Rabu, 07 Agustus 2019

Memerdekakan, Memaafkan Diri, dan Semesta.


Gelaran sinau bareng poci maiyah tegal di bulan kemerdekaan republik indonesia kali ini bertema 'Laguning Urip'. Seperti biasa, sinau bareng dibuka dengan mendoakan seluruh keluarga maiyah, bangsa, dan semesta yang disenyawakan dengan lantunan tahlil bersama. Setelah tahlil, lagu indonesia raya dinyanyikan, dan jamaah pun berdiri menyanyikannya. Bukti, meski kami adalah generasi yang diyatimkan negeri ini, kapatuhan dan cinta kami pada bapak dan ibu pertiwi (negeri ini) tetaplah konstan apapun yang terjadi.
Gelaran sinau bareng poci maiyah kali ini dimoderatori oleh kang Mustofa Ups, dan Mbak Intan dari Kalisoka. Sebelum masuk ke tadarus mukodimah, dua nomor dari Interim Band, shohibul bayti dilanjut Zidan an nabiiy dinyanyikan.
Pra tadarus mukodimah Kang Mus sedikit bercerita oleh-oleh dari sinau bareng di Kendal. Agar jangan merendahkan siapapun, sekalipun pada seseorang yang secara fisik terlihat tidak normal. Ada seorang ibu-ibu yang secara lidah kurang normal, kemarin di Kendal, tapi beliau mampu menyanyikan Indonesia raya.
Dilanjutkan sedikit cerita dari kang fakhrudin yang mendirikan taman baca di depan MI Nurul Hikmah Krandon. Sebagai rasa empat kang fakhrudin terhadap lingkungan untuk menumbuhkan minat baca anak-anak.
Selanjutnya pemaparan bedah poster dari desainer poster poci maiyah, mas oki.
"Untuk kali ini, temanya Laguning Urip," Mas Oki mengawali. "Untuk poster kali ini, poin pentingnya ada di gambar gitarnya. Gitar itu kan enam senar, disimbolkan dengan rukun iman. Disana ada dua orang, ayah dan anak, yang disimbolkan sebagai pejalan, musafir yang berjalan on the track di atas enam jalan rukun iman,"
Tadarus mukodimah didendangkan…
Kang Ali mengawali sinau bareng tema Laguning Urip bulan Agustus ini. "Ketika melakukan hal-hal yang baik, jangan sampai ketika di rumah justru menyesali itu." Lanjutnya. "Aku kesini itu karena kangen lama nggak berjumpa. Laguning urip itukan seperti irama hidup ini, ada senang, ada sedih, derita dan sebagainya. Maka mudah-mudahan semua nanti dapat urun rembug, kita saling belajar. Kemudian saya tegaskan, jangan salah paham bahwa kami yang disini lebih paham. Jangan malu-malu atau sungkan untuk menyampaikan pendapat,"
Pertanyaan pertama dari Kang As'ad, "Saya mau bertanya, semisal sudah terlanjur menyangka kalau yang didepan ini orang-orang yang lebih paham, itu bagaimana?"
Pertanyaan ini dijawab oleh Kang Ali langsung, "Sebenarnya saya bilang begitu biar bisa ngeles aja, misalnya nanti ada pertanyaan yang nggak bisa saya jawab. Kan saya tinggal bilang, ini yang di samping saya yang akan menjawabnya," jamaah pun tertawa. "Itukan jawaban guyon. Jadi gini mas, apa yang disampaikan penyaji disini kan, nggak harus setuju mas. Semisal pulang nanti ternyata penjelasan kami tidak sesuai, ya silahkan saja untuk berbeda,"
Selanjutnya respon dari Kang Fahmi, "Seperti tadi yang dijelaskan Mbah Nun ya, jangan sampai ada penghalang antara kita dengan rasulullah. Kami juga nggak mau begitu," lanjutnya. "Harmonisasi ya, seperti musik. Kalau cuma gitar ya nggak enak, kalo cuma drum ya kurang enak, artinya semua yang hadir disini berhak berpikir merdeka. Yang penting gondelan sama kanjeng nabi, istiqomah, nantinya akan datang momentumnya,"
Respon selanjutnya dari Kang Ulum dari Panggung, "Sekedar menambah sudut pandang ya," lanjutnya. "Selain memainkan Laguning urip tadi, atau musik, kita juga bisa menjadi pendengar. Bermain, sekaligus mendengarkan. Kalau lagu-lagu yang diciptakan manusia saja itu sudah enak, apalagi yang diciptakan Allah.
