Sabtu, 15 Februari 2020

PENYAKIT HATI YANG SUSAH DISEMBUHKAN



Reportase Poci Maiyah Februari 2020
Oleh: Lingkar Gagang Poci

Dalam kitab “Bidayah al-Hidayah” karya Imam Abu Hamid al-Ghazali. Ada hal yang sangat menarik dan masih sangat relevan dengan situasi kehidupan kita hari ini. Imam al-Ghazali mengatakan : 

“Janganlah kau memvonis syirik, kafir atau munafik terhadap seseorang ahli kiblat (orang yang masih shalat menghadap arah ka’bah). Karena yang mengetahui apa yang tersembunyi dalam hati manusia, hanyalah Allah SWT. Maka, janganlah kau ikut campur (intervensi) dalam urusan hamba Allah dengan Allah SWT. Ketahuilah, bahwa pada hari kiamat kelak kau tidak akan ditanya: “mengapa kau tidak mau mengutuk si Anu? Mengapa kau diam saja tentang dia?”

Bahkan andaikata pun kau tidak pernah mengutuk Iblis sepanjang hidupmu, dan tidak menyebutnya sekalipun, kau pun tidak akan ditanyai dan tidak akan dituntut oleh Allah nanti di hari kiamat. Tetapi jika kau pernah mengutuk seseorang (makhluk Allah), maka kelak kau akan dituntut (oleh Allah SWT)”.

Mbah Nahar mengawali Sinau Bareng Poci Maiyah dengan penjelasan dari Kitab Bidayatul Hidayah dalam tema kali ini ‘Munafik’. Setelah dibuka dengan alfatihah dan menyanyikan lagu Indonesia Raya, Kang Mustofa sebagai moderator mengajak sedulur-sedulur Poci Maiyah untuk bertadarus tema.

Pertemuan sinau bareng kali ini, Jumat malam, 7 Februari 2020. Bertempat di Gedung Rakyat, Slawi. Berbeda dari biasanya, yang bertempat di Monumen GBN. Meski hujan lamat-lamat, namun jamaah yang berdatangan semakin khidmat. Di depan mereka, sudah duduk Kang Mus yang akan memoderatori sinau bareng sampai tengah malam nanti. Di sampingnya, sudah duduk menemani Kang Mus, ulama besar Poci Maiyah, Mbah Nahar. Menyapa sedulur-sedulur yang datang malam itu, Mbah Nahar mengawali dengan nasihat dari Imam Al Ghazali. Disusul dengan cerita Kang Moka tentang seorang atlet olahraga. Atlet itu telah memenangkan banyak perlombaan tingkat Nasional dan Asia. Namun kecewa, karena merasa tidak dihargai. Tidak mendapat dukungan oleh pemerintah. Akhirnya dia memutuskan untuk berhenti menjadi atlet. Membakar seluruh medali yang pernah didapatkannya, karena rasa kecewa tersebut. Suatu saat dia diundang pada sebuah acara, untuk menjadi narasumber dan motivator kepada para pemuda, namun dia menolak dengan alasan “Saya tidak berhak memberikan sebuah motivasi kepada mereka, karena saya sendiri telah gagal,” ia merasa telah gagal meyakinkan dirinya sendiri, untuk tetap menjadi atlet. Meskipun dia telah memenangkan banyak perlombaan, dia mengetahui dirinya telah gagal dan mengerti jika orang gagal tidak berhak memberikan motivasi terhadap orang-orang yang ingin sukses. Dari sini Kang Moka menjabarkan pelajaran yang didapatkannya. Menurutnya, orang seperti itulah yang merupakan ciri-ciri orang yang tidak munafik. Karena dia mengerti dirinya telah gagal, lantas dia merasa tidak pantas baginya untuk memberikan motivasi kepada seseorang. Orang yang tidak munafik adalah orang yang mengerti batas dan peranannya.




