Selasa, 18 Januari 2022

Jihad substansial : Jihad Melawan Kebodohan

 

Reportase Poci Maiyah

7 Januari 2022

 

Jihad Substansial : Jihad Melawan Kebodohan



“86,7% populasi umat islam di Indonesia,

bisakah menyelesaikan problem kesenjangan yang ada?”

 

Berangkat dari maraknya jargon-jargon jihadis di kurun satu dekade terakhir di Indonesia, Kang Lu’ay mengingatkan para pesinau pada malam itu bahwa ; “Jika kita  mempelajari sirroh nabi, pernah tidak kita memahami jihad substansial yang dilakukan oleh Kanjeng Nabi Muhammad sholAllahu ‘alahi wassalam, itu jihad apa sih? Ini jarang sekali disampaikan oleh para asyatidz, dan da’i yang ada selama ini, bahwa jihad substansi yang dilakukan Rosulullah, yang harusnya dilakukan juga oleh kita umat islam adalah jihad melawan kebodohan”

Pengingat yang disampaikan Kang Lu’ay tersebut, sepertinya memang menjadi sumber dari semua sumber permasalahan yang ada dikehidupan ini. Karena kita tahu, kenekatan manusia dalam melakukan kerusakan alam, tindak korupsi, kriminilatas justeru berangkat dari ketidak tahuan mereka untuk memahami, bahwa segala yang manusia lakukan memiliki dampak, apapun perbuatannya.

Inilah kemudian yang menjadikan alur sinau bareng malam itu, menjadi cukup serius dan intens pembahasannya, pertanyaan dan pernyataan seperti ; “apa perbedaan bermanfaat dan dimanfaatkan?’, ‘Manusia adalah sumber kerusakan, bahkan manusia berani melakukan yang tidak dilakukan oleh setan, yaitu berani menjadi (mengaku) tuhan”, “Bagaimana cara mengenal diri sendiri?”dst.

Sepertinya pertanyaan dan pernyataan itu muncul, dari alam bawah sadar terdalam para sedulur-sedulur yang hadir, yang merindukan oase kebenaran, yang telah lelah mentalnya untuk terus menerus dibodohi dan disengajakan tetap bodoh oleh keadaan yang ada, yang seolah meneriakan ; “Ya Robb bebaskan kami dari segala kedunguan ini”.

Dan alhamdulillah pula, Penyaji kami pada malam hari itu, cukup piawai untuk melegakan seluruh dahaga para sedulur yang menyampaikan semua keluh-kesahnya.

Adalah “86,7% populasi umat islam Indonesia, namun apakah jumlah populasi yang sebesar ini telah menyelesaikan permasalahan kesenjangan yang ada? Baik itu kesenjangan ekonomi, pendidikan, sosial, politik dan seluruh kesenjangan lainnya?” papar Kang Lu’ay coba menarasikan potensi umat islam di Indonesia. Beliau menggaris bawahi, jika dengan populasi sebesar itu ternyata kita masih belum bisa mengatasi permasalahan kesenjangan tersebut, dimana yang kaya semakin kaya dan yang miskin semkin miskin, juga tingkat korupsi dan kriminalitas belum bisa ditekan dan diminimalisir seminim mungkin ; “Kayaknya ada yang salah dengan cara beragama kita...” paparnya.

Koordinator Poci Maiyah itu juga menambahkan bahwa ; jangan-jangan cara kita berislam berhenti dengan memandang islam sebagai agama hukum saja? Agama yang hanya mengurusi permasalahan apa itu halal, haram, makruh, sunah, dan mubah, bukan sebagai agama, yang mampu mengoptimalkan potensi diri kita seperti pada zaman abasiah semasa itu? Dimana lahir tokoh-tokoh besar seperti Al Khowarizimi, Al jabar, Ibnu Siena dan seterusnya.

Atau jangan-jangan cara berfikir kita menjadi terlalu sekuler, yang kemudian memisah-misahkan akhirat dan dunia sebagai dua hal yang berbeda, tanpa memahami bahwa keduanya adalah satu kesatuan? Bahwa segala hal yang kita lakukan di dunia, sangat pasti berkemungkinan akhirat. Lalu cara berfikir sekuler inilah yang menjadikan kita seorang fatalistik, yang justeru menjebak kita pada cara berfikir dan praktek-praktek yang malah jauh dari esensi jihad yang dilakukan oleh Rosulullah.

Penyaji kita malam itu, juga menyampaikan bahwa grand design utama iblis adalah mencerabut jati diri manusia dari dirinya sendiri, sehingga pada nantinya manusia akan mengalami krisis identitas. Lalu mulai membenci dirinya sendiri, berlanjut membenci manusia lainnya dan pada akhirnya akan melupakan misinya di dunia ini sebagai kholifatul fil ‘ardl.

Kang Lu’ay juga menekankan pada kita untuk terus belajar dan berupaya untuk bisa mengalahkan diri kita sendiri lebih dahulu sebelum berbicara tentang gerakan sosial dan lainnya. Karena jelasnya, orang yang tidak bisa mengalahkan dirinya sendiri tidak akan mampu untuk mengatasi hal-hal di luar dirinya.

Tentu, banyak hal, yang telah disampaikan oleh beliau yang tidak tercatat secara detail, pada reportase ini, namun, satu hal yang terpenting adalah penekanan bahwa kita tidak memiliki banyak waktu lagi untuk bisa lagi berleha-leha. Gelombang momentum perubahan peradaban Indonesia telah tampak di ujung mata. Bonus demografi yang telah Tuhan Berikan kepada bangsa Indoneisa tidak boleh disia-siakan, dan masa depan peradaban Indonesia tergantung pada apa yang sedang kita upayakan hari ini. sehingga, mau tidak mau, pilihan kita, para jannatul maiyah hanya dua ; Berbenah, atau malah semakin menjadi bangsa yang lemah.

Isu ini menjadi sangat nyata dan penting untuk tidak diindahkan oleh siapapun, setidaknya, oleh siapapun dari kita yang akan memilih untuk ; tetap menjadi generasi yang bodoh, atau berjihad mengentaskan kebodohan itu sampai mati.

 

*Redaktur poci maiyah