Gelaran
sinau bareng poci maiyah tegal di bulan kemerdekaan republik
indonesia kali ini bertema 'Laguning Urip'. Seperti biasa, sinau
bareng dibuka dengan mendoakan seluruh keluarga maiyah, bangsa, dan
semesta yang disenyawakan dengan lantunan tahlil bersama. Setelah
tahlil, lagu indonesia raya dinyanyikan, dan jamaah pun berdiri
menyanyikannya. Bukti, meski kami adalah generasi yang diyatimkan
negeri ini, kapatuhan dan cinta kami pada bapak dan ibu pertiwi
(negeri ini) tetaplah konstan apapun yang terjadi.
Gelaran
sinau bareng poci maiyah kali ini dimoderatori oleh kang Mustofa Ups,
dan Mbak Intan dari Kalisoka. Sebelum masuk ke tadarus mukodimah, dua
nomor dari Interim Band, shohibul bayti dilanjut Zidan an nabiiy
dinyanyikan.
Pra
tadarus mukodimah Kang Mus sedikit bercerita oleh-oleh dari sinau
bareng di Kendal. Agar jangan merendahkan siapapun, sekalipun pada
seseorang yang secara fisik terlihat tidak normal. Ada seorang
ibu-ibu yang secara lidah kurang normal, kemarin di Kendal, tapi
beliau mampu menyanyikan Indonesia raya.
Dilanjutkan
sedikit cerita dari kang fakhrudin yang mendirikan taman baca di
depan MI Nurul Hikmah Krandon. Sebagai rasa empat kang fakhrudin
terhadap lingkungan untuk menumbuhkan minat baca anak-anak.
Selanjutnya
pemaparan bedah poster dari desainer poster poci maiyah, mas oki.
"Untuk
kali ini, temanya Laguning Urip," Mas Oki mengawali. "Untuk
poster kali ini, poin pentingnya ada di gambar gitarnya. Gitar itu
kan enam senar, disimbolkan dengan rukun iman. Disana ada dua orang,
ayah dan anak, yang disimbolkan sebagai pejalan, musafir yang
berjalan on the track di atas enam jalan rukun iman,"
Tadarus
mukodimah didendangkan…
Kang
Ali mengawali sinau bareng tema Laguning Urip bulan Agustus ini.
"Ketika melakukan hal-hal yang baik, jangan sampai ketika di
rumah justru menyesali itu." Lanjutnya. "Aku kesini itu
karena kangen lama nggak berjumpa. Laguning urip itukan seperti irama
hidup ini, ada senang, ada sedih, derita dan sebagainya. Maka
mudah-mudahan semua nanti dapat urun rembug, kita saling belajar.
Kemudian saya tegaskan, jangan salah paham bahwa kami yang disini
lebih paham. Jangan malu-malu atau sungkan untuk menyampaikan
pendapat,"
Pertanyaan
pertama dari Kang As'ad, "Saya mau bertanya, semisal sudah
terlanjur menyangka kalau yang didepan ini orang-orang yang lebih
paham, itu bagaimana?"
Pertanyaan
ini dijawab oleh Kang Ali langsung, "Sebenarnya saya bilang
begitu biar bisa ngeles aja, misalnya nanti ada pertanyaan yang nggak
bisa saya jawab. Kan saya tinggal bilang, ini yang di samping saya
yang akan menjawabnya," jamaah pun tertawa. "Itukan jawaban
guyon. Jadi gini mas, apa yang disampaikan penyaji disini kan, nggak
harus setuju mas. Semisal pulang nanti ternyata penjelasan kami tidak
sesuai, ya silahkan saja untuk berbeda,"
Selanjutnya
respon dari Kang Fahmi, "Seperti tadi yang dijelaskan Mbah Nun
ya, jangan sampai ada penghalang antara kita dengan rasulullah. Kami
juga nggak mau begitu," lanjutnya. "Harmonisasi ya, seperti
musik. Kalau cuma gitar ya nggak enak, kalo cuma drum ya kurang enak,
artinya semua yang hadir disini berhak berpikir merdeka. Yang penting
gondelan sama kanjeng nabi, istiqomah, nantinya akan datang
momentumnya,"
Respon
selanjutnya dari Kang Ulum dari Panggung, "Sekedar menambah
sudut pandang ya," lanjutnya. "Selain memainkan Laguning
urip tadi, atau musik, kita juga bisa menjadi pendengar. Bermain,
sekaligus mendengarkan. Kalau lagu-lagu yang diciptakan manusia saja
itu sudah enak, apalagi yang diciptakan Allah.
