Kamis, 01 Oktober 2020

OBA(H)ATI



Mukadimah Poci Maiyah Oktober 2020

Oleh: Lingkar Gagang Poci


"Jiwa semua manusia mendambakan ketenteraman, muthmainnah, damai, penuh ukhuwah, persatuan kesatuan, keutuhan, almutahabbina fillah, potensialitas surga." (Tetes: Tafakur dan Kekeruhan)

 

Kurang dari 100 hari lagi kita selesai bermain di rentang tahun 2020. Tahun paling lontang lantung (kata seorang sedulur PM). Awal tahun sudah diberi kado virus, dan di akhir tahun ini kabar tsunami berpuluh meter mengancam saudara-saudara kita di sepanjang pantai selatan jawa. Dengan segala kerendahan dan kehinaan diri, kita berdoa kepada Tuhan, mudah-mudahan Dia berkenan selalu melindungi—meski sungguh tak ada potret kelayakan kita untuk itu.

Masih tegarkah jiwa kita dengan musibah ini? Masih tegapkah mental kita di hadapan sembako dan BLT yang dibagikan ‘rata’? Atau mendadak mengumpulkan data diri untuk berbaris rapi bersama mereka, yang tiap hari pun sama: dilemahkan di negeri ini? Masih teguhkah pikiran kita, berhadapan dengan pilihan : mengharap bantuan pada istana untuk anak istri tercinta, ataukah tetap berdiri di atas kaki sendiri? Bergerak kemana pun saja, obah, ikhtiyar— menjemput rezeki-Nya, meski tak tahu dengan kerja apa. Hidup memang tak selalu tentang benar dan salah. Ada spektrum lain yang sebaiknya kita pelajari, agar semakin arif menyikapi semua itu.

Hanya satu wabah saja, sakitnya berjamaah. Bukan hanya fisik manusia saja yang terancam, tapi juga perekonomian, pendidikan, rumah tangga, bahkan negara pun sangat nampak lemahnya. One shoot, one kill. Satu kesatuan besar, hanya dengan satu tembakan, seperti efek domino. Semua goyah, ber-obah , nyaris roboh. Belum tergerakkah hati kita untuk kembali? Alam ya'ni lilladzina amanu antakhsya'a qulubuhum li dzikrillah wa ma nazala minal haq.

Obat apa yang akan kita gunakan untuk menghadapi ini? Masihkah sujud-sujud itu terasa nikmat? Masihkah sabar di hati ini kita tetap jaga kuat? Masihkah menganggap kitab suci itu menjadi jalan solusi untuk persoalan ini? Atau justru ketiadaan obatlah, obat yang sesungguhnya? Seperti doa-doa yang nampak tak terdengar, sapaan para hamba yang seakan teracuhkan. Dia menanti, menguji, seberapa cinta para hamba kepada-Nya. Manusia hanya diminta untuk berusaha, berikhtiyar, menjalani proses, rakaat yang entah panjang entah pendek, atau obah, karena hanya orang mati yang tidak ber-obah. (yen obah medeni bocah)

Obahati, gerakan hatimu, sembuhkan luka jiwamu. Seperti pesan seorang sufi, “Biarlah bekas luka hatimu terlihat, karena orang-orang yang ada di jalan cinta, dikenal dari bekas-bekas lukanya.” Hanya dengan bertahan, seseorang akan menang. Memenangkan hati, jiwa, dan dirinya, yang tak roboh oleh ujian-ujian hidup kelak nantinya. Obati hatimu, lalu bergeraklah, karena bagaimana seseorang akan berjalan benar, jika dari sisi hatinya ia masih terluka parah? Karena sejatinya, jiwa semua manusia mendambakan ketenteraman, muthmainnah, damai, penuh ukhuwah, persatuan kesatuan, keutuhan, almutahabbina fillah; potensialitas surga.

Dengan washilah sinau bareng dalam gelaran Poci Maiyah ini, kita semua berikhtiyar, obah, menolak diam, melawan kebingungan meski belum pasti ditunjukan jalan, mengobati hati, berharap cinta sang nabi dan kerelaan Tuhan. Karena, jika memberi solusi persoalan kita belum mampu pasti, setidaknya hidup kita tak menambah beban dunia ini.