Mukadimah Poci Maiyah April 2021
Oleh: Abdullah Farid
Sungguh, beruntunglah orang-orang beriman
Orang-orang yang khusyu' dalam sholatnya
Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (tindakan dan ucapan) yang tak bermanfaat
Dan orang-orang yang menunaikan zakat
Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya
Kecuali pada istri dan budak-budak yang mereka miliki, maka itu tidak mengapa
Maka siapa yang mencari di luar itu, ia melakukan perbuatan yang melampaui batas
Dan orang-orang yang menjaga amanah-amanah dan janjinya
Dan orang-orang yang memelihara sholatnya
(Al Mu'minun : 1-9)
Hayya alal
falah,
panggilan keberuntungan, nyatanya tak menjadi panggilan yang orang-orang pada
umumnya nantikan. Manusia merasa beruntung, baru ketika apa yang diinginkannya
tercapai. Panggilan kerja, panggilan cinta – kekasih, panggilan order, kabar sms tembus 4
angka, panggilan BO, panggilan rejeki yang makin dipersempitkan hanya dalam hal uang.
Maka panggilan Tuhan di atas itu menjadi semacam hal usang, dibandingkan
handphone yang meski kuota sekarat, kita menanti panggilan-panggilan semacam di
atas tadi.
Menurutmu, orang-orang beruntung itu
yang bagaimana?
Di awal mukadimah, ada 9 ukuran,
tanda, koordinat,
yang bisa kita pilih, agar menjadi orang yang beruntung. Tapi, jika akarnya
kita tak punya – yaitu
keimanan, batang, cabang, ranting dan buahnya akan percuma saja.
Awal 2020 lalu, saat pertama wabah
corona dikabarkan dari Wuhan (yang sudah diramalkan jauh sebelum kejadian oleh
para pedagang lauk pauk pinggir jalan "La
Wuhan" jangan ke Wuhan.) Jangan dianggap serius, sebagian orang
merasa beruntung, karena virus itu tidak/belum ke Indonesia. Tanda iman
seseorang masih amatir itu pandangannya tak utuh. Bagaimana mungkin, ada
sekelompok manusia yang sedang berduka, tetapi justru kita merasa beruntung?
Jika semisal mereka, orang-orang Wuhan, tidak ada yang mukmin pun, setidaknya
itu adalah bela sungkawa kita sebagai sesama manusia. Apa pendapatmu, jika ada
orang yang merasa beruntung di atas musibah orang lain? Merasa bersyukur, itu
wajib. Tapi jika syukur kita harus lebih dulu melihat orang-orang yang bernasib
ngenes, itu perlu diluruskan niat syukurnya. Ibarat pengantin, mana mungkin
mereka merasa bahagia berlebihan, sedang di luar sana banyak orang yang susah
dapat jodoh, gagal nikah, atau justru pacarnya jadi jodohmu sekarang? Lah, kok
malah repot ya. Terkadang, menjadi awam memang lebih baik. Ilmu menuntut
tanggung jawab. Tapi bodoh (tak mau belajar) bukan sebuah pilihan.
April ini, tanpa latah dengan April
MOP. Gelaran kali ini akan mengupas tentang keberuntungan. Berharap akan ada
keberuntungan untuk jamaah semua khususnya, dan umat manusia pada umumnya.
Keberuntungan yang mencerahkan, yang tanpa mengalahkan, merendahkan yang lain.
Keberuntungan yang, tak harus wah, yang penting terus menerus dan kalau bisa
tanpa konsekuensi yang memberatkan. Karena bisa jadi, apa yang kita anggap
sebagai keberuntungan, adalah musibah besar di hari esok. Seperti rahmat Tuhan
yang diberikan pada manusia, pada hati yang tertanam iman itu jadi nikmat,
sedangkan pada hati yang keras itu jadi istidraj.
Terakhir, mari kita tundukan kepala kita, berdoa, untuk saudara kita di
Makassar yang tengah diuji keimanannya. Berharap setelah itu, ada keberuntungan
yang Tuhan berikan, pada mereka, pada bangsa ini.
Emmm... Tapi, kalau dapat nomer togel,
termasuk keberuntungan bukan, ya?