Direspon oleh Kang Mus, "Proses pencapaian rasa cinta pada allah dan rasulullah kan beda-beda," lanjutnya. "Ada yang dengan membaca sirah nabawiyah, ada juga yang mendengarkan lagu-lagu religi, ada yang senang dengan mengikuti maulid, dan sebagainya, semua tinggal pilih yang sesuai dengan panjenengan,"
Respon selanjutnya dari Mbah Nahar, "Seperti yang disampaikan Kang Ali, saya setuju kalau lagu kan banyak jenisnya ya. Ada dangdut, underground, dan sebagainya," lanjutnya. "Itu seperti orang yang menyelesaikan persoalan hidupnya. Ada yang pelan, mendayu-dayu seperti dangdut, ada juga yang keras, rock. Kalau kita tarik ke keluarga, ada banyak macam karakter orang yang menyelesaikan persoalannya dalam keluarga masing-masing, dan dipengaruhi oleh keluarga juga. Dan itu pun akan berefek di tempat kerja, karena menjadi lingkungan keluarga yang baru. Dan biasanya karakter seseorang dalam menyelesaikan persoalan itu menurut ibu, bagaimana hubungan emosional anak dengan ibu, itulah yang akan terbangun,"
Respon selanjutnya dari Kang Wahyu, koreografer Tegal yang menanggapi sekaligus membacakan syair singkat, "Adalah Engkau yang tak seperti…adalah Engkau yang tak sama… adalah Engkau yang tak serupa… adalah Engkau ketetapan… Engkau yang dimaksud ini, Allah, ya. Jangan biarkan aku salah menafsir dalam singgasana-Mu. Kau yang Maha Menggetarkan dan pemilik kesempurnaan." Respon tersebut lalu ia menjadikannya sebuah nyanyian.
Sebelum sinau bareng dilanjut, dua nomor Lir Ilir dilanjut dengan sholawat rasulullah dan Fix You dari Interin Band.
Sinau bareng dilanjut dari Kang Lu'ay sebagai kordinator Poci Maiyah, "Merespon dari Kang As'ad yang merespon bagaimana kalau sudah terlanjur menganggap penyaji nini orang-orang yang lebih paham, maka efeknya akan bubar. Akan bubar dimensi sinau bareng, yang ada malah belajar dan mengajar, karena di sinau bareng ini tidak ada yang lebih tahu, tidak ada yang lebih pinter, kita cuma syuro baynahum, menunjukan mana-mana respon yang bisa digunakan dalam hidup," lanjutnya. "Tidak ada yang kyai disini, bahkan kita tidak tahu bisa jadi disini ada aulia allah di antara kita. Memang urusan yang paling baik adalah yang pertengahan, khoirul umuri awsatuha, agar terjadi keseimbangan disana. Kita ambil contoh misalnya dalam sebuah urusan kita btak boleh over dosis, berlebihan. Semaisal ada orang yang pemaaf, itu juga tak boleh over dosis. Kalau ada orang minta-minta, kita jawab maaf, ada orang minta tolong kita jawab maaf, saking pemaafnya kita," jamaah tertawa segar.


"Dunia tidak butuh pahlawan, dunia butuh orang-orang baik yang tak ingin dikenal," lanjut Kang Lu'ay. "Dari tema Laguning urip ini juga kita belajar menemukan martabat kita masing-masing, mencari presisi," kemudian beliau melanjutkan sebuah fabel, cerita binatang yang mengibaratkan seekor harimau yang kehilangan martabatnya sebab kemarahan pada kancil.
