REPORTASE POCI MAIYAH MEI 2018 - PARADE PELANG-PELENG
Malam 4 mei 2018, Jannatul Poci Maiyah seperti biasa memulai kebisingannya semenjak sore hari, obrolan grup chat penuh sesak dengan persiapan-persiapan, seperti sibuknya kumpulan tawon yang tidak tahu apakah madu akan berhasil diraih atau tidak.
"Kulo pangkat mantun maghrib mas"
Mas Oki menyatakan kesediaannya, untuk turut
membantu perisiapan malam itu.
Obrolan grup saya tutup.
Sesekali melihat arah langit selatan dari
Panggung, khawatir mendung atau hujan. Tapi apalah arti kekhawatiran, yang jelas
sekarang saya harus ke Kang Samsul, menukar sepedaku dengan mobil untuk
mengangkut sound system dari tempat kang fahmi dikarenakan malam itu kang fahmi
tidak bisa membawa mobil dan tidak sepowerfull seperti biasanya. Dengan di bantu kang ajat dan kang fahmi sound system
diangkut menuju GBN. Di GBN Mas Oki dan Mbah Nahar yang tak diduga-duga datang lebih awal sudah
bersiap-siap menyambut kedatangan
kami dan sound system. Dengan dibantu sedulur lainnya, kami pun bergegas
memasang banner, menggelar tikar, mempersiapkan
sound system dan persiapan lainnya. Seusai semua persiapan telah tertata rapi, tiba-tiba kang fahmi ijin pamit
karena di telpon sang ibu untuk segera pulang.
Selepas kang fahmi pamit, Maiyahan dimulai seperti
biasa dengan bertawasul kepada
Kanjeng Nabi Muhammad SAW dan para Waliyullah pendiri Tegal dan sekitarnya, dilanjutkan
dengan membaca Surat Annas, Al Falaq dan Al-Ikhlas
sebanyak 11 kali.
Selebaran
mukadimah mulai dibagikan kepada para sedulur yang hadir, dan dimulailah
pembacaan mukadimah dengan gaya ndarus mukadimah. Kang Luay pun memoderatori jalannya
diskusi yang bertemakan Parade Pelang Peleng.
Malam ini sepasang barista Poci Maiyah Kang Peppy dan
Kang Ulin tidak bisa turut hadir dalam lingkaran kemesraan. Kang Peppy eendiri sedang berangkat ke Jakarta
untuk menghadiri Workshop StoryTelling Bersama Kang Luth dan Kang Poeh yang diadakan oleh Kenduri Cinta. Akhirnya Kang Wisnu
dengan sigap menjadi barista sementara dengan modal satu termos air panas.
Kehadiran Kang Dani dari Simpul Maiyah CirRebes pun menambah kehangatan malam itu.
Pelang-peleng adalah wujud dari
ketidakseimbangan diri, ketidak matangan sikap, dimana kebenaran bisa menjadi
pembenaran sahut salah satu sedulur
yang memulai diskusi malam ini. Kemudian direspon oleh sedulur lain yakni Pelang-Peleng
adalah ketidakmatangan dan ketidakseimbangan. Ada juga yang
mendefinisikan Pelang-Peleng adalah mendorong manusia terburu-buru dalam
menyimpulkan dan menafsirkan kebenaran, membawanya keliru mengambil sikap yg
harusnya bijaksana, mengayomi, dan
saling mengasihi menjadi sikap suka menyalahkan, berprasangka buruk, dan merasa paling benar.
Diskusi tentang parade pelang-peleng berlangsung terus menerus
seperti semua jamaah mendapatkan aura untuk mengeluarkan segala sesuatunya demi
menambah kemesraan malam itu.
Sejenak menurunkan tempo dalam diskusi satu
nomor Duh Gusti di bawakan oleh kang Azis. Di tengah-tengah lantunan Duh Gusti
kang fahmi kembali hadir di GBN sepertinya urusan selesai.
Manusia itu pelang-peleng karena ada orang
lain, sahut seorang jamaah. Melihat fenomena diskusi ada seorang jamaah yang
menyimpulkan bahwa ternyata saya yang pelang-peleng. Di situlah rona Maiyah
begitu terasa bahwa di Maiyah kita tidak menghakimi orang lain, kita lebih
memikirkan bagaimana Mengkhalifahi diri sendiri terlebih dahulu.
Akhirnya parade pelang-peleng mungkin
digunakan untuk mengukur diri kita sendiri. Tidak merasa paling benar sendiri,
bahwa sejatinya kita hanya bisa terus mencari kebenaran yang hakiki.
Nah bagaimana ketemunya? ya itu semoga. Jangan sampai kita bisa menganggap orang
lain pelang peleng kalo kita menganggap diri kita benar.