"Ini sudah kali keberapa lim? "
"Enem Rod"
"Juangkrik Gomat"
Murod ngedumel pada Kang Rahmat, masalahnya Kang Rahmat punya kebiasaan yang
kami bahkan warga sedikit kurang senang ke dia. Kebiasaan itu adalah ketika
Kang Rahmat di suruh memimpin do'a penutup, setiap ada acara di kampung, eh
dia malah ceramah panjang lebar.
"Kapan lagi ada acara di kampung
Lim?".
"Ummmh, malam ini ada Rod?".
"Yang ngasih tausiah siapa? Gus Muh apa Kyai Khasan?".
"Gus Muh kayaknya, Abah kan lagi ke Tegal Rejo, ada undangan khataman alfiah disana"
"Sempurna"
Murod menyeringai.
"Kamu mau ngapain? "
"Mau ke Gus Muh"
"Ngapain? "
"Ya mau nemuin Gus Muh".
"Ya mau ngapain nemuin Gus Muh"
"Ya mau ketemu, nemuin Gus Muh itu buat ketemu, kalo ga ketemu namanya bukan nemuin"
"Bentar-bentar, ini aku yang bodo apa kamu si?"
Murod malah cekikikan.
"Seorang pesulap tidak akan dihargai
saat triknya terbongkar Lim? "
"Kamu mau maen sulap nanti malam?
"
"Ndak"
"Lho?
memang kamu pesulap? "
"Bukan"
"Wedus"
Malam harinya mushola sudah dipenuhi warga,
muharomanpun digelar, penampilan hadroh
para santri memang tidak pernah mengecewakan sebagaimana pengajian-pengajian
sebelumnya, tapi ada yang berbeda malam ini. Murod datang dengan penampilan keren,
seperti seorang Kyai Muda. Ia mengenakan busana putih-putih dari
sarung, koko hingga pecinya, yang kontras hanya warna hijau sorban di
pundak kirinya. Dia duduk didepan diantara para asyatidz dan tokoh masyarakat, sedangkan aku dibelakangnya persis.
"Pangapunten, Gus Muh mboten saget rawuh, kulo sing dados badale"
What the.... sejak kapan Murod menjadi seelegan itu? Terus Gus Muh kemana?
"Tibalah saat yang dinanti-nanti, mauidhoh hasanah yang akan dibawakan oleeeeh Gus Muhammad putra Kyai Khasan. Maaf ralat, beliau di badalkan dengan Kang Murod, waktu dan tempat kami haturkan."
Pembawa acara selesai membacakan, Murod naik Panggung.
"Kang Alim, siniiih"
Soleh berbisik meminta aku
mengikutinya, sudah ada Maman dibelakang
ternyata.
"Ko pocong yang ceramah bang? aman nih?"
Aku cuma mengangkat bahu.
"Terus Gus Muh mana Kang?"
"Itu juga saya tidak tahu Leh, Man.
Tapi yang lebih saya khawatirkan adalah apa yang akan disampaikan
Murod, kalau dia nglantur, repot nanti urusannya"
Kami bertiga sepakat dan hanya
mengangguk-angguk, beberapa warga memang mengenal Murod sebagai orang
baik, tapi lebih banyak yang menganggap
dia sebagai biang kerok, alias pembawa
masalah.
Murod mengawali tidak langsung dengan
salam, tapi dengan dua fatihah, fatihah pertama adalah untuk Rosulullah, keluarga dan para sahabat. Fatihah kedua
untuk rijalul ghoib yang ada di tempat ini, baru setelah itu salam dan
muqodimah pada umumnya. Matanya menyisir ke seluruh penjuru majlis, menatap wajah-wajah para pengunjung.
"Untuk kalian para manusia-manusia
alay"
Ampuuun, kumat si Murod.
"Gimana Bang, masih aman ga bang?"
"Pasrah Man"
Pengunjung terperanjat dengan kalimat
pembuka Murod, kasak-kusuk mulai
terdengar.
"..Kita semakin jauh dan lupa
bagaimana sosok Rosulullah yang sebenarnya. Dan yang kita konsumsi adalah
informasi-informasi tak jelas, yang membuat kita semakin pikun di usia muda.
Dunia maya, sosial media, bahkan aplikasi-aplikasi obrolan seolah mendadak
menjadi deretan kitab-kitab kuning yang harus kita kaji dan percayai. Sholat
jarang, ngaji malas, ndarus tidak pernah, tapi saat ada pembahasan agama ko
mendadak menjadi ustadz?"
Kasak-kusuk mulai reda, beberapa pengunjung yang sedari tadi
memainkan ponselnya mendadak berhenti, memasukan smart phone mereka ke saku dan
fokus mencerna apa yang Murod sampaikan.
