"Alim bisanya nyimpen dongeng, cerita, atau hikayat yang mengandung hikmah, kalian minta dia cerita aja, and
jangan ganggu tidur gua oke? "
Niat Maman dan Soleh ke kamar sebenarnya
mau minjem Si Qoswah, tapi Murod tidak
mengijinkan, alhasil Murod malah
ngompor-ngompori dua anak itu untuku bercerita.
"Adalah kisah, di sebuah negri antah berantah. Ada tiga orang anak dikurung di sebuah Gua yang
cukup dalam menjorok kebawah, cahaya dari luar bisa masuk kedalam menyinari
ruangan tersebut, dan terkadang membentuk siluet atau bayangan di dindingnya.
Kaki dan tangan ketiga anak itu dirantai,
tubuh mereka menghadap ke dinding, sehingga mereka tidak bisa melihat apapun
di belakangnya, di atasnya. Tiga anak
itu hanya bisa melihat ke dinding."
Maman dan Soleh menyimak dalam-dalam, cara mereka mendengar seolah kedua anak inu
menjadi salah satu dari tiga anak yang dikurung itu, atau memang karena aku sangat dramatis
menceritakannya.
"Bertahun-tahun mereka hidup di situ,
tanpa pernah tahu makhluk atau sesuatu apa yang mengirimi mereka
makanan-minuman, suara-suara dari arah
belakang mereka yang seolah seperti suara yang dimiliki ketiga orang itu. Sehingga
satu-satunya kebenaran yang bisa mereka terima adalah bayangan pada dinding
gua. Mereka hidup dengan konsep tersebut, berhari-hari, berminggu-minggu,
bulan, tahun dan seterusnya.
Dan di titik ini, jika kalian menjadi dari ketiga anak
tersebut, terserah kalian akan
menganggap bayangan itu sebgai teman, sahabat, guru, penolong malaikat atau bahkan Tuhan sesuai dengan
sebutan kalian, dengan bahasa yang
kalian miliki, terserah. Dengan segala sifat berbeda yang mereka miliki, dengan segala konflik yang mereka
munculkan, terserah."
Soleh semakin mengerutkan kening sambil
memijat-mijat kepalanya, sedang Maman
masih membentuk huruf O pada bibirnya.
"Kemudian, disini menariknya. Tiba-tiba mereka terbangun
dengan rantai yang mengikat tangan dan kaki mereka terlepas, kalian tahu apa
yang terjadi kemudian? "
Mereka berdua menggeleng.
"Ketiga manusia itu melihat ada sebuah
cahaya di belakang mereka, diatas lorong
Gua tersebut. Muncul rasa penasaran dari salah satu mereka, ingin memanjat dan
mengetahui apa itu, tapi kedua manusia
lainnya melarang. -Jangan! kita bertiga harus tetap bersama, disini, jangan kemana-mana.- tapi satu orang itu tetap bersikeras ingin
mengetahuinya."
Dan sekarang Soleh ikut membentuk huruf O
sama seperti Maman.
"Ditinggalah dua orang temannya, ia memanjat dan menyusuri lorong Gua
itu, menuju cahaya, menuju cahaya. Ia
sangat bersemangat, merangkak dan kemudia
berlari kearah cahaya tersebut, dan tibalah ia di pintu Gua. Cahaya matahari
terlalu silau untuk dilihat, matanya
membutuhkan beberapa menit untuk mampu melihat apa yang bisa ia lihat. Ternyata
ia berdiri diatas sebuah bukit, yang tentu saja dia tidak tahu jika itu bernama
bukit. Dimana persis di bawah sana ada sebuah taman dengan beraneka bunga, pohon-pohon, sungai dan sebuah desa. Ia melihat makhluk-makhluk yang seperi
dirinya, dengan pakaian aneh
berwarna-warni tidak seperti yang ia kenakan. Ia beridiri lama menatap desa
tersebut, kemudian berbalik melihat pintu
gua, tahu apa yang terjadi? "
Maman menarik nafas panjang.
"Ia kaget melihat bayangan di dinding
belakangnya, ia bersujud menundukan
wajahnya, tapi bayangan itu kemudian hilang. Ia berdiri, kaget, bersujud lagi, hilang, berdiri lagi, kaget, bersujud
lagi, berdiri lagi dan menyadari bahwa
bayangan itu tidak lebih muncul dari dirinya sendiri. Dan saat itu ia menemukan
sebuah kebenaran baru."
Maman dan Soleh tersenyum puas, tapi
kemudian Murod yang sedari tadi tenang tiba-tiba bangun, menyibak sarungnya dan
memotong.
