Senin, 30 September 2019

BADEKAN



Mukadimah Poci Maiyah Oktotber 2019
Oleh : Rizki Eka Kurniawan

“Jadi apakah waktu itu? Jika tak seorangpun mengajukan pertanyaan itu aku tahu, jika seseorang mengajukan pertanyaan itu dan aku mau memberi penjelasan, aku tidak tahu lagi”
- Agustinus -


Kehidupan ini dipenuhi banyak pertanyaan yang terkadang sulit untuk kita jawab, sehingga kita hanya bisa menerka-nerka, atau dalam bahasa tegalnya sering kita sebut dengan badekan.

Mulai dari kecil manusia sudah sering ditanya, berawal dari pertanyaan orang tuanya“kalo udah gede mau jadi apa?” Setelah sudah gede ditanya “kapan nikah?” Setelah nikah ditanya “kapan punya anak?” Setelah punya anak ditanya pasangannya “anak kita mau kita kasih nama siapa?” bahkan sampe kamu matipun, dirimu masih dihantui pertanyaan dalam kubur oleh malaikat Munkar dan Nakir “siapa Tuhanmu?”, “apa agamamu?”, “siapa nabimu?”, “apa kitabmu?”, ”di mana kiblatmu?”, “siapa saudaramu?”. Dan ini hanya beberapa pertanyaan yang umum belum yang lain-lain, yang njlimet-njlimet, kemrusungi, atau bahkan ngeneki

Ada beberapa juta pertanyaan yang akan mendatangimu nanti bahkan mungkin kita bisa mem-badek pertanyaan-pertanyaan orang tua, teman, pasangan, guru, dan lain sebagainya saat kita masih hidup, tapi jika ditanya malaikat saat sudah meninggal, apa bisa kita badekan dengannya? tentu tidak. Akan lebih baik jika kita memiliki blueprint atau proposal yang sudah kita siapkan melalui pengalaman untuk menjawab pertanyan-pertanyaan tersebut. Seperti ilmu Nabi Khidir yang di tangan kirinya menggengam masa lalu dan di tangan kanannya mengusap-usap jendela masa depan, keduanya dipadukan untuk melakukan sesuatu di masa kini. Akan tetapi dari banyaknya pertanyaan yang datang orang bijak sering berkata dengan mudahnya; “nanti waktu yang akan menjawab”

Berulang-ulang kali aku bertanya pada waktu untuk menjawab pertanyaan dalam hidupku dan waktu yang menghabisi pertanyaanku. Waktu memang menjawab semua pertanyaanku, tetapi waktu tidak mampu untuk aku tanya; “apa itu waktu?” tak pernah terjawabkan karena waktu membutuhkan seorang peran untuk mejawab pertanyaan, tapi siapa yang bisa memerankan itu? Seluruh manusia tak akan mampu untuk menjawab apa itu waktu.  Meskipun seringkali kita selalu menjawab dengan mudahnya, waktu adalah detik, menit, jam, dan di dalamnya ada masa lalu dan masa depan. Ya tetapi manusia sering lupa masa sekarang, dirinya terlalu melampaui masa depan dengan pikiran dan mengarungi masa lalu dengan pengalaman, tetapi terlupa dengan masa sekarang. Seakan-akan mereka tidak sadar menjalani kehidupan.

Kahlil Gibran pernah menuliskan cerita tentang seorang astronom yang berkata pada gurunya “apa itu waktu?” dan sang guru menjwab “kau ingin mengukur waktu yang tiada ukuran dan tanpa ukuran?”. Ya, sekali lagi pertanyaan akan waktu tak memiliki jawaban, dan ketidak sadaran manusia akan masa sekarang telah aku alami dan saksikan sendiri.

Pada waktu subuh ada seorang ibu datang kerumahku dengan wajah pucat penuh kekhawatiran, meminta untuk menelfon anaknya, spontan aku menjawab.
“Lha memangnya anaknya kemana?”
“Kerja tapi sampe jam segini belum pulang” jawab ibu itu dengan khawatir
“Biasanya pulang jam berapa?” tanyaku penasaran
“Tadi sudah di WA lewat lilik katanya jam dua belas malam bakal pulang, tapi sampe sekarang dia belum pulang, khawatir nantinya ada apa-apa sama anakku”.


Ibu itu memiliki prasangka sangat buruk terhadap apa yang akan terjadi pada anaknya, dan setelah kutelfon, ternyata anknya tidur dirumah temannya dengan keadaan baik-baik saja. Alasannya karena sudah terlarut malam, dia tidak enak untuk pulang, takut menganggu orang tuanya tidur. Tetapi kenyataannya yang terjadi adalah orang tuanya tidak tidur semalaman karena kekhawatirannya pada anaknya yang tak biasanya tidak pulang ke rumah. Dari sinilah manusia seringkali tidak sadar, terlalu sibuk dengan pikiran buruknya akan masa depan yang belum tentu, dan sekali lagi waktu yang menjawab pertanyaan ibu itu.

Dalam filsafat barat meyakini bahwa manusia hanya bisa fokus pada satu pikiran, jika terdapat banyak pikiran maka yang terjadi adalah kerancuan, seperti apa yang dialami ibu tersebut yang rancu akan bayak pikiran tentang anaknya sehingga kehidupannya merasa tidak tenang dan dipenuhi kekhawatiran. Seandainya waktu itu, ketika jam dua belas malam ibu itu fokus pada satu pikiran (untuk segera menelfon anaknya), pastilah hal tersebut tidak terjadi.

Dalam tradisi timur ada suatu metode berbeda untuk peyadaran tentang masa sekarang agar pikiran seorang bisa tenang, jernih, dan maksimal, metode tersebut seringkali dikenal dengan nama meditasi, yaitu melihat sebenar-benarnya kenyataan tanpa menggunakan analisis (konsep dan penilaian), semuanya bertujuan untuk mengembalikan ke masa sekarang (das ewigejetzt). Barangkali masa sekarang (masa yang sedang kita alami) sebenarnya adalah waktu, karena bisa jadi waktu yang kita bicarakan di masa kini telah menjadi masa lalu atau waktu yang akan kita bicarakan di masa kini termasuk masa depan. Tapi benarkah yang akan kita bicarakan adalah masa depan? Sedangkan saat kita bicarakan masa depan itu menjadi masa sekarang? Apa mungkin masa depan hanya terjadi dalam pikiran? dengan kemampuan manusia untuk berimajinasi, membayang-bayangkan masa yang akan datang, lalu setelah bayangan tentang masa depan itu terjadi maka akan menjadi masa sekarang yang kita alami? Mana sebenarnya ilusi? Mana sebenarnya kenyataan? Dan  darimanakah waktu itu berasal? Akankah setelah benda diciptakan dan benda menciptakan waktu? Atau sebelum benda diciptakan dan waktu menciptakan benda? Untuk kali ini biarlah waktu yang akan menjawabnya, tapi... apa sih sebenarnya waktu itu? Ayooo badekan....