Lalu disusul pertanyaan menarik dari Kang Ajat, “Apakah ingkar janji termasuk munafik?” sebuah pertanyaan yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pertanyaan tersebut langsung mendapat respon dari Kang Farid. Menurutnya, yang berhak menganggap munafik atas diri seseorang itu hanya Allah. Manusia tidak memiliki hak untuk menuduh seseorang adalah munafik. Nabi Muhammad hanya memberikan simulasi, berupa tanda-tanda orang munafik namun tidak langsung menuduhnya. Mbah Nahar selaku penyaji, ikut menambahkan apa yang telah dikemukakan oleh Kang Farid. Dia mengingatkan jika seseorang telah mengetahui ciri-ciri orang munafik, maka pengetahuan tersebut harus diperlakukan untuk dirinya, sebagai bahan untuk muhasabah. Mbah Nahar mengkutip sebuah Hadis Nabi yang mengemukakan salah satu ciri orang munafik adalah:

 وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ
Artinya “Jika berjanji diingkari”

Dari hadis ini bisa kita bedah bersama pengertiannya. Karena ingkarnya seseorang atas sebuah janji, juga memiliki alasan tersendiri yang terkadang tidak ia katakan. Dicontohkan semisal Yi Fahmi memiliki uang 5jt. Lalu Kang Ajat meminjam uang 5ribu kepada Yi Fahmi, dan berjanji akan membayarnya minggu depan. Setelah minggu depan, Kang Ajat tidak melunasi utangnya. Yi Fahmi menagih uang yang dipinjamkan kepada Kang Ajat. Secara rasional, perlakuan Yi Fahmi untuk menagih uang kepada Kang Ajat adalah benar adanya. Memang uang itu merupakan miliknya, namun secara sosial ini tidak baik. Mengingat kondisi Yi Fahmi yang masih memegang uang jutaan, namun masih memikirkan uang 5ribu yang dipinjam Kang Ajat. Dari Kang Ajat sendiri, secara rasional tidak melunasi utang pada hari yang telah dijanjikan adalah salah. Namun jika dalam waktu itu kondisi Kang Ajat memang sedang tidak memiliki uang sedikitpun, sehingga tidak bisa membayar uatang sesuai dengan yang telah ia janjikan, apakah itu merupakan kesalahannya? dan ia termasuk kedalam golongan orang munafik? Ini menjadi pertanyaan besar karena mungkin kemunafikan juga tidak bisa langsung diartibutkan kepada seseorang, tanpa tau kejelasan yang sebenarnya. Ini sebabnya Mbah Nahar mengatakan “Untuk urusan munafik itu masalah dia pribadi dengan Allah” jadi orang lain tidak berhak menuduhnya munafik. Mbah Nahar juga mengatakan kepada sedulur-sedulur Maiyah, untuk mengerti dan sadar akan dirinya sendiri. Jika merasa ingkar janji, maka jangan sering menjajikan sesuatu kepada orang lain. Makanya di Islam diajarkan untuk mengucapkan InsyaAllah (Semuanya tergantung ketentuan Allah). Namun pernyataan InsyaAllah harus didasarkan pada niat yang bulat, keinginan untuk menepati yang dikatakannya harus 99% dan ketentuan Allah itu 1% . Dengan begitu, kamu akan dipercaya oleh orang lain. Bukannya menjadikan ucapan IsyaAllah sebagai sebuah alasan untuk menolak sesuatu dengan cara yang halus.

Tak lama kemudian, Mas Hamzah mengajukan pertanyaan mengenai mukadimah. Hal yang ditanyakan adalah kesambungan antara tema munafik dengan ayat al-Hasyr ayat 13 yang terlampir dalam mukadimah. Pertanyaan ini langsung direspon oleh Kang Farid. Ayat al-Hasyr ayat 13 yang berbunyi:

تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ
Artinya :"Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada beraqal."