Direspon
oleh Kang Mus, "Proses pencapaian rasa cinta pada allah dan
rasulullah kan beda-beda," lanjutnya. "Ada yang dengan
membaca sirah nabawiyah, ada juga yang mendengarkan lagu-lagu religi,
ada yang senang dengan mengikuti maulid, dan sebagainya, semua
tinggal pilih yang sesuai dengan panjenengan,"
Respon
selanjutnya dari Mbah Nahar, "Seperti yang disampaikan Kang Ali,
saya setuju kalau lagu kan banyak jenisnya ya. Ada dangdut,
underground, dan sebagainya," lanjutnya. "Itu seperti orang
yang menyelesaikan persoalan hidupnya. Ada yang pelan, mendayu-dayu
seperti dangdut, ada juga yang keras, rock. Kalau kita tarik ke
keluarga, ada banyak macam karakter orang yang menyelesaikan
persoalannya dalam keluarga masing-masing, dan dipengaruhi oleh
keluarga juga. Dan itu pun akan berefek di tempat kerja, karena
menjadi lingkungan keluarga yang baru. Dan biasanya karakter
seseorang dalam menyelesaikan persoalan itu menurut ibu, bagaimana
hubungan emosional anak dengan ibu, itulah yang akan terbangun,"
Respon
selanjutnya dari Kang Wahyu, koreografer Tegal yang menanggapi
sekaligus membacakan syair singkat, "Adalah Engkau yang tak
seperti…adalah Engkau yang tak sama… adalah Engkau yang tak
serupa… adalah Engkau ketetapan… Engkau yang dimaksud ini,
Allah, ya. Jangan biarkan aku salah menafsir dalam singgasana-Mu.
Kau yang Maha Menggetarkan dan pemilik kesempurnaan." Respon
tersebut lalu ia menjadikannya sebuah nyanyian.
Sebelum
sinau bareng dilanjut, dua nomor Lir Ilir dilanjut dengan sholawat
rasulullah dan Fix You dari Interin Band.
Sinau
bareng dilanjut dari Kang Lu'ay sebagai kordinator Poci Maiyah,
"Merespon dari Kang As'ad yang merespon bagaimana kalau sudah
terlanjur menganggap penyaji nini orang-orang yang lebih paham, maka
efeknya akan bubar. Akan bubar dimensi sinau bareng, yang ada malah
belajar dan mengajar, karena di sinau bareng ini tidak ada yang lebih
tahu, tidak ada yang lebih pinter, kita cuma syuro baynahum,
menunjukan mana-mana respon yang bisa digunakan dalam hidup,"
lanjutnya. "Tidak ada yang kyai disini, bahkan kita tidak tahu
bisa jadi disini ada aulia allah di antara kita. Memang urusan yang
paling baik adalah yang pertengahan, khoirul umuri awsatuha, agar
terjadi keseimbangan disana. Kita ambil contoh misalnya dalam sebuah
urusan kita btak boleh over dosis, berlebihan. Semaisal ada orang
yang pemaaf, itu juga tak boleh over dosis. Kalau ada orang
minta-minta, kita jawab maaf, ada orang minta tolong kita jawab maaf,
saking pemaafnya kita," jamaah tertawa segar.
"Dunia
tidak butuh pahlawan, dunia butuh orang-orang baik yang tak ingin
dikenal," lanjut Kang Lu'ay. "Dari tema Laguning urip ini
juga kita belajar menemukan martabat kita masing-masing, mencari
presisi," kemudian beliau melanjutkan sebuah fabel, cerita
binatang yang mengibaratkan seekor harimau yang kehilangan
martabatnya sebab kemarahan pada kancil.
Respon
selanjutnya dari Kang Dani pegiat Maiyah Cirebes, "Kalau di
maiyah sebenarnya tidak ada batas geografis ya, di tempat manapun
sebenarnya ini hanya titik-titik atau kordinat maiyah,"
lanjutnya. "Kita identifikasikan dulu apa itu lagu, apa itu
musik, ada tangga nada, ritme, dan sebagainya. Jadi semua lagu itu
hak setiap orang, sama seperti pilihan-pilihan hidup masing-masing.
