Rabu, 28 Agustus 2019

Kullu Mukminin Waliyullah

Kullu mukminin waliyullah


Tak berani aku bahkan untuk menetapkan satu menit lagi akan melakukan ini atau itu. Begitupun ketika teman-teman pegiat mendaftar siapa saja yang bisa ikut ewangi pengajian Sinau Bareng Mbah Nun dan Kiai Kanjeng Malam Minggu lalu. Karena benar saja, selepas isya, ada seorang anak yang sangat berharap dapat melihat pengajian Mbah Nun dari dekat, mendengar penyampaian beliau tak tersekat layar kaca.

"Aku anak tunggal mas, teman nggak ada yang bisa. Tadi keluar rumah juga nunggu bapak ibu tidur. Ibu sebenarnya nggak ngijinin," katanya.

Apa yang ada dalam pikiran kita ketika ada orang yang baru kita kenal, berkata seperti itu?

Di maiyah, pengetahuan diletakan nomor sekian di belakang mengenal. Karena mengenal itu dengan hati, mengetahui itu dengan akal. Maka banyak orang yang sebenarnya baru bertemu tapi seakan sudah sangat lama kenal. Karena hati yang saling menyatu, disatukan oleh sang maha satu (esa). Seperti cinta, akan lelah mereka yang mencintai seseorang (bahkan sesuatu) dengan akalnya. Karena apa yang mampu kita jangkau dapat kita pikirkan dengan akal/ilmu, tapi yang tak dapat kita jangkau itu wilayah iman (hati). Mbah Nun berkata begitu malam lalu. Maka cintailah seseorang dengan hatimu, jangan berpikir. Karena hati mengenal seseorang secepat kilat, sedang akal terseok-seok meraba bertanya siapakah dia (yang kita cinta).

Alhasil aku tak bisa bersama teman-teman pegiat lainnya di depan panggung. Menemani, menjaga, seorang anak yang akhirnya tak berani pulang ke kabupaten sana, memilih tidur di rumahku dan pulang di subuh hari. Kullu mukminin waliyullah, setiap orang beriman adalah waliyullah. Wali itu (dalam satu arti) bermakna yang dijaga, yang dikasihi. Jika kita sudah berikrar bahwa kita beriman, maka Allah-lah yang akan menjaga, mengasihi. Mengapa disebut wali kota, wali nikah, wali santri, dsb? adalah dalam makna tadi. Wali kota adalah orang yang seharusnya menjaga, mengasihi warga kotanya. Wali nikah adalah orang yang menjaga dan mengasihi anak-anak yang akan dinikahkannya, dan wali santri adalah orang-orang yang menjaga, mengasihi santri yang berada dalam wilayahnya. Dan malam minggu itu jelas mengapa Mbah Nun berkata : yang datang kesini bukan hanya kita saja, tapi para wali, masyayikh, mawali, dsb. Karena maiyah dengan dibuktikan dari titik panggung itu adalah poros, quthb. Semua manusia dan yang tak nampak melingkari, sebagai bulatan, poros. Dan hanya sesama wali yang paham, siapa Quthubul Auliya yang semua mengitari beliau malam itu.

Aku juga wali, alias tuWa nang nggiLi. Tak pulang-pulang, karena pulang juga buat apa tak ada istri disana. :v