Reportase
Poci Maiyah
7
Januari 2022
Jihad Substansial : Jihad Melawan Kebodohan
“86,7% populasi umat islam di
Indonesia,
bisakah menyelesaikan problem kesenjangan
yang ada?”
Berangkat dari maraknya jargon-jargon jihadis di
kurun satu dekade terakhir di Indonesia, Kang Lu’ay mengingatkan para pesinau
pada malam itu bahwa ; “Jika kita
mempelajari sirroh nabi, pernah tidak kita memahami jihad substansial
yang dilakukan oleh Kanjeng Nabi Muhammad sholAllahu ‘alahi wassalam, itu jihad
apa sih? Ini jarang sekali disampaikan oleh para asyatidz, dan da’i yang ada
selama ini, bahwa jihad substansi yang dilakukan Rosulullah, yang harusnya
dilakukan juga oleh kita umat islam adalah jihad
melawan kebodohan”
Pengingat yang disampaikan Kang Lu’ay tersebut,
sepertinya memang menjadi sumber dari semua sumber permasalahan yang ada
dikehidupan ini. Karena kita tahu, kenekatan manusia dalam melakukan kerusakan
alam, tindak korupsi, kriminilatas justeru berangkat dari ketidak tahuan mereka
untuk memahami, bahwa segala yang manusia lakukan memiliki dampak, apapun
perbuatannya.
Inilah kemudian yang menjadikan alur sinau bareng
malam itu, menjadi cukup serius dan intens pembahasannya, pertanyaan dan
pernyataan seperti ; “apa perbedaan bermanfaat dan dimanfaatkan?’, ‘Manusia adalah
sumber kerusakan, bahkan manusia berani melakukan yang tidak dilakukan oleh
setan, yaitu berani menjadi (mengaku) tuhan”, “Bagaimana cara mengenal diri
sendiri?”dst.
Sepertinya pertanyaan dan pernyataan itu muncul,
dari alam bawah sadar terdalam para sedulur-sedulur yang hadir, yang merindukan
oase kebenaran, yang telah lelah mentalnya untuk terus menerus dibodohi dan
disengajakan tetap bodoh oleh keadaan yang ada, yang seolah meneriakan ; “Ya
Robb bebaskan kami dari segala kedunguan ini”.
Dan alhamdulillah pula, Penyaji kami pada malam hari
itu, cukup piawai untuk melegakan seluruh dahaga para sedulur yang menyampaikan
semua keluh-kesahnya.
Adalah “86,7% populasi umat islam Indonesia, namun
apakah jumlah populasi yang sebesar ini telah menyelesaikan permasalahan
kesenjangan yang ada? Baik itu kesenjangan ekonomi, pendidikan, sosial, politik
dan seluruh kesenjangan lainnya?” papar Kang Lu’ay coba menarasikan potensi
umat islam di Indonesia. Beliau menggaris bawahi, jika dengan populasi sebesar
itu ternyata kita masih belum bisa mengatasi permasalahan kesenjangan tersebut,
dimana yang kaya semakin kaya dan yang miskin semkin miskin, juga tingkat
korupsi dan kriminalitas belum bisa ditekan dan diminimalisir seminim mungkin ;
“Kayaknya ada yang salah dengan cara
beragama kita...” paparnya.
Koordinator Poci Maiyah itu juga menambahkan bahwa ;
jangan-jangan cara kita berislam berhenti dengan memandang islam sebagai agama
hukum saja? Agama yang hanya mengurusi permasalahan apa itu halal, haram,
makruh, sunah, dan mubah, bukan sebagai agama, yang mampu mengoptimalkan
potensi diri kita seperti pada zaman abasiah semasa itu? Dimana lahir
tokoh-tokoh besar seperti Al Khowarizimi, Al jabar, Ibnu Siena dan seterusnya.
Atau jangan-jangan cara berfikir kita menjadi terlalu
sekuler, yang kemudian memisah-misahkan akhirat dan dunia sebagai dua hal yang
berbeda, tanpa memahami bahwa keduanya adalah satu kesatuan? Bahwa segala hal
yang kita lakukan di dunia, sangat pasti berkemungkinan akhirat. Lalu cara
berfikir sekuler inilah yang menjadikan kita seorang fatalistik, yang justeru
menjebak kita pada cara berfikir dan praktek-praktek yang malah jauh dari
esensi jihad yang dilakukan oleh Rosulullah.
Penyaji kita malam itu, juga menyampaikan bahwa
grand design utama iblis adalah mencerabut jati diri manusia dari dirinya
sendiri, sehingga pada nantinya manusia akan mengalami krisis identitas. Lalu
mulai membenci dirinya sendiri, berlanjut membenci manusia lainnya dan pada
akhirnya akan melupakan misinya di dunia ini sebagai kholifatul fil ‘ardl.
Kang Lu’ay juga menekankan pada kita untuk terus
belajar dan berupaya untuk bisa mengalahkan diri kita sendiri lebih dahulu
sebelum berbicara tentang gerakan sosial dan lainnya. Karena jelasnya, orang
yang tidak bisa mengalahkan dirinya sendiri tidak akan mampu untuk mengatasi
hal-hal di luar dirinya.
Tentu, banyak hal, yang telah disampaikan oleh
beliau yang tidak tercatat secara detail, pada reportase ini, namun, satu hal
yang terpenting adalah penekanan bahwa kita tidak memiliki banyak waktu lagi untuk
bisa lagi berleha-leha. Gelombang momentum perubahan peradaban Indonesia telah
tampak di ujung mata. Bonus demografi yang telah Tuhan Berikan kepada bangsa
Indoneisa tidak boleh disia-siakan, dan masa depan peradaban Indonesia
tergantung pada apa yang sedang kita upayakan hari ini. sehingga, mau tidak
mau, pilihan kita, para jannatul maiyah hanya dua ; Berbenah, atau malah semakin menjadi bangsa yang
lemah.
Isu ini menjadi sangat nyata dan penting untuk tidak
diindahkan oleh siapapun, setidaknya, oleh siapapun dari kita yang akan memilih
untuk ; tetap menjadi generasi yang bodoh, atau berjihad mengentaskan kebodohan
itu sampai mati.
*Redaktur
poci maiyah