Catatan Singkat Sinau Bareng Poci Maiyah Januari 2020
Oleh : Lingkar Gagang Poci
Oleh : Lingkar Gagang Poci
Dunia ini berisi proses silih
berganti antara cinta dan pertikaian, apabila cinta berkuasa maka musnahlah
semua unsur-unsur yang menimbulkan pertikaian dan kekacauan. Begitupula
sebaliknya.
Jum’at
malam, 3 Januari 2020, gelaran Sinau Bareng Poci Maiyah Tegal diperjalankan.
Cuaca selalu bersahabat, hujan ataupun terang berbintang, keduanya tetaplah
rahmat. Tempat yang biasanya di Monumen GBN Slawi bergeser ke Gedung Rakyat. Di
luar atau di dalam ruangan, ramai atau hanya beberapa orang, cinta Tuhan selalu
terasa nikmat. Datang dari berbagai warna, mereka berkumpul di sana. Meski
hujan menyapa, tak menyurutkan sinar ceria. Tiada malam tanpa rasa. Cinta tetap
hadir di dalamnya.
Dari
para jamaah seakan jawaban, bahwa semangat bukan perihal quote semata. Ada
banyak hal yang lebih memakna lewat mata. Mata-mata kepedulian pun mengaroma.
Lewat para jamaah dan para pegiat di sana. Hujan tak hanya sekedar mengingatkan
kenangan, tapi membuat kenangan. Dan malam itu, adalah kenangan yang tak akan
luruh di awal dua ribu dua puluh. Tiada yang pergi dari hati. Tiada yang hilang
dari kenangan. Sebab kenangan yang terukir dalam hati, dan tersimpan dalam
ingatan, tak akan pernah terlupakan. Betapa semangatnya para sedulur maiyah tergambarkan.
Dengan tetap melaknakan gelaran sinau bareng di saat pada sabtu malam.
Mungkin
sebelumnya pertanyaan ini lah yang terlintas lebih dulu di benak-benak sedulur
Maiyah“Bengi kieudan apa orayah?” dikarenakan sekitar pukul 17.00 langit
di daerah slawi (lokasi sinau bareng poci maiyah) terlihat mendung, namun hujan
tak juga turun. Padahal dalam beberapa hari belakangan, hampir setiap hari
hujan selalu mengguyur. Selepas Maghrib, terlihat dari selatan kota slawi,
petir dan gludug terdengar, angin semilir juga seperti mengabarkan bahwa hujan
akan datang.
“Nyong ngenteni nang mburi GBN.”
Pesan singkat dari salah satu
penggiat bahwa ia mengabarkan sudah tiba di belakang monumen GBN, lokasi yang
biasanya digunakan untuk rutinan sinau bareng.
”Kie sidane nang endi Maiyahane?
Nang GBN apa Gedung Rakyat?”
Pertanyaan muncul dari beberapa
sedulur yang ingin memastikan lokasi sinau bareng malam itu. Namun hingga Jama’ah
Isya selesai, belum ada kepastian untuk lokasi maiyahan.
“Menurutku mending langsung ke
Gedung Rakyat. Gumayun dan sekitare bledek ngampar nemen.”
Mbah
Nahar lewat grup whatsapp mengusulkan bahwa sinau bareng pindah lokasi ke Gedung Rakyat. Karena
memang malam itu gludug benar-benar mengabarkan bahwa hujan akan segera turun.
Sekitar pukul 19.30 lebih, Kang Koor tiba di lokasi belakang GBN
dengan membawa soundsystem dan mengabarkan bahwa “Lokasi pindah bae nang gedung rakyat.” Dengan
sigap beberapa sedulur yang standby di belakang GBN langsung mengangkut
peralatan yang akan dibawa ke Galery Gedung Rakyat.
Sinergi
malam itu begitu nyata. Saling berperan dalam ruang yang membesar, menyatu
dalam perbedaan, bersama menuntaskan tugas Tuhan. Karena tak mungkin sesuatu
dapat terselesaikan tanpa sinergi, kerjasama, persilangan jalan kebaikan, meski
setiap manusia memiliki jalan hidup masing-masing. Matahari di siang hari,
sedang bintang dan bulan di malam hari. Gunung menjulang menjadikan bumi tak
goyang, dan laut yang dalam menyimpan begitu banyak yang manusia butuhkan.
Tangan kanan harus bersinergi dengan tangan kiri, begiti juga mata, telinga,
mulut dan sebagainya.
Tidak ada orang bodoh mutlak, seperti halnya orang cerdas
mutlak. Bahkan Rasulullah pun oleh Allah dikehendaki untuk lupa, sanuqri-ukafalatansaa illa masyaa allah. Maka dibukakanlah pintu saling mengingatkan, tawashoubilhaq watawa shoubish shobr wabilmarhamah.
Kita mungkin cerdas di satu sisi, tapi memiliki kebodohan di sisi yang lain.
Kita mungkin banyak hal yang bodoh dalam sekian hal, tapi pasti memiliki
kecerdasan di hal-hal tertentu. Tuhan tak marah dengan kebodohan yang kita
miliki selama terus belajar. Tapi Dia akan marah ketika kita mengerti, bahkan
membaca dan memahami kitab-Nya namun menyembunyikan itu, apalagi untuk diri
kita sendiri. Paham, tapi menolak untuk melakukan tanpa alasan yang adil.