Ketakutan terbesar penduduk Negeri At Takatsur adalah
ketertinggalan, tertinggal atas apa-apa yang sedang berlangsung di
dunia. Jika tetangga membeli radio, mereka beli home theater, jika
tetangga membuat sumur, mereka bangun kolam renang, jika tetangga
membuat secangkir kopi, mereka beli lahan berhektar-hektar untuk mereka
tanami segala macam biji kopi dari berbagai negara. Tidak boleh
tertinggal, unggul adalah harga mati, siapa-siapa yang tidak masuk dalam
standar akan dicap sebagai manusia terbelakang, masyarakatnya adalah
bangsa tertinggal, negeri At Takatsur harus unggul dalam segala bidang.
Bahkan, alih-alih mengangkat harkat martabat
manusia menuju masyarakat yang beradab, mereka tidak segan-segan
mengajari manusia di luar teritori negeri AtTakatsur tentang sistem
perekonomian, tentang simpan-pinjam, bunga-bunga hingga money laundry.
Tentang ideologi, hak asasi, tata negara, politik, seribu
paradigma, pengerukan sumber daya bumi, pembabatan hutan-hutan, pengeboran bawah laut dan semacamnya. Semua itu boleh dicapai asal
untuk peradaban, agar manusia benar-benar bisa merasa bahwa spesiesnya
adalah entitas pusat tata surya, maha diraja alam semesta.
Mereka ajarkan negeri "l" mengendarai mobil, dengan
sendirinya negri "I" akan membangun aspal-aspal. Mereka tanamkan jiwa
profesional, maka dengan sendirinya terbangun kasta-kasta. Mereka
pertontonkan gemerlap terang lampu-lampu, cahaya gedung-gedung Negri
AtTakatsur maka otomatis negri lainnya turut serta meniru bahkan
mengeruk bahan bakar untuk cahaya-cahaya yang sebenarnya tidak lebih
terang ketimbang bintang di langit berkabut.
Mereka presentasikan wacana
kepemimpinan/leadership, otomatis yang lain berebut menjadi pemimpin,
mereka ceritakan enterpreunership yang lain jadikan transaksional
sebagai gaya hidup.
Bangsa, negara, negeri lain harus-sangat-kudu
memahami hingga mengikuti Negeri AtTakatsur, karena ketergantungan
merekalah sumber inovasi, sumber stimulus yang mampu memacu penduduk
negeri AtTakatsur untuk terus maju tanpa terjeda pada ketertinggalan.
*Muhammad Fatkhul Bary Lu'ay