Respon selanjutnya dari Kang Dani pegiat Maiyah Cirebes, "Kalau di maiyah sebenarnya tidak ada batas geografis ya, di tempat manapun sebenarnya ini hanya titik-titik atau kordinat maiyah," lanjutnya. "Kita identifikasikan dulu apa itu lagu, apa itu musik, ada tangga nada, ritme, dan sebagainya. Jadi semua lagu itu hak setiap orang, sama seperti pilihan-pilihan hidup masing-masing. Tujuan dari semua itu adalah satu, keharmonisan hubungan manusia baik itu secara horisontal, vertikal, atau turunan lainnya,"
Respon selanjutnya dari Mbak Endang yang menceritakan sedikit kisah hidupnya ketika sakit, "Tidak ada bayangan lain selain Allah saat sakit itu," lanjutnya. Beliau juga menyarankan bagi siapa saja yang sakit kanker, beliau siap memotivasi dan juga untuk yang patah semangat hidup, beliau siap membantu. Satu syair dari Mbak Endang :
Engkau ingin kembali
Mengulang waktu yang telah pergi
Menangis, menyesal, bersedih
Sang waktu tak berguna
Tak berguna sesal mengeluh
Tak berguna air mata membanjir
Tak berguna sedih
Tinggalah kini sepi sendiri
Jaga kami ya allah
Dari siapan waktu yang Kau beri
Jaga kami ya allah
Dari dzikir yang jauh dari hati
Jaga kami ya allah, ya allah….
Respon selanjutnya dari Kang Ali yang berterima kasih pada Mbak Endang yang memotivasi mereka yang sakit, "Saya jadi teringat dengan bukunya Gus Ulil, bahwa ketika seseorang sedang sakit, riwayat dari Ibn Athoilah, Allah ingin mengenal lebih dekat dengan Hamba-Nya. Bahwa ketika seorang hamba sedang diuji, maka dari ujian itu adalah bukti cinta dari Allah, Dia sedang ingin mendekat,"
Respon selanjutnya dari Kang Heru pegiat Maiyah Cirebes, "Menanggapi ayat yang dikutip di mukodimmah, itu posisi kita dimana, akan mengawali dari mana dan akan kemana,"
Respon selanjutnya dari Kang Alfian pegiat Maiyah Cirebes, "Tema kali ini, semoga teman-teman bukan termasuk orang yang mengharam-haramkan musik," lanjutnya. "Apa yang bukan lagu dalam kehidupan? Hidup ini bagi saya juga sebuah lagu. Bahkan quran bagi saja adalah lagu dengan irama yang luar biasa. Saya sendiri pemusik, dari genre hip-hop. Setiap rapper itu sebenarnya mereka sedang mengaji. Kalo kita perhatikan lagu-lagu jaman ini, itu sangat berbeda dengan lagu-lagu jaman 90-an, lagu-lagu itu masih enak dinyanyikan jaman ini, berbeda dengan lagu jaman ini," Kang Alfian juga mempertanyakan apakah industri permusikan sekarang hanya urusan uang? Semua artis yang tadinya memproduksi lagu kritik sosial, ketika sudah dihadapkan dengan jaman, mereka semua berubah ke arah materialis. Dan ketika ada artis-artis yang menyanyikan kemanusiaan, maka akan ada gelombang yang menjatuhkannya.
Satu nomor musikalisasi dari Kang Anis, solo gitar. Dan dilanjutkan pembacaan puisi oleh Kang Rizky dan sholawat sholallahu robbuna yang dikomandani Kang Fahmi.


Respon selanjutnya dari Bang Ardo dan Kang Awaludin, seniman lintas alam, yang menanyakan tentang poci maiyah itu apa, dan sudah berapa kali acara ini digelar juga materinya apa yang dibahas. Kemudian bang Ardo juga menyumbang dua lagu improvisasi malam itu.
Direspon oleh Kang Fahmi, "Di Poster bulan ini, adalah edisi spesial, ada nomor edisinya, yaitu edisi 31. Kita sudah 31x mengadakan ini." Kang Fahmi juga menjelaskan proses Poci Maiyah yang sampai hari itu adalah sebuah proses pemberian dari Allah yang Maha Luar Biasa.
Sinau bareng dilanjutkan dengan tanggapan dari Kang Fahmi yang menceritakan proses bermaiyah dari pengajian ke pengajian. Mulai dari Ust. Yusuf Mansyur, Habib Umar, dan akhirnya ke Maiyah. Menanggapi apa yang disampaikan Kang Alfian, untuk menghargai siapa saja yang masih belajar di forum-forum pengajian lain di luar maiyah. "Tidak perlu dibanding-bandingkan, kita semua punya proses masing-masing. Ambil yang baik-baik dari forum manapun,"
Respon selanjutnya dari Kang Eddy yang menanyakan bagaimana caranya agar kita menyukai genre-genre musik lain yang tidak kita sukai, kaitannya dengan laguning urip.
