Jumat, 09 Juli 2021

MARI


Mukadimah Poci Maiyah Juli 2021

Oleh: Lingkar Gagang Poci


Bismillahi rahmanirrohim.

Sedulur maiyah, apapun opini yang tersebar tentang wabah yang kini sedang terjadi, tetaplah dalam ketetapan iman kita. Bahwa tiada satu hal pun di semesta ini yang mampu memberikan manfaat dan mudlorot (bahaya), selain atas izin Allah. Jika kita menganggap musibah yang diturunkan ini begitu besar, bersikap adil-lah, karena rahmat yang diturunkan Allah sungguh lebih besar daripada itu. 

Merupakan tanda kebodohan, jika kita menganggap diri sehat lalu sembrono dalam hal kebersihan. Tak harus menunggu Corona, sebenarnya, agar kita taat pada apa yang rasulullah ajarkan dahulu. Wabah ini mengkarantina manusia, agar kembali suci, 'idul fitri', agar mencuci tangan, menutup mulut, menjaga jarak dari kerumunan, mengurangi mobilitas demi keseimbangan diri, yang semua itu adalah perintah rasulullah.

Mari, kita tak meremehkan ayat-ayat-Nya lagi. Ayat-ayat itu hidup dan berbicara, namun kita tak menyadari itu. Tentang kembali kepada kesucian, Dia berkata : Yaa ayyuhan nafsul muthma'inah, irji'i...


يٰٓأَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ


Hai jiwa yang tenang


ارْجِعِىٓ إِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً


Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.

Satu tadabur yang dapat kita ambil : Pulanglah, wahai hamba. Sebelum kepulangan yang memutuskan semua amal kita selama hidup, pulangkan hati kita lebih dulu kepada-Nya.

Wabah ini meneladankan cuci tangan, karena memang Dia juga berkata : 


وَلَنْ يَتَمَنَّوْهُ أَبَدًۢا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌۢ بِالظّٰلِمِينَ


Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri), dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya.


Kerusakan dunia ini karena memang tangan-tangan manusia yang kotor, yang jahat, karena Allah tak pernah menyiksa siapapun makhluk-Nya.

Wabah ini juga mengajarkan kita agar menutup mulut, meski sebenarnya adalah rongga hidung. Rasulullah mengajarkan, dari hadits arba'in yang rutin kita pelajari : Man amana billah wal yaumil akhir, fal yaqul khoiro aw liyasmut. Keimanan kita pada Allah akan dibuktikan dengan digunakannya lisan kita untuk kebaikan, dan jika tak mampu, maka diam.

Wabah ini mengajarkan agar kita sejenak menjaga jarak dari keramaian. Bukankah itu tradisi leluhur yang mulai kita tinggalkan? Berkhalwat, tahanuts, menjadi generasi ghuroba yang meski berada di tengah keramaian, hati kita selalu sunyi bermesraan hanya dengan Tuhan? Karena, ada kalanya manusia harus menjauh dari keramaian lingkungannya, agar ia mengerti sebenarnya apa yang menimpa diri dan masyarakatnya.

Tema kali ini adalah 'MARI', dalam bahasa kita : bahasa Jawa, berarti sembuh, sehat, normal sesuai apa yang Tuhan qadarkan. Manusia beriman sebenarnya diajari doa 'kesembuhan' paling primitif dari pendahulunya, yaitu Adam. Robbana dzolamna anfusana... 


قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَآ أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخٰسِرِينَ


Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.


Satu tadabur yang dapat kita ambil dari ayat itu adalah : Sebagai doa dari rasa sakit yang pertama kali. Karena rasa sakit seorang beriman seharusnya bukan ketika jasadnya sakit, digugat cerai atau hutang bank, melainkan lebih dalam, yaitu menjauhnya jarak hati antara ia dengan Tuhannya. Begitu juga dengan jiwa yang 'mari', yang sembuh, yang sehat, adalah ketika manusia telah mampu melihat bahwa awal kekacauan bersumber dari hatinya. Hati yang ragu, yang buruk sangka, atau bahkan menghapus singgasana Tuhan dari hati kita.

Mari, kita berdoa agar bangsa ini khususnya, dan semesta ini pada umumnya, segera mari, dari ujian wabah yang sebenarnya menyerang hati terdalam manusia.

Alfatihah.