Tujuan dari semua itu adalah satu, keharmonisan hubungan manusia baik
itu secara horisontal, vertikal, atau turunan lainnya,"
Respon selanjutnya dari Mbak Endang yang menceritakan sedikit kisah
hidupnya ketika sakit, "Tidak ada bayangan lain selain Allah
saat sakit itu," lanjutnya. Beliau juga menyarankan bagi siapa
saja yang sakit kanker, beliau siap memotivasi dan juga untuk yang
patah semangat hidup, beliau siap membantu. Satu syair dari Mbak
Endang :
Engkau
ingin kembali
Mengulang
waktu yang telah pergi
Menangis,
menyesal, bersedih
Sang
waktu tak berguna
Tak
berguna sesal mengeluh
Tak
berguna air mata membanjir
Tak
berguna sedih
Tinggalah
kini sepi sendiri
Jaga
kami ya allah
Dari
siapan waktu yang Kau beri
Jaga
kami ya allah
Dari
dzikir yang jauh dari hati
Jaga
kami ya allah, ya allah….
Respon
selanjutnya dari Kang Ali yang berterima kasih pada Mbak Endang yang
memotivasi mereka yang sakit, "Saya jadi teringat dengan bukunya
Gus Ulil, bahwa ketika seseorang sedang sakit, riwayat dari Ibn
Athoilah, Allah ingin mengenal lebih dekat dengan Hamba-Nya. Bahwa
ketika seorang hamba sedang diuji, maka dari ujian itu adalah bukti
cinta dari Allah, Dia sedang ingin mendekat,"
Respon
selanjutnya dari Kang Heru pegiat Maiyah Cirebes, "Menanggapi
ayat yang dikutip di mukodimmah, itu posisi kita dimana, akan
mengawali dari mana dan akan kemana,"
Respon
selanjutnya dari Kang Alfian pegiat Maiyah Cirebes, "Tema kali
ini, semoga teman-teman bukan termasuk orang yang mengharam-haramkan
musik," lanjutnya. "Apa yang bukan lagu dalam kehidupan?
Hidup ini bagi saya juga sebuah lagu. Bahkan quran bagi saja adalah
lagu dengan irama yang luar biasa. Saya sendiri pemusik, dari genre
hip-hop. Setiap rapper itu sebenarnya mereka sedang mengaji. Kalo
kita perhatikan lagu-lagu jaman ini, itu sangat berbeda dengan
lagu-lagu jaman 90-an, lagu-lagu itu masih enak dinyanyikan jaman
ini, berbeda dengan lagu jaman ini," Kang Alfian juga
mempertanyakan apakah industri permusikan sekarang hanya urusan uang?
Semua artis yang tadinya memproduksi lagu kritik sosial, ketika sudah
dihadapkan dengan jaman, mereka semua berubah ke arah materialis. Dan
ketika ada artis-artis yang menyanyikan kemanusiaan, maka akan ada
gelombang yang menjatuhkannya.
Respon
selanjutnya dari Bang Ardo dan Kang Awaludin, seniman lintas alam,
yang menanyakan tentang poci maiyah itu apa, dan sudah berapa kali
acara ini digelar juga materinya apa yang dibahas. Kemudian bang Ardo
juga menyumbang dua lagu improvisasi malam itu.
Direspon
oleh Kang Fahmi, "Di Poster bulan ini, adalah edisi spesial, ada
nomor edisinya, yaitu edisi 31. Kita sudah 31x mengadakan ini."
Kang Fahmi juga menjelaskan proses Poci Maiyah yang sampai hari itu
adalah sebuah proses pemberian dari Allah yang Maha Luar Biasa.
Sinau
bareng dilanjutkan dengan tanggapan dari Kang Fahmi yang menceritakan
proses bermaiyah dari pengajian ke pengajian. Mulai dari Ust. Yusuf
Mansyur, Habib Umar, dan akhirnya ke Maiyah. Menanggapi apa yang
disampaikan Kang Alfian, untuk menghargai siapa saja yang masih
belajar di forum-forum pengajian lain di luar maiyah. "Tidak
perlu dibanding-bandingkan, kita semua punya proses masing-masing.
