Reportase Singkat Sinau Syukur
Sepertinya tidak ada konsep pengajian yang dari arah manapun jamaah
dapat menikmatinya. Sinau Bareng Cak Nun dan Kiai Kanjeng di Muarareja Tegal
menjadi pemandangan nyata, bahwa maiyah adalah quthubul ilmu wa quthubul
barokah, insya allah.
Sebuah panggung yang tak begitu tinggi sebagai pencerminan tanpa
kasta, dan juga jamaah melingkar yang bukan hanya dalam lingkup kecil
(simpul-simpul maiyah), tetapi juga lingkup besar yaitu sinau bareng bersama
Guru kita Mbah Emha Ainun Nadjib. Jamaah melingkar, merotase, yang sebenarnya
juga adalah bulatan. Ketika Mbah Nun di sela-sela tanggapannya : yang hadir
di sini bukan hanya kita saja, tapi para masyayikh, para wali, mawali, jin, dan
para leluhur di sini. Kalau tak percaya tanya saja sendiri. (Jamaah tertawa).
Konsep bulatan ini seakan menjadi poros, yang 'terhisap', datang dan
memutar dalam segitiga cinta : Allah, Rasulullah, dan hamba. Sebuah poros yang
menggelombang, di titik-titik begitu banyak bagian bumi Indonesia, yang kelak
akan bersatu tanpa batasan, bangkit dan insya allah membawa cahaya baru untuk
generasi yang yuhibbuhum wa yuhibbunahu, Allah mencintai mereka dan mereka pun
mencintai-Nya. Tidak ada penghalang di antara segitiga itu, dan tak peduli pada
dunia yang mengetuk-ngetuk pintu jiwa, sedang di dalamnya sudah dan hanya ada
Allah juga rasulullah.
Nuansa bergembira bukan hanya nampak dari tawa dan kesegaran para
jamaah sampai usai, tetapi juga pada Mbah Nun yang berkali-kali mempersilakan
orang-orang di sampingnya untuk ikut urun merespon, namun beliau khusyuk
menjawab pertanyaan anak-cucu maiyah sampai selesai.
وَالَّذِينَ جٰهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
Pada jamaah yang bertanya tentang pekerjaannya yang menghambar
ruangan, Mbah Nun menghiburnya dengan ayat di atas. Agar jangan putus asa,
karena untuk mereka yang berjihad 'dalam allah', akan diberikan banyak jalan
kemudahan.
Pada jamaah yang bertanya tentang "Dari secangkir teh kita bisa
mengenal dunia," pun Mbah Nun membesarkan hatinya. Memberikan jawaban yang
diharapkan, meski sebenarnya ia sendiri sudah memiliki tafsiran sendiri yang
kurang lebih tak jauh beda.
Saking bergembiranya, dua pertanyaan belum sempat direspon, karena
mungkin singkatnya waktu. Pertanyaan tentang ala kulli syai'in qodir dan
tentang posisi setan antara jin dan manusia.
Seakan sudah menjadi jiwa para jamaah maiyah, bahwa kegembiraan
justru akan makin menggebu jika semua pertanyaan tak harus terjawab di saat
itu. Allah yang memperjalankan, dan Dia juga yang mempertemukan kembali. Seakan
ini tanda mudah-mudahan Mbah Nun beserta Kiai Kanjeng dapat berkunjung kembali
ke Kota Tegal, merespon pertanyaan yang belum terjawab, memenuhi kerinduan,
yang tak sempat anak-anak maiyah Tegal bahkan untuk sekedar bersalaman dengan
beliau di akhir pengajian.
*Abdullah Farid