Memiliki keterkaitan dengan tema malam ini, karena ayat ini menceritakan sekelompok orang yang berkumpul, namun hatinya tak saling terhubung. Ini sama saja mereka berpura-pura senyum dihadapan orang, namun ternyata dalam hatinya sedang marah terhadap orang tersebut. Mbah Nun pernah menuliskan dalam bukunya jika ada sebuah burung yang menjadi akar kata dari kata munafik, intinya burung tersebut kalau ada sesuatu yang mengkhawatirkan atau menakutkan, dia akan menyembunyikan kepalanya. Ini merupakan sebuah simbol, jika kemunafikan adalah orang  yang menutup-nutupi kebenaran.

Dan pertanyaan lain dari Mas Hamzah lagi “Dalam kitab Syu’abul Iman, menyatakan jika munafik merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, lantas bagaimana cara mengobatinya?” dari pertanyaan ini Mbah Nahar menjawab “Setidaknya jika sulit disembuhkan maka bisa diminimalisir.”

Dari beberapa pertanyaan yang telah disinauni bersama, Gus Lu'ay manyatakan jika ingin mempelajari munafik, maka kita harus tahu level-level kemunafikan. Dia membagi level-level kemunafikan tersebut menjadi tiga level dengan bahasa yang agak kekinian. Level pertama, Newbie. Level kedua, Intermedia Tengah. Level ketiga, Hard. Dari tingkatan itu, setiap orang dapat mendiagnosa. Tanda-tanda kemunafikan dalam dirinya itu dalam level yang mana. Diagnosa ini penting, seperti yang disampaikan Mbah Nahar sebelumnya, jika tak bisa disembuhkan, setidaknya diminimalisir.




Makin malam, sinau tema munafik ini makin hangat. Ditambah humor-humor dari Mbah Nahar, Kang Bekhi, dan Kang Mus--membuat seakan-akan klaim munafik dari orang lain itu bukan sesuatu yang menakutkan. Dan memang demikian, dalam sinau bareng ini tak sedikit pun, baik pegiat ataupun sedulur poci maiyah yang datang, menganggap sesama orang beriman itu munafik. Entah itu keluarga, sahabat, atau bahkan orang-orang yang memang belum tersentuh cahaya hidayah di dalam hatinya. Seperti guyon dari Gus Lu’ay di ujung responnya, “Tetap bergembira meski hidup kita tak berguna.”

Pertanyaan terakhir nampaknya menjadi formula dalam sinau bareng malam itu, yaitu, “Apa bahayanya jika seseorang munafik di dalam perjuangan kita?” selama kurang lebih empat jam sinau bareng, mungkin closing pertanyaan inilah yang menjadi semacam rambu-rambu untuk kita semua. Bahwa, jika memang ada seseorang yang mampu mengetahui seseorang dalam kelompoknya itu adalah munafik, maka itu benar-benar akan memecah belah kekompakan. Persatuan. Sebagai manusia yang bukan nabi, mungkin itu adalah ujian terberat dalam berjamaah. Pertama, kita satu sama lain tak bisa menghakimi siapa saja yang bahkan memiliki tanda-tanda munafik, sebagai orang menafik. Karena itu adalah hak Allah dan Rasulullah. Kedua, tapi jika itu dibiarkan, maka perjuangan akan menghadapi kendala yang besar. Ibarat mobil, jika ada bagian dalam mobil yang rusak dan tak bisa diperbaiki atau diganti, maka perjalanan pun tak lancar lagi. Lalu, bagaimana bisa kita mengganti atau memperbaiki jika yang tahu hanyalah Tuhan? Klaim munafik jelas itu hanya Allah dan Rasulullah saja yang tahu. Tapi tanda-tandanya, setiap orang punya potensi yang sama. Selamatkan manusianya. Pancarkan cahaya ilahi, pada setan-setan yang bersembunyi dibalik setiap sifat kita.