Jumat, 01 Maret 2024

LABANAN KHALISHAN

 



Mukadimah Poci Maiyah Maret 2024

Oleh: Abdullah Farid

 

 

Bissmillahi rohmanir rohim...

 

Innaladzinasy syathohat

Wa maa adroka ma syatohat?

 

Sesungguhnya mereka adalah orang-orang mabuk. Dan apakah kamu tahu siapa orang-orang mabuk itu?

 

Nabi Muhammad diberi pilihan oleh Jibril saat sebelum mi'raj, susu atau ciu (khamr). Tentu saja Sang Manusia Suci itu memilih susu. Kata sebagian pemuka agama, andai nabi memilih ciu, umatnya akan mabuk dunia melebihi saat ini. Seperti perkataan beliau :

 

“Kalau begitu, bergembiralah dan berharaplah memperoleh sesuatu yang melapangkan diri kalian. Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan akan menimpa diri kalian. Akan tetapi, aku kahwatir jika dunia ini dibentangkan untuk kalian sebagaimana ia dibentangkan untuk orang-orang sebelum kalian sehingga kalian berlomba sebagaimana mereka berlomba, dan akhirnya kalian hancur sebagaimana mereka hancur.” (Hadits riwayat Muslim (2961) dan al-Bukhari (6425))

 

Mengapa Jibril tidak menawarkan darah dan susu? Bukankah, susu adalah cairan bernutrisi yang mlipir punya jalan sendiri di antara darah dan kotoran? Tidak mungkin Jibril merendahkan derajat akal nabi. Apa enaknya meminum darah, dibandingkan jika ditawarkan ciu? Diharamkan dan disembunyikan saja umatnya banyak yang mencari, apalagi kalau dihalalkan.

 

Labanan Kholishon diartikan sebagai susu, sebab ia adalah yang mengalir di dua kotoran namun tetap murni (kholish, ikhlas). Dalam hadits lain, ada sahabat yang bertanya tentang ibadah haji, tentang shofa dan marwa. Bagaimana mungkin mereka beribadah di tempat yang masih ada berhalanya? Tapi kata nabi, seperti libanan kholishon itu, tetaplah mengerjakannya. Sebab dunia memang hakikatnya tempat yang sulit untuk tetap menjadi benar. Saat benar saja manusia masih sering disalahkan, apalagi ketika salah. Lagipula, bagaimana mungkin manusia tetap seutuhnya benar dan baik jika ia berada di dalam sistem yang rusak. Sistem yang menjadikan manusia kehilangan sisi kemanusiaan inilah yang diibaratkan dengan kondisi mabuk.

 

Labanan Kholishon ini sebenarnya sudah sangat banyak model atau contoh yang Mbah Nun dan Marja Maiyah lain sampaikan. Kondisi steril dalam dualitas, tetap berdiri di tengah tidak condong ke nomor berapapun. Sebab, Maiyah akan tetap berputar bersamaan dengan rotasi bumi, tak peduli siapa yang memimpin negeri ini. Maiyah akan tetap menaungi, menemani, jika pemimpinnya adil akan disupport. Dan jika pemimpinnya dzolim akan terus diingatkan. Bukan karena apa-apa, tapi mencoba untuk tetap dalam jalur ilmu dan pelayanan umat. Seperti susu, tidak tersentuh kotoran dan juga darah. Meski tidak juga mengatakan bahwa dua hal itu tidak bermanfaat.

 

Di Maiyah kita belajar bagaimana terus bermuthola'ah, menaiki anak-anak tangga ilmu. Bukan hanya belajar secara intelektual, tapi juga kepekaan hati. Dan terakhir, adalah keberanian untuk acuh pada angan-angan kesenangan ataupun hinaan. Dipuji tak meninggi, dihina pun tak jatuh. Seorang pemuda, apalagi pemimpin, kata Mbah Nun, harus memiliki tiga disiplin. Kecerdasan akal, kesucian hati, dan keberanian mental. Belajar dan terus berkarya, tak tergoda dengan apapun kemewahan dunia, dan tetap berjalan, berjuang meski sendiri ataupun bersama. Hatinya kholish, mudah jatuh cinta dan mudah juga melepaskannya. Sebab cintanya bukan tentang dunia, tapi tentang ketaatan kepada-Nya. Mengalir tanpa arus, tajriy min tahtihal anhar, selalu jatuh cinta pada takdir yang Tuhan tetapkan dan mencintai kebaikan tanpa kecemasan apapun.

 

Labanan Kholishon, Sari yang Murni. Kalau dari contoh yang Mbah Nun ajarkan seperti buah kelapa. Ada manusia kembang, bluluk, degan (dawegan), cengkir, dan sebaginya. Dan di dalam kelapa (kita tak pernah penasaran dari mana air itu) di dalamnya ada sari pati, santan, minyak, yang merupakan sari atau libanan kholishon. Seperti manusia dengan derajat yang tinggi. Hatinya hambar pada dunia, sebab yang Dia lihat adalah Dzat yang menyuruhnya agar tetap hidup dan berjuang. Sari, susu, atau libanan kholishon, adalah perumpamaan dari Qur'an. Di kitab Baghawad Gita, disebut sebagai titik tengah di antara dua mata. Banyak praktisi yoga yang mengartikan bahwa untuk meditasi, harus memfokuskan diri pada titik tengah di antara dua mata kepala. Sedang makna yang lebih tinggi adalah, libanan kholishon, berdirilah di atas paradoks. Tidak hanyut dalam pandangan mata kanan dan kiri, tidak terjebak dalam kebingungan baik-buruk, benar-salah, kaya-miskin dan sebagainya. Sebab seseorang yang sudah sampai dalam ketaatan pada Tuhan, keburukan atau kesalahan pun akan dia lakukan. Dia berada di atas hukum manusia, sebab ia hanya bisa taat.

 

wa lā tamuddanna 'ainaika ilā mā matta'nā bihī azwājam minhum zahratal-ḥayātid-dun-yā, linaftinahum fīh(i), wa rizqu rabbika khairuw wa abqā (Thaha : 131)

 

Janganlah sekali-kali engkau tujukan pandangan matamu pada kesenangan yang telah Kami anugerahkan kepada beberapa golongan dari mereka (sebagai) bunga kehidupan dunia agar Kami uji mereka dengan (kesenangan) itu. Karunia Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal.

 

Itu mengapa nabi memilih susu, perumpamaan sesuatu yang mulia. Dan arak, khamr atau ciu, adalah perumpamaan sesuatu yang rendah, yang hina. Siapa saja yang mabuk, tak boleh sholat. Sebab ia tak akan mampu melihat hukum, salah dan benar. Mirip orang yang taat di atas tadi, dia juga tak peduli salah dan benar, dan mungkin dia juga mabuk. Tapi mabuk cinta pada Tuhan dan Nabi Muhammad, hingga dunia tak punya tempat lagi di hatinya. Nabi mengajak umatnya menuju kemuliaan, sedang umatnya mencintai kondisi mabuk, yang tak punya kendali terhadap dunia. Dan di maiyah ini, seberat apapun perjalanannya, kita belajar agar tetap kholish, tetap kokoh, jika ditawari mabuk dunia atau mabuk ketaatan, kita sudah tahu jawabannya.

 

Rabu, 28 Februari 2024.