Mukadimah
Poci Maiyah Oktober 2021
Oleh: Abdullah Farid
Kalimatan Thoyyibatun kasyajaroti Thoyyibatin, ashluha tsaabit wa far'uha fissamaa
(Kata-kata yang baik seperti pohon besar yang kokoh. Akarnya menghujam dalam ke bumi, dan dahannya menjulang tinggi ke langit)
Bismillahirrahmanirrahim...
Bangsa yang kuat berakar dari keluarga-keluarga yang tangguh. Ada beda
antara suku dengan bangsa. Suku hanya komunitas dengan kesepakatan-kesepakatan
bersama dan pertalian nasab. Sedangkan bangsa, adalah kumpulan suku-suku yang
telah memiliki belief system dan peradaban. Maka, asal mula bangsa lahir dari
sebuah keluarga dan merawat keluarga berarti sama halnya merawat wajah
kebangsaan negeri ini. Masa depan negeri ini bergantung bagaimana tiap individu
merawat keluarganya. Maka berpikir besar tak harus berlebihan semisal dengan
berlagak memikirkan negara. Cukup dengan memikirkan keluarga kita agar tetap
fokus dalam kebahagiaan dengan apapun keadaannya, dan menjaga keseimbangan
pikiran terhadap apapun yang terjadi. Dengan menjaga keluarga kita, lahir dan
batin, itu sudah membuktikan bakti kita pada negara dan pada Tuhan khususnya.
Perintah Kuu anfushakum wa ahlikum naaro,
jagalah dirimu dan keluargamu dari api (neraka), itu tentang upaya perlindungan
diri. Dari ketersiksaan-ketersiksaan yang datang karena ulah tangan sendiri.
Dari kebodohan dan dari kefakiran yang dekat dengan kekafiran. Karena, menjaga
satu individu, satu manusia, teranggap oleh Tuhan seperti menjaga kehidupan
seluruh manusia. Sebaliknya, membunuh manusia, teranggap seperti membunuh semua
manusia. Membunuh cita-citanya, impiannya, imannya, cintanya, karena membunuh
itu bukan hanya bisa terjadi pada jasad, tetapi juga pikiran dan hati. Man qotala nafsan bi ghoiri nafsin aw
fasadin fil Ardli, fa ka-annama qotalan nasa jamii'an.
Mbakti yang sesungguhnya adalah pada Tuhan. Dan breakdown, penjabarannya kita dapatkan dari penjelasan Rasulullah. Bersyukurlah pada Allah, dan berterima kasihlah pada ibu bapakmu. Seperti apapun perlakuan ibu bapak kita, berbakti kepada mereka menjadi kewajiban yang tak bisa ditawar. Bagaimana jika orangtua mengajak pada keburukan, kebodohan, kebinasaan? Tolaklah dengan santun dan jangan menyakiti perasaannya. Untuk itu kita perlu Sinau, belajar konsisten menjaga ritme pembelajaran hidup kita. Mencari ilmu itu mudah, karena yang sulit adalah konsistensi dan riyadhoh dari ilmu yang kita dapatkan itu. Bukti ketinggian ilmu seseorang, adalah dengan baktinya ia pada ibu bapaknya. Bagaimana jika kita adalah anak yang dibuang ibu bapak kita saat bayi? Bukankah sulit menumbuhkan chemistry berbakti pada ibu bapak yang seperti itu? Gunakanlah ihsan, baktimu pada mereka sebenarnya adalah pada Tuhan. Lihatlah Allah ketika engkau berbakti pada orangtuamu, gurumu, negaramu, agar chemistry itu tak pernah padam. Apapun yang terjadi dengan bangsa ini, berkaryalah. Kuatkan diri dan keluargamu mulai sejak kini. Karena bangsa yang kuat, ibarat pohon besar yang kokoh. Kalimatan Thoyyibatun kasyajaroti Thoyyibatin, ashluha tsaabit wa far'uha fissamaa. Kata-kata yang baik seperti pohon besar yang kokoh. Akarnya menghujam dalam ke bumi, dan dahannya menjulang tinggi ke langit. Jika pondasi keluarga bangsa ini kuat sejak dari individu-individunya, maka negara kita ini akan tangguh dalam pertumbuhannya.
Berbakti pada negara sebaiknya dimulai dari rumah. Berbakti pada ibu bapak yang masih hidup dengan menomorduakan kepentingan personal di belakang keinginan mereka. Dan berbakti pada ibu bapak yang sudah wafat, dengan mengirimkan doa pada mereka. Doa-doa itu akan menemani mereka di barzakh, bukan di kuburan. Karena di kuburan hanyalah cangkang, wadah, sedang ruh-ruh mereka sedang berbahagia menikmati janji Allah sebagai orang beriman di alam barzakh. Wa yanqolibu ilaa ahlihi masruro, Orang-orang beriman akan dikembalikan bersama leluhur mereka yang lebih dulu datang dalam kondisi bergembira. Seperti kisah seorang laki-laki kaya dengan empat istri. Ditanyalah mereka semua, adakah yang mau menemaninya di dalam kubur nanti? Semuanya menolak dan hanya istri tertuanya yang bersedia. Itu seperti dunia, semua yang kita miliki akan ditinggal, dan hanya iman-lah yang akan menemani di sana.