Reportase
Poci Maiyah
7 Januari 2022
CARA KAMI
BAHAGIA
Q : Kenal Poci Maiyah dari mana?
A : Dari tadi
Agaknya sangat kurang dan tidak lengkap,
apabila prosesi Sinau Bareng Maiyah tidak memiliki momen ; dimana para
pesinaunya bisa tertawa lepas dan saling cekikikan bersama. Bisa jadi, inilah
wajah-wajah asli bangsa kita, bangsa Indonesia dalam menerjemahkan segala
realita yang dialaminya.
Dan hampir semuanya, pada Sinau Bareng
di manapun koordinatnya, orang-orang maiyah memang diajarkan dan dilatih untuk enteng
menertawakan dunia. Seperti yang sudah gamblang diketahui oleh siapapun, bahwa
sosok Cak Nun atau kerap dipanggil Mbah Nun, yang menjadi pusat awal lahirnya
maiyah beserta atmosfir sinau barengnya, sangat pandai berkelakar dan
mengangkat hati orang-orang maiyah untuk tertawa bersama dengan canda dan
guyonnya.
Hal ini kerap mewarnai pula sinau bareng
di Poci Maiyah, dimana pada 7 Januari 2022, Allah seakan telah mengangkat beban
di hati lingkar paseduluran itu dengan tang-ting obrolannya yang penuh canda
tawa. Seperti ketika salah satu jamaah ditanya ; “kenal poci maiyah dari mana?”
dan yang ditanya spontan menjawab dengan wajah datarnya ; “dari tadi.”
Atau saat Kang Lu’ay merespon dengan
berapi-apinya atas pemaparan Mas Didik yang menceritakan betapa manusia itu
memang biangnya kerusakan dari kisah sebuah film.
“Lhoh? Kata siapa semua manusia itu
jahat dan perusak? Nyatanya yang baik juga banyak kok.”
“Dan kata siapa tidak ada pejabat yang
jujur dan tidak korupsi? Lhoh??”
“Memang tidak ada” gerrrlah seketika
jamaah mendengarnya.
Atau pula saat Mas Ali Hamzah
diperkenalkan oleh para Host kita, Mas Azzam dan Mas Ulum, yang sudah cukup
piawai untuk meroasting siapa saja yang hadir ;
“Silahkan yang topi merah perkenalkan diri terlebih
dulu. Ini dari Kalimantan ini” dan mas Ali Hamzah spontan menjadi panik ketika
jamaah sebelahnya bertanya ; “Kalimantannya mana mas?”
“Bukan, bukan, saya bukan dari kalimantan. Nanti takutnya
sampean nyari saya di kalimantan kan ga bakal ketemu!” pecah lagi tawa kita
semua.
Tawa memiliki dimensi yang sama sekali
lain di area society. Tawa bisa menjadi perekat, pengakrab, pemecah kebuntuan
serta tolok ukur tingkat kemesraan di sebuah komunitas.
Namun, jika kita menelisik lebih dalam,
tawa juga bisa menjadi senjata, bisa menjadi tameng, bisa menjadi pertahanan
sempurna dalam menghadapai hiruk-pikuk keadaan perpolitikan bangsa ini.
Sebagaimana yang pernah di bacakan Mba Nana (Najwa Sihab.red) pada tayangan
Politik Jenakanya ;
Karena tawa berwatak anti-tatanan,
dengan tawa batas-batas dan peraturan
bisa dilumerkan
Jika penguasa terobsesi dengan
mengendalikan segala sesuatu,
lelucon adalah lawan tangguh penguasa
berkepala batu
Bila sekedar tertawa saja dilarang,
berarti kekuasaan sudah terlalu
sewenang-wenang
Kebebasan tertawa bisa jadi ukuran,
apakah penguasa sudi menghidupkan
keterbukaan
Dan tentu saja, diantara himpitan
kebutuhan ekonomi yang semakin menjadi-jadi, serta tuntutan peran untuk menjadi
bermanfaat yang diluar jangkauan ekspektasi, kami hanya bisa cekikikan dan tertawa
menghadapi realita semacam ini. Juga, mungkin inilah cari kami bergembira dan
bahagia.
*Redaktur Poci Maiyah