Mukadimah Poci Maiyah Juli 2019
Oleh : Abdullah Farid
Assalamualaikum,
wr. wb.
Pertemuan bulan
ini, Poci Maiyah akan mengajak sedulur-sedulur untuk piknik, rihlah, wisata,
atau setidaknya ziarah. Qul sirru fil
ardli fandhuru kayfa kana aqibatul minal mukadzibin. Yap, mukadzibin, para
pendusta. Kita akan
berjalan-jalan, melakukan petualangan spiritual dan intelektual sampai dini
hari nanti, untuk semakin mengenal diri dan mudah-mudahan semakin mesra
frekuensi keimanan kita pada Allah dan Rasulullah.
Lawan dari 'as shidiq', yang paling sederhana kita pahami adalah dusta, para pendusta, al mukadzibin. Apakah kita termasuk itu?
Lawan dari 'as shidiq', yang paling sederhana kita pahami adalah dusta, para pendusta, al mukadzibin. Apakah kita termasuk itu?
Sebelum
berangkat berjalan-jalan, kita akan mengawalinya dengan empat terminal. Ash
Shidiq yang dimaknai kejujuran (terminal pertama), ash Shidiq yang dimaknai
'yang membenarkan kebenaran rasulullah' (terminal kedua), ash Shodiq/shodiqoh
yang dimaknai teman seiman, se-frekuensi (terminal ketiga), dan shodaqoh yang
dimaknai memberikan apa yang kita cinta untuk Tuhan atau utusannya. Kita
jelajahi dulu saja terminalnya satu-satu, sebelum bus poci maiyah berangkat.
Mari...
Terminal pertama
adalah ash Shidiq yang dimaknai kejujuran. Kualitas diri yang di jaman ini
semakin direndahkan, seperti akhlak nabi yang lain, saking tingginya martabat
manusia jaman ini. Ada kecenderungan peradaban yang semakin 'jereng', juling,
yang menganggap akhlak nabawi adalah hal murahan, sedangkan bermegah-megahan
dalam bentuk apapun diperebutkan. Tak bisa membedakan mana roti dan mana tai.
Di maiyah kita belajar untuk menyederhanakan yang rumit, dan menyelami
kesederhanaan yang ternyata dinamis, memiliki keruwetan ketika kita
mendalaminya. Ada kejujuran yang justru menyelamatkan, tapi juga ada
kondisi-kondisi tertentu yang jika kita jujur saat itu bisa celaka kita.
Misalnya, jujur ketika masakan istri ternyata nggak enak, dsb. Ada
kondisi-kondisi yang mengharuskan kita untuk bohong, bukan untuk menyelamatkan
diri sendiri, tapi lebih besar dari itu. Misalnya ketika Mbah Nun menghadang
rombongan truk di kalimantan sana berdialektika dengan bahasa yang sangat baik,
demi tidak terjadinya perang yang lebih besar antara dayak dan madura. Ada kejujuran yang dikemas dengan bahasa yang
bertele-tele, ada orang yang sengaja menerima kebohongan untuk menyelamatkan
harga diri orang yang berbicara dengannya (seperti apapun engkau lukai aku,
bohongi aku, hati ini tetap mencintaimu), ada juga kejujuran yang harus
dimodifikasi karena aturan yang justru menuntut orang-orang di dalamnya untuk
berbohong. Terminal satu, luas juga ya.
Terminal kedua
adalah ash Shidiq yang dimaknai 'yang membenarkan kebenaran rasulullah'. Kisah
ketika abu bakar 100% yakin dengan kisah isra mi'raj sang nabi. Melakukan
perjalanan mekah-palestina hanya semalam, yang di jaman itu belum ada pesawat
terbang, jet, atau ojek/onta online. Kabar menggemparkan yang menjadikan banyak
orang mukmin meragukan kerasulan Muhammad Ibn Abdullah, sebagian murtad, dan
hanya setengah jumlah orang mukmin saat itu yang masih menjaga keimanannya.
Ahadzaladzi ba'atsallahu rasula? mereka yang murtad dan keimanannya goyah
termakan omongan orang-orang kafir quraishi. Bahasa tegale, 'Nyong yakin
sampean rasul, tapi ya aja mblandrangen nemen. Mekah-Palestina kok ya
sawengi?'. Tapi juga masih ada yang tetap dalam keimanannya, dan mereka diimami
oleh Abu Bakr yang kelak mendapat gelar 'ash shidiq', yang membenarkan
kebenaran. Orang-orang dengan keimanan konstan, ajeg, badai atau kabar buruk
seperti apapun, allah dan rasulullah tetaplah yang nomor satu dalam hatinya.
Huwa anzalas sakinataw fi qulubil mukminin liyazdadu imana ma'a imanihim. Lalu,
itu kan dulu. Memangnya kita juga bisa menjadi golongan orang-orang yang
membenarkan kebenaran rasul di jaman yang seperti ini?
Terminal ketiga adalah ash Shodiq/shodiqoh. Teman seiman,
sefrekuensi, yang dalam hal ini, tak mungkin kita datang di poci maiyah bukan
karena (setidaknya) getaran frekuensi yang sama. Karena tak mungkin, frekuensi
yang berbeda itu mau membaur berlama-lama bersama. Marojal bahroyna yal
taqiyan, baynahuma barzakhu la yabghiyan. Akan selalu ada batas antara dua hal
berbeda sekalipun berada dalam satu dimensi. Dan dalam jalan nabi, kita
diajarkan bukan hanya untuk berteman, bersaudara sepintas lalu saja. Pertemanan
kita adalah ikatan dunia akhirat, tak terbatasi waktu, tak terputus wilayah.
Allahumaghfirlana wali-walidayna, wa lil mukminina wal mukminat al ahya'i
minhum wal amwat. Meski memang tak bisa kita video call dengan mereka yang
sudah di alam kubur. Susah.
Terminal
terakhir adalah shodaqoh. Mengorbankan diri, memberi apa yang kita cinta demi
allah dan rasulullah. Tak harus materi, karena ternyata meluangkan waktu untuk
berdzikir setelah subuh, atau kapanpun kita mampu, itu juga shodaqoh. Tersenyum
pada saudara, juga shodaqoh. Tapi tentu itu tak bisa kita samakan dengan
kencleng jumatan yang melewati kita. Mensenyumi kencleng justru akan terasa
tempang (Otaknya). Dan apa yang lebih besar dari jual-beli, memberikan apa yang
kita cinta untuk allah dan rasulullah? Innallahasy taroo minal mukminina
anfusahum wa amwalahum. Kita telah dibeli dengan pembelian yang sangat besar,
tidakkah kita berpikir, jika kita ini milik-Nya, mengapa Dia harus membeli
sesuatu yang sudah Dia miliki?
Nah, bus poci
maiyah hendak berangkat. Kencangkan sabuk pengaman. Siapkan snack, karena ini
akan lebih lama dan asyik ketimbang menonton Avenger : Endgame. Insya Allah Bismillahirrohmanirrohiim.