"Mau kamu teruskan Lim? "
"Engga Rod, udah itu aja. Emang ada terusannya?"
"Ada, mau aku ceritakan? "
Aku menggeleng, tapi Maman dan Soleh menunjukan ekspresi
protes.
"Terusin cong, gua tau lu pura-pura
tidur, nanggung"
"Iya kang Murod, mereka akhirnya selamat? ketiga anak itu hidup bersama orang desa di
bawah bukit? "
Murod menggeleng dan menarik nafas panjang.
"Tapi kalian jangan kecewa, itu cuma
sebuah cerita, sebuah alegori yang di
karang seorang filsuf yunani klasik bernama Plato. "
Maman dan Soleh memastikan kebenaran apa
yang di katakan Murod padaku, aku
mengangguk.
"Si Pemuda Pemilik Kebenaran Baru itu
kegirangan, dia merasa menemukan sesuatu
yang luar biasa, bahwa yang ia yakini bersama kedua teman-temannya selama ini
salah. Dia kembali memasuki Gua, ingin segera mengabarkan kebenaran yang ia
temukan kepada dua temanannya itu. Tapi naas, setelah dia menceritakan
kebenaran yang ia temukan, teman-temannya tidak mempercayainya, pemahaman mereka
kolaps, mereka belum siap menerima kebenaran itu. Dan kebingungan-kebingungan itu membuat dua temannya marah kepada Si Pemilik Kebenaran, dan ia di bunuh, oleh kedua temannya, atas kebenaran yang ia bawa."
BRUAAAK!!!
"Asu,
jangan ngagetin gua Man, gile jantung gua mau copot bangke! lemari gua
bisa jebol kampret! "
Maman menggebrak lemari pakaian Murod
tiba-tiba, semua kaget, tapi ekspresi
Maman berkata lain. Raut mukanya mengisyaratkan kesedihan yang mendalam, dan matanya sudah ba-sah.
"Lu bo'ong Cong. Ap..ap.. apaanya yang
cerita hikmah? Gimana bisa si Pe..pemu...pemuda yang justru membawa kebenaran
itu malah di bunuh?!! buk..buk.. bukannya dia ingin menyelamatkan
teman-temannya dan men..menjuk... menunjukan apa yang ada di luar Gua itu"
Entah kenapa Maman bisa sedramatis itu,
mungkin cerita itu menyentuh titik terlemah Maman atau sesuatu traumatis dari
pengalaman hidupnya. Soleh segera
menenangkan Maman yang keburu menangis sesenggukan, dan aku juga tidak mengira cerita Gua Plato
ini malah ternyata setragis itu.
"Cengeng amat lu Man, terus lu mau ngapain kalo ga percaya? mau bunuh gue? kaya dicerita tadi? "
Aku dan Soleh melotor ke arah Murod yang
sekarang malah kridong sarung.
"U know what Man?"
"Ra usah keminggris Rod, enek aku ngrungoknone"
"Lho? karepku si Lim. Tapi beberapa hal
yang pasti, kebenaran sejati hanya milik Allah. Semua bangsa di dunia, semua
agama-agama di dunia, terserah mereka, akan mengklaim bahwa kisah Ashabul Kahfi
adalah mereka yang paling tahu, yang
paling benar, yang mereka gubah sesuka mereka,
yang mereka sambung-sambungkan dengan gunung-gunung, kota-kota, atau
nama daerah mereka tinggal, terserah
mereka.
Padahal Allah Azza wa Jalla abadikan kisah
itu di Al Qur'an, dan Kekasih kita Rosulullah Muhammad menceritakannya pula,
maka hal yang paling pasti, kebenaran adalah cahaya di hati dan energi di akal
fikiran. Maka ini berlaku atas mereka yang merasa paling benar, atas
siapapun, bahwa Barang siapa yang merasa
memiliki kebenaran namun berbuat dzolim kepada dirinya bahkan lainnya, ia tidak
lebih baik dari raqiem yang menjaga para ashabul kahfi tersebut, bahkan tidak lebih mulia dari dua kaki asu
itu. PAHAM MAN? "
"Paham cong"
"Nah, sekarang duduk"
"Kan aku sudah duduk"
"Kalo gitu jongkok!!"
"Maksudnya? "
"Man, berguling"
"KUTU kupret, gue manusia cong"
"Bukan kutu"
"Jangkrik!!! ".
"Asu bukan Jangkrik"
"Weddus"
"Wedusmu asu man"
"Asuu"
"Nah itu udah bener"
"BODO AMAT!!! MATI AJA LU!!!"
*Muhammad Fatkhul Bary Lu'ay