Ambil yang baik-baik dari forum manapun,"
Respon
selanjutnya dari Kang Eddy yang menanyakan bagaimana caranya agar
kita menyukai genre-genre musik lain yang tidak kita sukai, kaitannya
dengan laguning urip.
Respon
dari Kang Eddy langsung ditanggapi oleh Mbah Nahar, "Itu sama
dengan ketika suka dengan satu genre, kemudian kita membenci genre
yang lain, itu kan nggak usah seperti itu," respon antara Kang
Eddy dan Mbah Nahar ini menjadi amtsal, perumpamaan dari apa yang
disampaikan Kang Alfian sebelumnya. Saling belajar.
Selanjutnya
Kang Lu'ay menambahkan, "Maiyah itu tidak akan merebut jamaah
siapapun, kalau panjenengan sudah ikut jamiyah, monggo lanjutkan, fa
idza faroghta fanshob, yang penting istiqomah," lanjutnya.
"Kenali dirimu, khilafahi dirimu sendiri, jangan sampai kita
paksa orang lain menjadi seperti diri kita. Kita apresiasi
orang-orang yang membuat forum-forum seperti ini. Karena kita dalam
forum-forum seperti ini kita ikut menjaga keamanan Masyarakat. Kita
asyiki maiyah dan al qur'an,"
Setelah
Kang Lu'ay meluruskan banyak hal yang nampak tak seimbang dari respon
dan pertanyaan jamaah, dua nomor jaman wis akhir dan duh gusti
didendangkan interin band.
Sinau
bareng lanjut dengan pertanyaan dari Kang Gusdur dari Kalisoka,
"Menanyakan ayat di mukodimah, kang. Kenapa ayat itu tak boleh
ditanyakan?"
Pertanyaan
kedua dari Kang Sehan yang menanyakan, "Ketika saya ingin
menjadi manusia yang baik, dengan kapasitas saya, ingin mengabdi pada
Tuhan dengan sholat lima waktu, tapi terkadang terbentur kebutuhan,
meremehkan ajaran nabi, nah pertanyaan saya, apakah proses seperti
ini juga berada dalam laguning urip?"
Pertanyaan
selanjutnya dari Kang Aris, "Hidup ini kan ada sedih dan senang,
bagaimana cara menyikapi agar mudah menerima keadaan yang diberikan
Tuhan,"
Mbah
Nahar mengawali respon dari Kang Gusdur, "Sebenarnya yang lebih
paham menjawab Gus Lu'ay ya. Tapi kalau boleh saya menebak, ini
adalah pancingan, agar para pembaca tertarik untuk menanyakannya,"
dilanjutkan merespon pertanyaan Kang Sehan, "Saya juga sholatnya
jarang, mas. Sholat subuh, jeda, sholat duhur, jeda…" jamaah
tertawa segar. Kemudian Mbah Nahar meneruskan, "Kalau kita
renungkan ya, sholat itu kan pas dijadwal istirahat dari kesibukan.
Kalau subuh itukan memang jam-jam terbaik untuk bangun, bangkit dan
mengawali hidup kembali. Dan menanggapi pertanyaan dari Kang Aris,
bagaimana cara nerima ing pandum, memang searusnya kita ridho dari
apa yang dikehendaki gusti allah,"
Respon
selanjutnya dari Kang Lu'ay, "Yang harus kita pelajari memang
memaafkan semuanya. Belajar memaafkan kehidupan, dunia, segala hal
yang kita alami. Selama itu belum mampu, itu akan menjadi bara api di
dalam diri," beliau melanjutkan. "Suatu ketika Rabi'ah al
adawiyah membacakan syair di makamnya rasulullah. Setelah dibacakan,
syair permintaan maaf pada rasulullah, karena dia lebih mencintai
allah. Kemudian kanjeng rasul hadir, dan di dalam makan menjadi
berisik terdengar dari luar oleh penjaga makam. Itu karena para
malaikat yang gaduh. Kemudian dibukakannya hijab antara dia dengan
iblis, kemudian rasiah al adawiyah melambaikan tangan pada iblis,
tanda bahwa ia memaafkannya,"
Satu
nomor sebelum penutup dari Letto, sebelum cahaya. Kemudian, jam
menunjukan pukul dua pagi, gelaran sinau bareng edisi bulan agustus
ini ditutup dengan doa oleh Mbah Nahar.