Selasa, 25 Juni 2019

Beberapa Cara Hidup Bahagia

Pagelaran poci maiyah dengan tema bungah kepanggih alif. Satu persatu perkata dibahas mulai dari kata bungah yang dalam bahasa Indonesia berarti bahagia, kepanggih adalah bertemu, dan alif adalah salah satu rumpun dari huruf hijaiyah yang katanya; alif adalah huruf yang paling ikhlas, ia ada namun tak pernah menyombongkan diri. Ba.. bi.. bu.. ba.. dan seterusnya bisa hadir dan menampakan keeksistensiannya, namun tidak dengan alif, jika ada a.. i.. u.. maka dia bukan alif melainkan adalah hamzah. Alif adalah hilir mudik dari titik satu ke titik yang lain, ibaratnya adalah dari titik awal manusia diciptakan hingga titik akhir yakni mudik keharibaanya.
Begitu ada lafadz alif yang terlintas dalam benak saya adalah tentang cerpen buah karya Gus Mus dengan judul tulisan kaligrafi (alifku berdiri tegak dimana-mana). Sebuah kaligrafi lafadz Allah yang gagal sehingga penulisnya tidak melanjutkan, ia menulis dan berhenti pada huruf alif tanpa meneruskan pada lafadz lillah. Cerpen-cerpen karya Gus Mus memang luar biasa, apa lagi yang dengan judul "Gus Jafar" namun tentu kita tidak akan membahasnya disini. 
Alif memang memiliki banyak makna dan nilai filosofi yang bikin mumet bro. Apa lagi alifnya para jomblo "berdiri tegak tanpa tau arah jalan pulang". haha.. Selain itu urusan utang piutang juga belum selesai, kan jadi tambah mumet.!!😋 mending kita ngobrol tentang kebahagiaan (bungah). Agar menjalani hidup yang memang penuh dengan beribu problematika bisa kita selesaikan dengan cara gembira.

Yang paling menarik dari pagelaran semalam di poci maiyah adalah, apa yang disampaikan oleh salah satu dari jaamaah poci maiyah, yang kurang lebih adalah seperti ini. "bahwa kebahagiaan (sa'adah) bisa terwujud dengan cara meperoleh ketenangan di hati". Maka timbul satu pertanyaan lagi, yakni bagaimana kita bisa memperoleh ketenangan hati? coba kita rasakan dengan dalam. Menurut orang alim, bahwa ketenangan dalam hati bisa kita peroleh dengan cara tidak melakukan kesalahan dalam bentuk apapun dan dimanapun. Kita akan merasa gelisah ketika melakukan kesalahan di lingkungan keluarga, tempat kerja, dan lain sebagainya. Dan puncaknya adalah ketika kita melakukan kesalahan dalam beragama (hati tidak akan merasakan tenang). Seorang pencuri mungkin akan bangga ketika ia berhasil mencuri, namun hidupnya selalu dihantui perasaan was-was dan hatinya tidak tenang sebab terbayang resiko jeruji besi atau dibakar masa ketika kesalahannya (mencuri) diketahui orang lain. Hal ini mungkin selaras dengan apa yang disampaikan oleh abu Hamid al-Ghozali dalam kitab Ihya' Ulumiddin.
"Assa'adatu kulluha fi ayyamlika rojulu nafsahu, wassyaqowatu fi antamlikahu nafsuhu". (Kebahagiaan adalah ketika seseorang mampu menguasai nafsunya, kesengsaraan adalah saat seseorang dikuasai nafsunya).

Kecenderungan dari perkara melakukan kesalahan adalah ketika kita tidak mampu lagi menguasai nafsu, tentu bukan sebatas nafsu birahi, namun juga terkait nafsu atau keinginan-keinginan yang memang tidak bersandar pada apa yang Allah ridho. Dan marilah kita beristiqomah untuk terus bisa mengendalikan nafsu agar tetap tidak melakukan kesalahan sehingga kita memperoleh ketenangan hati, yang membuat hidup dan mati kita bahagia (mati tersenyum atau cekakakan ala wongedan).

Maka berbahagialah bagi mereka yang membahagiakan orang lain, minimal dengan cara tidak menyakitinya, tidak merampas haknya, tidak merendahkannya, dan meyelipkan namanya di setiap doa.

*M. Samsul Hadi