Mukadimah Poci Maiyah September 2021
Oleh: Muhammad Fatkhul Bary Lu'ay
“Bukan orang
masuk islam yang terpenting, tapi islam masuk ke dalam orangnyalah yang paling
utama” – Mbah Nun
Bisa
dibilang, beberapa minggu ini, saya sedang kehilangan kemampuan saya untuk
menulis. Mungkin, karena hati yang menjadi semua pondasi tulisan-tulisan saya,
yang selalu saya fungsikan sebagai cermin untuk merefleksikan dan
memproyeksikan hati manusia, sedang terlalu kusam dan berdebu. Sehingga, hampir
tidak ada sama sekali yang bisa dipantulkan darinya. Namun, apakah tulisan ini
harus terhenti di sini? Apakah gelaran poci maiyah kali ini akan dibiarkan
begitu saja tanpa awalan? Apakah hanya dengan secuil alasan-alasan klise,
menjadikan saya berhak untuk seenaknya udel mengatakan ; “Saya menyerah!???”
Tidak,
saya tidak ingin menyerah begitu saja, bahkan, jika detik ini saya telah
menjadi ‘idiot’, atau kemalasan saya membumbung tinggi menjadi lebih luas
ketimbang luasnya bima sakti, saya harus
memiliki tekad dan keyakinan, yang jauh lebih luas daripada itu semua, yang
getarannya mampu melampaui prasangka saya sendiri.
Saya
harus melelehkan ego dan keakuan, agar kemudian turut melebur bersamaan dengan ghoibnya aliran waktu.
Karena,
aliran tanpa getaran, hanya akan
menjumpai kehampaan, dan getaran yang tidak mengalir, hanya akan melahirkan
kehancuran. Maka, jika saat ini hati saya tidak bisa memantulkan
hati siapapun, setidaknya, saya masih bisa memantulkan hati saya sendiri, dan
kembali mengingat awal-awal waktu. Tentang betapa pernah frustasinya saya
melihat ruwetnya dunia, saat sebelum dirizkikan bertemu dengan maiyah. Tulisan
ini harus kembali membawa ruh maiyah, dari muara maiyah, dan akan kembali pula
ke muara maiyah. Yang mengalir dan bergetar, yang alirannya menggetarkan, dan
yang getarannya turut mengalir, yang kesemuanya itu, akan kembali disebut
dengan ; diperjalankan.
Robbana ...
Wahai Tuhan kami,
Pengayom dan Pendidik kami.
Orang-orang
maiyah bukanlah manusia super yang tidak akan terluka dan cedera, bahkan hinaan
dan fitnah yang tak bisa diraba, sangat bisa menggores dan merobek hati mereka.
Orang-orang maiyah juga buka nabi, yang ma’sum
terjaga dari berbuat keliru dan kebodohan, yang bahkan bisa ditipu harta
martabatnya oleh yang lainnya. Orang-orang maiyah hanyalah orang-orang biasa,
yang mendambakan ketentraman hidup, yang mengingini kebahagiaan diri, dan yang
juga tak menolak menjadi kaya untuk menghidupi dirinya, keluarganya dan
agamanya. Orang-orang maiyah juga bukan tipikal yang naif dan jumud, yang tidak
bisa membedakan antara khayalan dan realita, yang serakah mengingini kesenangan
diri dan lupa untuk memikul penderitaan saudara-saudara lainnya. Namun,
bagaimana bisa orang-orang maiyah memberikan kebahagiaan sedang mereka sendiri
tidak memiliki kebahagiaan itu? Dan bagaimana bisa orang-orang maiyah
memberikan kegembiraan pada orang-orang di era yang semakin kacau dan paceklik
ini, sedang mereka sendiri diliputi lara, duka dan hutang yang kian menumpuk?
Atiyna fid-dunya
hasanah
Anugerahkanlah kami di
dunia ini kebahagiaan
(yang bisa kembali kami
bagi kepada yang lainnya)
Sungguh kami telah
memilih ridlo atas segala Ketetapan-ketetapan-Mu. Pun jika Engkau sedang
Menghamparkan ujian untuk seluruh dunia, agar semua manusia bisa merasakannya
bersama-sama, yang kompleksitasnya tidak akan pernah bisa kami urai dan
mengerti, kami masih yakin, bahwa Engkau Menyertakan jawaban atas semua ini
dengan cara yang sangat elegan dan sederhana.
Wafil akhiroti hasanah
Dan anugerahkanlah pula
bagi kami di Akhirat Kebahagiaan
(agar bisa kembali kami
bagi kepada orang-orang yang tidak pernah melupakan-Mu)
Waqiyna ‘adzabannar
Dan jagalah kami (atas
segala tingkah laku lugu, bodoh, lalai dan lucu kami) dari siksa api neraka
Dengan munajat ini Ya
Robb, dengan do’a yang leluhur-leluhur kami menyebutnya sebagai do’a sapu jagat,
dengan wasilah kekasih-kekasihMu, dengan nama Hamba TerbaikMu yang juga
junjungan hidup mati kami, Al Mustofa Kinasih Rosulullah Muhammad sholAllahu
‘alaihi wassholatu wassalam, perkenankan pula tangan kami, menjadi pewaris
pendahulu-pendahulu kami, untuk dizinkan menggenggam erat sapu tersebut, untuk
membersihkan duka lara ummat Muhammad, untuk kembali berbagi harapan,
kebahagiaan dan kegembiraan bagi yang lainnya.
Anta
Qodiyr Anta Qodiyr Anta Qodir,
Ya
A’dziym Ya ‘AdziymYa ‘Adziym
Perkenanan
kami,
Turut
menjadi bagian golongan, yang Nyapuni Jagat di era ini...
inysa
Allah Amiin Amiin