Reportase Poci Maiyah November 2020
Oleh: Lingkar Gagang Poci
Sebagaimana tubuh, hati juga bisa lelah, carikan untuknya hikmah-hikmah yang indah. -Nahjal-Balaghan, Sayiddina Ali bin Abi Thalib
***
Bulan Oktober ini Poci Maiyah membahas satu tema
bertajuk ‘Mbatin’, sesuatu yang semua orang pernah merasakan, mengalami, dan
melakukannya di kehidupan. Pembahasan tema kali ini seakan sangat dikuasai oleh
banyak orang sehingga setelah sesi pembacaan mukodimah selesai, banyak repson
bermunculan.
Mbah Nahar menjabarkan pengertian mbatin seperti sebuah wadah (ruang) yang menampung banyak hal termasuk di antaranya ada prasangka baik dan buruk (khusnudon/suuzon), perkiraan, dan dugaan yang tak terucap ke luar. Jadi yang dimaksudkan Mbah Nahar lebih kepada sesuatu yang sifatnya psikis, terjadi di dalam diri seseorang. Tapi mbatin sendiri tak sekedar bersifat psikis, karena mbatin juga mempengaruhi tindakan seseorang ke luar seperti apa yang dikatakan oleh Mbah Bekhi bahwa semua hal yang ada di dalam tak akan mungkin secara terus menerus terpendam, ia pasti akan keluar menjadi sebuah tindakan.
Pengertian akan mbatin menjadi sangat
beragam, setiap orang memiliki pengertian yang berbeda, mungkin karena mereka
mengalaminya dengan pengalaman yang berbeda pula. Pengertian mbatin
menurut Mas Azam lebih beda lagi dari Mbah Nahar ataupun Mbah Bekhi, baginya mbatin
lebih condong kepada pertanyaan-pertanyaan esensial seperti pertanyaan
"Siapa diriku? Untuk apa aku diciptakan? Apa yang harus aku lakukan?".
Namun ada bias yang seringkali membuat kita susah untuk membedakan
pertanyaan-pertanyaan tersebut, benarkah pertanyaan itu berasal dari batin
(Hati) atau pikiran? Dua hal ini menjadi sesuatu yang samar dan sulit bagi kita
untuk mengidentifikasinya. Tapi benarkah ada perbedaan antara hati dengan
pikiran?
Al-qolb
lazimnya kita maknai sebagai hati, tapi dalam pengertian lain al-qolb
dimaknai sebagai ‘rasio’ atau pikiran-pikiran adalah satu-satunya yang
dapat mempengaruhi seluruh anggota badan manusia seperti mata, telinga, mulut,
hidung, lidah, tangan, kaki dan lain sebagainya. Itu mengapa semua tindakan
manusia dipengaruhi oleh pikiran. Salah satu syair Maulana Rumi menegaskan hal
ini:
Duhai saudaraku, esensi manusia ada pada pikiran
Selainnya, yang tersisa hanya daging dan tulang
(Matsnawi, jilid 2, bait 277)
Pikiran menjadi salah satu faktor penentu yang
paling utama dalam kehidupan manusia. Manusia memiliki keistimewaan tersendiri
ketimbang mahluk yang lain di bumi karena kemampuannya untuk berfikir, tanpa
pikiran manusia akan sama seperti hewan oleh sebab itu kenapa manusia sering
kali disebut sebagai al-insan hayawannatiq (AnimalRationale).
Binatang yang berakal budi, binatang yang berpikir.
Kita seringkali lupa untuk memaknai kehidupan dalam
satu kesatuan utuh. Kita cenderung memecah belahnya menjadi beberapa bagian,
melihatnya sebagai bagian tersendiri dari yang lain seperti ketika kita
memaknai hati dan pikiran. Haketkatnya hati dan pikiran memanglah dua hal yang
berbeda yang ada pada dalam diri manusia, akan tertapi pikiran merupakan bagian
dari satu kesatuan kerajaan hati. Sebagaimana yang ditulis dalam mukodimah “Nafsu adalah budak, akal adalah perdana
menteri, dan hati adalah rajanya.”
Itu
mengapa al-qolb bisa kita maknai sebagai ‘rasio’ atau pikiran, sebab yang
dimaksud al-qolb bukan hanya merujuk pada hati tapi lebih tepatlnya al-qolb
adalah satu kesatuan utuh yang mencakup segalanya. Al-qolb bisa berarti
kerajaan hati yang di dalamnya terdapat raja dan staf-stafnya dalam mengelola
tubuh manusia. Ia merupakan ruang yang menampung pikiran, hati, nafsu dan semua
perangkat kehidupan dalam diri manusia.
Mbatin sendiri erat
sekali hubungannya dengan pikiran karena dalam mbatin terkandung banyak
persepsi—persepsi menghasilkan spekulasi dari spekulasi seseorang akan mendapatkan
pengetahuan dan dari pengetahuan seseorang akan memperoleh kebenaran yang ia
jadikan sebagai pedoman untuk melakukan suatu tindakan di kehidupan. Setiap
orang dianjurkan untuk berpikir yang baik-baik karena kerap kali perjalanan
seseorang selalu selaras dengan apa yang ia pikirkan. Maka hati-hati kalau berpikir, karena
pikiranmu akan mempengaruhi lakumu, lakumu akan membentuk watakmu, dan watakmu
akan menentukan takdirmu.
Berhati-hatilah...
وَاَ طِيْعُوا اللّٰهَ وَاَ طِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَا حْذَرُوْا ۚ فَاِ نْ تَوَلَّيْتُمْ فَا عْلَمُوْۤا اَنَّمَا عَلٰى رَسُوْلِنَا الْبَلٰغُ الْمُبِيْنُ
wa athii'ulloha wa athii'ur-rosuula wahzaruu, fa ing tawallaitum fa'lamuuu annamaa 'alaa rosuulinal-balaaghul-mubiin
"Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul serta berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat) dengan jelas."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 92)