"Untuk kita semua para manusia alay,
yang terlalu banyak tertawa juga mengeraskan hatinya. Jika hanya karena pekerjaan dan sekolah,
yang kebanyakan ahad adalah hari libur kita. Atas dasar apa kita membenci hari senin? padahal Rosulullah lahir di
hari tersebut. Jika iya tentang guyon, atas dasar apa kita menghitung prosentase
hujan dan kenangan? sedang 100% semuanya adalah rahmat. Padahal Rosulullah
berbahagia berbuka puasa hanya dengan satu kurma, dan itupun dibagi dua dengan Aisyah, tapi kita? bahkan untuk seluruh makanan di meja terkadang kita
menghina.
Allahumma Sholli 'ala Sayidinaaaaa
Muhammad.."
"Shollu'alaih"
Seluruh pengujung menjawab sholawat Murod.
Soleh mantuk-mantuk mencerna kalimat-kalimat Murod.
"...Untuk santri-santri alay di majlis
ini, baik putra maupun putri. Tidak perlu terburu-buru untuk mencari tahu siapa
jodohmu, jika mereka bilang jomblo itu tidak keren, maka jawablah bahwa
muthola'ah kitab, hafalan mufrodat, tasrif,kaidah nahwu hingga ushul fikih, dan
menambal kitab yang belum sempurna dimaknani jauh lebih keren ketimbang
menghabiskan waktu untuk itu.
Jangan jadikan do'a sebagai candaan jangan,
bukankah kita akan marah jika nama kita dijadikan sebagai bahan cemoohan, nama
adalah do'a. Maka berdo'alah dengan baik;
-Ya Allah jika dia jodohku maka pertemukanlah dalam keadaan baik yang juga membaiki kami dan keluarga kami, jika dia bukan jodohku Hanya Engkau Ya Allah yang bisa menjauhkannya, sejauh-jauhnya, hingga aku tak perlu mengenalnya-
Dan yang kemudian merasa sakit hati karena
terlanjur jatuh cinta, ingatlah bahwa sakit hatimu tidak lebih berbahaya
ketimbang hidup Rosulullah yang selalu terancam bahaya setiap harinya. Fokuslah
pada istikomahmu berjama'ah, karena sepulang nanti di rumah itu akan lebih
berat.
Maka saya disini tidak untuk mewakili abah
kyai, tapi mewakili seluruh santri putra di nusantara ini, untuk berkata kepada
semua santri putri bahkan seluruh perempuan di negri ini, bahwa kami para
santri mungkin hanya di kenal dengan 'Enggih Kyai', sarung lusuh, atau peci
hitam yang sampai berubah kusam. Tapi sungguh bahwa Rosulillah Sollallahu'alaih wassalam adalah junjungan yang akan selalu kami cintai, taati dan ikuti sauri
teladannya.
MAKA, PESONA MAS SANTRI MANALAGI YANG AKAN
KALIAN DUSTAKAN???
wAllahul muwafiieq ila aqwamiethariiq,
wasaalamu'alaikum wr wb..."
Sorak sorai dan tepuk tangan riuh seketika.
"Gilaaa, kereeeen si Pocoong, kereeen"
Tanpa sadar Maman ikut bertepuk tangan.
Murod turun panggung, sudah ada Kang
Rohmat di barisan depannya, tiba-tiba
Murod mendekatkan kepalanya ke Kang Rohmat. Berbisik.
"Kang, bagian sampean do'a. Kalau
sampean ceramah, saya pulang
langsung, inget lho Kang, do'a!!!
cukup do'a"
Kami bertiga saling pandang mendengar
bisik-bisik Murod ke Kang Rohmat. Kemudian MC memperkenankan Kang Rohmat untuk
berdo'a.
Ah, mungkin karena memang sudah
kebiasaan, lagi-lagi Kang Rohmat
ceramah, wajah semua santri menunduk
sungkan dengan para penduduk. Tapi ada yang berbeda kali ini. Murod berdiri, berjalan kedepan panggung
dengan cencang-cenceng, hilang sudah
aura keren sebelumnya di mata kami. Murod mendongak ke arah kang Rohmat.
"Kongkon ndonga malah ceramah. ENYONG
BALIK!!! SOLLU 'ala sayyidinaaaa
Muhammad"
Murod mencincing sarungnya, pulang, bersamaan dengan jawaban sollu 'alaih para
penduduk dan tepuk tangan.
"Gimana man? masih aman? mau tetap di sini" tanyaku ke
Maman
"BODO AMAAAT!!!!"
Maman Pergi meninggalkan kami.
*Muhammad Fatkhul Bary Lu'ay