"Assalamu
qoblal kalam tapi di atas sudah ada judul, apa
judulnya di taruh di salam saja? tapi tak apalah anggap saja darurot.
Darurot dari mana? tinggal Ctrl + X kursor diarahkan di bawah salam kemudian tekan
Ctrl + V langsung pindah kan sebenarnya mudah. Mudah kalo kita sudah tahu tapi
kalau kita tidak tahu? yang jelas cari tahu. Tapi andai kata sudah sering di
kasih tahu tapi tetap tidak tahu dengan alasan lupa? wess karepmu di bakar bae
komputere. Pan di lanjut? uwis mandeg langsung saja ke reportase jum’at malam
tanggal 6 oktober tahun 2017".
Memasuki Kawasan Kampus
tanpa gedung Universitas GBN di sebelah timur tugu poci area masjid agung
slawi. Dalam benak bertanya-tanya ada apa dengan malam ini? layar putih
terpasang tegak disorot lampu remang sudut taman. Terlihat jelas sorot wajah Mbah Nun tergambar cahaya layar proyekor yang sedang diwawancarai,
mendiskusikan tentang solusi segitiga cinta yang selalu di sebut oleh mbah nun,
tapi mbah nun tak pernah menganggap bahwa skema segitiga cinta yang beliau
ungkapkan mutlak sepenuhnya benar, karena setiap manusia mampu menemukan
kebenarannya sendiri.
Segitiga cinta maiyah mengingatkan kita pada penjelasan Cak Nun yang menggambarkan bahwasannya di dalam diri manusia ada tiga software yaitu Akal, Hati dan Syahwat. Syahwat yang sifatnya menyerap, menguasai, dan melampiaskan apa saja yang menjadi keinginan ke akuannya. Untuk mengontrol syahwat yang perilakunya meledak-ledak, Tuhan mengkaruniakan sebuah kalbu atau hati, tapi kalbu itu tidak bisa mengetahui mana batas-batas yang dapat dilampiaskan, dan ada kecenderungan sebuah kalbu untuk juga menuruti bujukan syahwat. Sehingga Tuhan menciptakan akal. Akal menemani kalbu untuk bisa menimbang-nimbang keputusan yang diambil. Pun kalbu juga tetap bisa tergoda-goda dengan syahwat. (http://www.bangbangwetan.org/pustaka-dan-rumah-segitiga-cinta)
Maka Tuhan menciptakan sistem iman. Dimana ibaratkan iman adalah singgasana (rumah) dalam kalbu, maka siapakah yang benar dan pantas bisa duduk disana? Tidak lain adalah Dia sang yang Wenang yang punya kuasa mewenangkan kebijakan-Nya, kehendak-Nya kepada seluruh wayang-wayang-Nya. Masalah behind the scenes-Nya (balik layar-Nya) biar hanya Dia yang tahu. Dan siapa lagi yang pantas menemani untuk menjaga pintu singgasana-Nya? Tidak lain dia sang kekasih Nabi Muhammad SAW. Sehingga ketika manusia telah sadar akan keberadaan Tuan rumah singgasana (Shohibu Baytii) dan siapa yang menjaga pintunya maka tidak ada cara lain agar bisa kembali pulang pada ketenangan, ketentraman, kesejatian, selain menuju ke rumah-Nya melalui pintu yang dijaga oleh kekasih kita. (http://www.bangbangwetan.org/pustaka-dan-rumah-segitiga-cinta)
Sang bulan kembali
menampakan sinarnya yang sedari awal agak malu mengintip dari dari balik awan
pekat yang menyelimuti. Seusai nobar solusi segitiga cinta, kedatangan sahabat lingkar maiyah bumiayu galuh kinasih menjadikan malam semakin mempunyai nilai
artistik yang terkoneksi sehingga Tuhan mendengar apa yang di inginkan.
Malam ini pun semakin
berestetika dengan kang Iqbal, yang turut menyemarakan diskusi solusi segitiga
cinta. Paparan demi paparan yang beliau ungkapkan. Kemudian muncul kegelisan
dari salah satu sahabat maiyah galuh kinasih yang beliau punya seorang teman
yang notabenenya seorang yang senang sekali bergelut dengan akalnya, beliau
ingin sekali mengingatkan sahabatnya bahwa kita jangan selalu mengedepankan
akal, sudah berbagai cara ia lakukan sehingga keresahannya beliau ungkapkan guna
mendapatkan solusi dari sahabat maiyah yang ada di malam itu.
Kang Moka menanggapi
dengan menyarankan agar dido’akan saja dan banyak penjelasan yang Kang Moka
ucapkan tapi karena ketidak mampuan menangkap daya ingat, jadi segitu aja.
Dilanjut dengan Kang Lu’ay yang menyuruh kita agar kembali melihat diri kita
bahwa kita bukan siapa yang kelak akan menyadarkannya. Ya Alloh kalo kita bicara
otomatis kita ngrasani orang
teresebut, kurang lebihnya sperti itu. Lantas Kang Iqbal menimpali nya dengan Ateis
Adalah ciri cerdas.
Padahal jika di ingat
penjelasan Mbah Nun tentang kisah Nabi Ibrohim yang di bakar api, kemudian ada
semut yang membawa air padahal semut itu sendiri tahu, bahwa air yang ia bawa
itu tidak akan bisa memadamkan api yang berkobar saat itu, namun di situ si
semut hanya punya keyakinan meskipun saya tahu air ini tidak akan memadamkan
api yang melahap ibrohim, setidaknya ia tahu berada di pihak siapa.
*Miftahul Aziz