangnya untuk bisa berdiri
mendengarkan apa yang akan dikatan pemuda itu selanjutnya.
"MAKA GUGURLAH DI MEDAN PERANG DENGAN GAGAH DAN TERHORMAT!!TAPI TIDAK UNTUK HARI INI!!!
MENANGKAN PERTEMPURAN, DAN PULANGLAH DENGAN KEBANGGAN!!!
DIRGAHAYUUU!!!"
"Dirgahaayuuuuu"
Semua mata pasukan gugus langsung bersinar
kembali, sorak sorai gugus bhimasakti
bergemuruh, mereka memenangkan pertempuran dengan siasat dan taktik yang
diracik oleh si Pemuda. Bahkan ada
bisik-bisik dijajaran pasukan, seolah Ruh
Luk Petir Wasesa dan Dewa Perang berpadu pada diri pemuda tersebut.
"Jadi bagaimana hasil dari peperangan
kita?"
Seorang Ksatria dan pasukan dibelakangnya
berlutut menunduk di hadapan Sang Raja.
"Berkat Restu Baginda, Kami
memenangkan pertempuran itu. Bahkan kami
berhasil membumi hanguskan wilayah musuh Baginda di Utara"
"APAAA??? AKU TIDAK MEMILIKI MUSUH DI UTARA? BUKANKAH
ITU BATAS KERAJAAN DHARMAWANGSA?"
"OOH! berarti mulai saat ini, Baginda akan memiliki musuh di Utara."
Sang Raja melotot kepada barisan pasukan tersebut, ia berfikir keras, jika dia akan menghukum dan memancung seluruh kepala gugus bimashakti, dia akan kehilangan kekuatan militer terkuatnya, belum jika Dharmawangsa, Kerajaan terkuat di Tanah Jawa akan memutuskan untuk menyerang balik Kerajaan Pandar.
Dan didalam kebingungannya, seorang prajurit muda dengan kulit putihnya,
di barisan paling belakang menatap tajam
wajah Sang Raja Pendar. Berbisik lirih;
"Kau akan menerima balasan segala perbuatanmu, dan untuk guruku, Ismaja"
*Muhammad Fatkhul Barry Lu'ay