Respon dari Kang Eddy langsung ditanggapi oleh Mbah Nahar, "Itu sama dengan ketika suka dengan satu genre, kemudian kita membenci genre yang lain, itu kan nggak usah seperti itu," respon antara Kang Eddy dan Mbah Nahar ini menjadi amtsal, perumpamaan dari apa yang disampaikan Kang Alfian sebelumnya. Saling belajar.
Selanjutnya Kang Lu'ay menambahkan, "Maiyah itu tidak akan merebut jamaah siapapun, kalau panjenengan sudah ikut jamiyah, monggo lanjutkan, fa idza faroghta fanshob, yang penting istiqomah," lanjutnya. "Kenali dirimu, khilafahi dirimu sendiri, jangan sampai kita paksa orang lain menjadi seperti diri kita. Kita apresiasi orang-orang yang membuat forum-forum seperti ini. Karena kita dalam forum-forum seperti ini kita ikut menjaga keamanan Masyarakat. Kita asyiki maiyah dan al qur'an,"
Setelah Kang Lu'ay meluruskan banyak hal yang nampak tak seimbang dari respon dan pertanyaan jamaah, dua nomor jaman wis akhir dan duh gusti didendangkan interin band.
Sinau bareng lanjut dengan pertanyaan dari Kang Gusdur dari Kalisoka, "Menanyakan ayat di mukodimah, kang. Kenapa ayat itu tak boleh ditanyakan?"
Pertanyaan kedua dari Kang Sehan yang menanyakan, "Ketika saya ingin menjadi manusia yang baik, dengan kapasitas saya, ingin mengabdi pada Tuhan dengan sholat lima waktu, tapi terkadang terbentur kebutuhan, meremehkan ajaran nabi, nah pertanyaan saya, apakah proses seperti ini juga berada dalam laguning urip?"
Pertanyaan selanjutnya dari Kang Aris, "Hidup ini kan ada sedih dan senang, bagaimana cara menyikapi agar mudah menerima keadaan yang diberikan Tuhan,"
Mbah Nahar mengawali respon dari Kang Gusdur, "Sebenarnya yang lebih paham menjawab Gus Lu'ay ya. Tapi kalau boleh saya menebak, ini adalah pancingan, agar para pembaca tertarik untuk menanyakannya," dilanjutkan merespon pertanyaan Kang Sehan, "Saya juga sholatnya jarang, mas. Sholat subuh, jeda, sholat duhur, jeda…" jamaah tertawa segar. Kemudian Mbah Nahar meneruskan, "Kalau kita renungkan ya, sholat itu kan pas dijadwal istirahat dari kesibukan. Kalau subuh itukan memang jam-jam terbaik untuk bangun, bangkit dan mengawali hidup kembali. Dan menanggapi pertanyaan dari Kang Aris, bagaimana cara nerima ing pandum, memang searusnya kita ridho dari apa yang dikehendaki gusti allah,"
Respon selanjutnya dari Kang Lu'ay, "Yang harus kita pelajari memang memaafkan semuanya. Belajar memaafkan kehidupan, dunia, segala hal yang kita alami. Selama itu belum mampu, itu akan menjadi bara api di dalam diri," beliau melanjutkan. "Suatu ketika Rabi'ah al adawiyah membacakan syair di makamnya rasulullah. Setelah dibacakan, syair permintaan maaf pada rasulullah, karena dia lebih mencintai allah. Kemudian kanjeng rasul hadir, dan di dalam makan menjadi berisik terdengar dari luar oleh penjaga makam. Itu karena para malaikat yang gaduh. Kemudian dibukakannya hijab antara dia dengan iblis, kemudian rasiah al adawiyah melambaikan tangan pada iblis, tanda bahwa ia memaafkannya,"
Satu nomor sebelum penutup dari Letto, sebelum cahaya. Kemudian, jam menunjukan pukul dua pagi, gelaran sinau bareng edisi bulan agustus ini ditutup dengan doa oleh Mbah Nahar.