Sabtu, 29 Desember 2018

Belajar Kopi dan Sufi dari Sahabat Nuaim

Suasana Sinau bareng di program maiyah on the road (mother) poci maiyah selalu menemukan pelajaran dan teori yang baru sekaligus menggembirakan.

Teringat berita salah satu guru di Jepang yang merasa gagal mendidik muridnya kemudian stres dan berakhir bunuh diri, peneliti Jerman yang penelitiannya dirasa gagal kemudian stress dan berakhir bunuh diri, mahasiswa salah satu universitas di Jakarta yang skripsinya tak kunjung selesai kemudian frustasi dan bunuh diri. Fenomena ini menjadi bahasan penting bagi jamaah Poci Maiyah untuk merasa pentingnya kehidupan tanpa mengakhirinya dengan tragis.

Ada cerita salah satu sahabat nabi bernama Nuaim yang terkenal dengan jahilnya. Suatu ketika ada kakek yang ingin diberitahu keberadaan toilet, sahabat Nuaim kemudian mengantarnya ke masjid. Para sahabat lainnya heran ketika kakek tersebut kencing di dalam masjid. Sang kakek merasa kesal karena telah dijahili dan kemudian mencarinya untuk 'diberi pelajaran'.

Keesokan harinya, sahabat Nuaim mendatangi kakek tersebut dengan logat dan nada bicara yang berbeda sambil berkata "katanya mencari Nuaim untuk dipukul? Mari saya antarkan kepadanya". Kemudian sahabat Nuaim kembali mengantarkan kakek tersebut kembali ke masjid dan memberi kabar bahwa didepan adalah Nuaim (padahal sebenarnya itu adalah Sayyidina Ustman yang sedang beri'tikaf dalam masjid) yang kemudian dipukul oleh kakek tersebut. Begitu jahilnya.

Cerita yang lain mengabarkan ketika Nabi SAW diberikan hadiah oleh seseorang, kemudian orang tersebut berkata "Ya Nabi, ini ada hadiah untukmu dari Nuaim, tetapi dia bilang karena tidak memiliki uang, maka Nabi yang akan membayar hadiah ini". Begitu jahilnya sahabat Nuaim ini mengerjai Nabi.

Cerita yang lain lagi mengenai sahabat Nuaim. Bahwa suatu hari Nuaim menjual sahabat nabi yang lain untuk mendapatkan uang. Kepada calon pembeli Nuaim mengatakan "Saya memiliki budak, tetapi dia tidak pernah mengakui sebagai budak, saya jual kepada Anda". Sang pembeli pun begitu percaya, dan langsung mengajak sahabat tersebut untuk langsung dijadikan budak. Sahabat itupun mengatakan "saya bukan budak, Nuaim berbohong" begitu jahilnya Nuaim yang tega menjual sahabatnya sendiri.

Tetapi Nabi kemudian hari membalas. Ketika Nabi memeluk dan menutup mata Nuaim dari belakang, kemudian Nuaim meronta sambil memaki "siapa kau, akan ku laporkan kepada Nabi!". Begitu menoleh, ternyata yang memeluk adalah Nabi.

Begitulah mesranya Nabi pada umatnya, pelajaran inilah yang seharusnya ditemukan dalam kehidupan jamaah Maiyah. Tanpa rasa benci dan merasa diintimidasi. Inilah yang kemudian diteruskan ceritanya oleh Abu Nawas dkk.

Lagi-lagi bagaimana kita memaknai perintah yang Allah turunkan untuk kehidupan selanjutnya. Bahwa semua yang didunia akan dihisab dihari kelak, tanpa terkecuali.

Layaknya kehidupan sufi, yang menurut Ustadz Slamet katakan munculnya ketika bergelimang harta kemudian menginginkan kehidupan serba pas-pasan. Maiyah harus bisa belajar dari pengalaman orang lain tanpa melakukan apa yang orang lain lakukan. Terlepas dari kebenaran sikap atau kebijaksanaan hidup, tetapi bagaimana kesungguhan cinta kepada Allah dan Rasulnya yang hakiki.

Kehidupan terus berjalan, lakukan yang terbaik. Kebaikan yang tidak terus itu tidak baik. Tidak baik yang tidak terus itu jauh lebih baik daripada baik tapi tidak terus. Masalah tidak akan pernah selesai kecuali kita menghindarinya.

Sambutlah masalah dengan hati yang lapang. Andai saja mereka yang bunuh diri mengenal kopi dan rokok, niscaya mereka tidak akan pernah stres apalagi frustasi.

Layaknya masyarakat Indonesia kebanyakan, ketika banyak kebutuhan hidup yang tidak tercapai, cicilan motor yang tidak terbayarkan, susu bubuk bayi yang semakin tak terjangkau harganya mereka malah asyik ngopi sambil rokokan.

Sebagai akhir tulisan, pakDhe Gigih menemukan teori baru. "Ketika sudah jatuh tempo tagihan, kemudian uangnya tidak cukup untuk membayar, maka lebih baik dibelikan rokok dan kopi"