Kamis, 31 Agustus 2017

Pintu Muhammad

Meneguhkan kembali Ilmu Dasar Maiyah Cinta Segitiga
Sekitar 1400-an silam, dalam kondisi kepungan kejahiliyahan Muhammad lahir dan hadir. Siapa sangka, kelahirannya membawa perubahan bukan hanya di daratan jazirah arab tapi diseluruh dunia hingga sekarang. Muhammad lahir ditengah-tengah kondisi masyarakat yang sudah sampai pada puncak ketololan, patung buatan mereka sendiri dipertuhankan, pertikaian hampir setiap hari terjadi, perjudian dan perzinanaan merajalela, perbudakan merata hampir disemua golongan kaya, puncak ketololannya ialah perempuan dianggap makhluk yang hina. Sebuah keluarga akan merasa amat hina jika memiliki bayi perempuan, maka parade ketololan mereka gelar, mengubur hidup-hidup bayi mungil yang masih berlumur darah, melemparkan dari puncak bukit, menenggelamkan di kubangan air kotor sampai menyembelih dihadapan khalayak rame.

Ditengah kepungan kejahiliyahan, pribadi Muhammad tumbuh, dijaga dan diasuh langsung oleh Allah beserta Malaikat-malaikatnya, betapa tidak, dalam usia yang masih belia  Muhammad mendapat gelar Al-Amien. Mbah Nun dalam sebuah kesempatan bercerita, Muhammad adalah seorang pedagang yang kemudian mempunyai perusahaan eksport import Khadijah corp. Tapi walaupun kaya Muhammad tetap sederhana dengan hanya meninggali rumah 4,80 m x 4,62 m.

Kejahiliyahan semakin tak terbendung, Muhammad di usia menuju 40 tahun memilih “Jalan Sunyi” ber-uzlah dari keramaian dengan dukungan penuh sang istri Khadijah. Sampai pada wahyu pertama turun. Episode baru Muhammad sebagai nabi dan rosul dimulai. Ibnu Hisyam dalam Sirrah Nabawi menceritakan, betapa dakwah Rosul menanggung beban yang amat sangat pedih dan sakit, Rosul sering disiksa dan dimaki bahkan oleh keluraga besarnya sendiri. Tapi sedikitpun tak ada dendam, Rosul tetap menyayangi, bahkan ketika kotoran dan ludah tak pernah absen mampir di wajah beliau, Rosul tetap tersenyum dan pintu maaf terbuka lebar untuk siapapun yang membenci. Islam Rahmatanlilalamin yang dimandatkan Tuhan benar-benar telan diteladankan rosul.

Mengurai Cinta Segitiga
Di tengah semak belukar ke-Indonesiaan hari ini, jaman wis akhir bumine goyang, akale jungkir negarane goncang, Tuhan dikucilkan, ujaran kebencian dinomorsatukan, berhala-berhala baru dikedepankan, senang melihat orang lain susah, susah melihat orang lain senang, intrik politik dari daerah sampai pusat tak sudah-sudah. Jamaah Maiyah dituntut untuk senantiasa menggali dan memperdalam lagi ilmu dasar maiyah cinta segitiga, dimana Allah berada di titik puncak, sementara Rosulullah di titik sebelah kiri dan hamba di titik sebelah kanan. Hanya syafaat Rosul-lah jalan satu-satunya.

“Syafaat rosul adalah hak prerogatif Muhammad untuk meringankan keadaan kita di dunia maupun di akhirat, itu menyangkut keluarga kita, menyangkut nasib kita di akhirat, dan semuanya, tidak perlu nunggu kapan-kapan, sekarang langsung.” -Emha Ainun Nadjib

POCI edisi September kali ini tak bosan-bosan mengajak kembali, menggali, menelusuri dan meneladani Al-Musthofa (Yang Terpilih) kekasih Allah SWT, yang kepadanya kita berharap syafaat disetiap langkah, laku sehari-hari di dunia. Gus Sabrang ngendikan lewat syairnya, dalam hatiku berdoa, jangan sampai aku pernah terlupa, padamu penjaga hidupku, tak pernah meninggalkan aku. Pun di akhirat nanti, semoga kita sampai pada puncak kebahagiaan, kebahagiaan hamba bertemu Sang Pencipta, kebahagiaan bertemu kekasih Allah, Nur Muhammad.

Akhir kata,
Muhammad ‘kan hamba Ya Rabbi, Muhammad ‘kan!
Agar tak menangis dalam keyatimpiatuan
Agar tak mengutuk meski batu dan benci ditimpakan
Agar sesudah hijrah hamba memperoleh kemenangan ..Muhammad.

03.00, kamis 09 Dzulhijjah 1438 H

*Peppi Al Ikhtiqom