Sementara
ditanya oleh kang wardi seorang tukang becak yang biasa mengantar kyai wasto
pergi kepasar "kenapa si dewan itu bersedih?" kemudian kyai wasto menjawab "karena ia menahan sakit yang sudah lama ia derita". lantas kang wardi
menimpali kembali "memangnya apa sakit yang ia derita kyai?" dengan
nada berelegi kyai wasto bertutur lirih "Komplikasi" kang wardi tidak
mendengar secera jelas karena suara yang tadi terlalu pelan, mungkin karena
memang kyai wasto memahami rasa sakit yang di derita si dewan saat ini dan
turut merasakan kesedihan yang sama, namun kang wardi hanya mendengar sedikit
kalimat yang keluar dari bibir sang kyai antara kom dan si, karena kang wardi
senang mendengarkan lagu tarling di radio apalagi kalo yang siaran aziz khan
penyiar ganteng yang tiada tara, maka ia langsung beranggapan bahwa yang di katakan
sang kyai saat itu adalah kompilasi.
Kang wardi memang sering sekali kecelitut kalo bahasa yang kadang dijumpai terkesan asing di mata
dan telinga nya, tapi ia tetep kekeh memperjuangkan setiap kata yang di jumpai
meskipun itu salah. Seperti pagi tadi sebelum ia melaksanakan tugas dinas nya
sebagai tukang becak, ia sarapan sambil nonton acara berita di TV, beliau
melihat di layar kaca tertulis berita acara Elegi
Untuk Negeri, kang wardi langsung berasumsi salah tulis mungkin yang di
maksud adalah Pilegpadahal sudah
jelas – jelas gambar nya adalah bencana kebanjiran. Tapi itulah kang wardi
sosok tukang becak yang mempunya daya intelektual yang sangat tinggi dalam
memahami satu kalimat.
Setelah kang wardi sarapan kemudian ia melaksakan tugas
nya sebagai tukang becak, di tengah perjalanan di cegat oleh dua orang satu
laki – laki dan satu perempuan berpakaian layaknya wartawan dengan membawa
kamera dan mic, dalam hati kang wardi “bakal
masuk tivi nich “ ternyata benar apa yang di sangkakan kang wardi, kedua
orang itu adalah wartawan yang kebetulan mau meliput kegiatanblusukansalah satu calon legislatif dari
partai elit di indonesia yang ingin melihat kondisi pasar tradisonal di daerah
brebes.
Setelah turun dari becak wartawan itu kemudian membayar
kang wardi dengan uang seratus ribu, kemudian sang wartawan itu langsung pergi menggrudug caleg tersebut, kang wardi
hanya melihat dari kejauhan sambil bergumam "enak juga ya jadi orang terkenal
tapi perasaan saya pernah lihat orang itu (maksudnya
si caleg) perasaan orang itu kemarin sakit saat di panggil KPK, tapi kok
sekarang udah sembuh malah mau nyaleg, waduh papa nyaleg lagi" tak berpikir panjang kang wardi langsung
menggenjot roda tiganya menuju kediaman kyai wasto, kebetulan kyai wasto sedang
menikmati dukhon dan qohwa yang di seruput secara bersamaan
sambil memegang handphone android sembari berselfie ria di teras rumah lalu di upload
di sosial media dengan caption "ternyata
susah udud sambil ngopi".
Kang wardi membuka pintu pagar, berlari menghadap kyai
wasto yang sedang asyik dengan smatphone nya. Terdengar lekikan suara lantang
menggema memanggil kyai wasto
"Kyai si dewan yang
kemarin sakit kompilasi sudah sembuh" ucap kang wardi dengan nafas terengah – engah
"Kompilasi? perasaan
komplikasi" kyai wasto bertanya-tanya
"Tadi saya melihatnya
di pasar" lanjut kang wardi
"Ya sukur kalo sudah
sembuh, saya ikut seneng dengernya mudah-mudah nanti di panggil KPK nda sakit lagi" dengan wajah biasa saja.
"Amin... memang
kasihan kalo mesti sakit lagi kyai, apa lagi sakitnya kompilasi?" ujar kang
wardi
"Kalo benar dewan itu
lagi di pasar tradisional itukan memang agenda 5 tahun sekali tahun berikutnya
belanjaanya di mall lagi" canda kyai wato
*Miftahul Aziz